Makalah Fiqih Muamalah tentang Barang Temuan
![]() |
Tentang
BARANG TEMUAAN
DISUSUN OLEH :
·
LUM’ATUN NADIROH
·
KHOIRUL ANWAR SHOLEH
Dosen Pengampu :
SUHADI,S.E.I
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM
AS-SHIDDIQIYAH
TAHUN
AKADEMIK 2015
JL.
Lintas Timur Desa Lubuk Seberuk Kec. Lempuing Jaya Kab. OKI
Sum-sel 30657
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis
panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah tentang ”Barang Temuan“ . Dan dengan
perkenaan dari-Nya lah kami sanggup menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya
untuk memenuhi tugas Manajemen fiqih mu’amalat. Penulis juga berterima kasih
kepada Bapak Dosen Suhadi,S.E.I yang
telah membantu dan membimbing serta memberi arahan kepada penulis.
Alhamdulillah, tiada kata yang cukup untuk
mengungkapkan rasa syukur selain Puja dan Puji bagi Allah Swt Sang Peguasa Hati
dan kehidupan hamba-hamba-Nya . Dengan perkenaan dari-Nya lah kami sanggup
menyelesaikan makalah yang masih banyak mengalami kekurangan ini. Penulis
sangat menyadari keterbatasan sebagai manusia yang tentunya berpengaruh pada
hasil karya ini. Dengan kesadaran itulah penulis mengajak semua pihak untuk
beramar Makruf Nahi Munkar dengan memberikan kontribusi baik berupa saran,
kritik maupun masukan demi penyempurnaan makalah ini agar bermanfaat bagi kita
semua. Semoga Allah senantiasa memberikan petunjuk dan meridhai hasil karya
ini.
Amin ya Robbil alamin.
Lempuing
Jaya, Maret 2015
PENULIS
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN..................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Barang Temuan (Luqathah)............................................ 3
2.2 Landasan Hukum.............................................................................. 4
2.3 Hukum Luqathah.............................................................................. 5
2.4 Syarat dan Rukun Luqathah............................................................. 6
2.5 Macam-macam
Benda yang Diperoleh............................................. 8
2.6 Mengenalkan Benda Temuan............................................................ 8
2.7 Hilang
dan Rusaknya Luqathah........................................................ 11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan....................................................................................... 12
3.2
Saran................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Secara tidak sengaja sering kali kita menemukan barang
dijalan dan kita bingung harus berbuat apa terhadap barang tersebut, mau
diambil atau dibiarkan saja. Kalau mau mengambil apa diperbolehkan dalam Islam,
dan kalau barang tersebut dibiarkan saja apakah tidak mubadhir.Hal ini terjadi
karena kita tidak mengetahui hukum menemukan barang temuan (Luqathah).
Tanah yang tidak nampak dimiliki oleh seseorang, serta tidak
nampak ada bekas-bekas apapun, seperti pagar, tanaman, pengelolaan, ataupun
yang lain. Menghidupkan tanah mati (ihya’ul mawat) itu artinya mengelola tanah
tersebut, atau menjadikan tanah tersebut layak untuk ditanami dengan seketika.
Tiap tanah mati, apabila telah dihidupkan oleh orang, maka tanah tersebut telah
menjadi milik orang yang bersangkutan.
Dalam pembahasan kali ini, pemakalah ingin membahas dua diantara muamalah yang diajarkan Nabi Muhammad yaitu Luqathah. Karena di dalam pembahasan ini terdapat suatu hikmah yang sangat besar untuk kehidupan sosial.
Dalam pembahasan kali ini, pemakalah ingin membahas dua diantara muamalah yang diajarkan Nabi Muhammad yaitu Luqathah. Karena di dalam pembahasan ini terdapat suatu hikmah yang sangat besar untuk kehidupan sosial.
Allah SWT telah menjadikan manusia selain
sebagai makluk individu juga telah menjadikan manusia sebagai makhluk sosial
artinya manusia itu butuh akan orang lain, hal ini tentunya agar mereka bisa
saling tolong menolong, tukar menukar keperluan dalam segala macam urusan
kepentingan hidup masing-masing, jadi disini tampak jelas sekali bahwa manusia
itu seakan tidak bisa lepas dari orang lain dalam menjalankan segala macam
aktivitasnya, baik aktivitas pribadi maupun aktivitas yang ditujukan untuk
kemashlahatan umum salah satu bentuk yang menyatakan bahwa manusia butuh orang
lain adalah melalui jalan interaksi muamalah
Dalam kehidupan kira kira sering merasa
berkewajiban untuk memberikan sesuatu yang menjadi hak orang lain, salah satu
hak orang lain tersebut adalah mengembalikan barang yang hilang kepada orang
yang memilikinya, dalam makalah ini penulis mencoba untuk menguraikan sedikit
tentang barang temuan dan sesuatu yang berhubungan dengannya.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan Barang Temuan (Luqathah)?
2.
Bagaimana Landasan
Hukum nya?
3.
Apa hukumnya luqathah?
4.
Bagaimana Syarat
dan Rukun Luqathah?
5.
Sebutkan
Macam-macam Benda yang Diperoleh?
6.
Bagaimana
Mengenalkan Benda Temuan?
7.
Apa
yang menyebabkan Hilang dan Rusaknya Luqathah?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Barang Temuan (Luqathah)
Luqathah
(Barang Temuan) adalah barang-barang yang didapat (ditemukan) dari tempat yang
tidak di ketahui pemiliknya. Umumnya berlaku untuk barang-barang yang bukan
hewan, adapun penemuan hewan biasa disebut dengan al Dhallah (sesat)
Barang
temuan dalam (bahasa arab) disebut al-Luqathah, menurut bahasa (etimologi)
artinya ialah : اشيئ الملتقط Sesuatu yang ditemukan
atau didapat”
Menurut
syaikh Ibrahim al bajuri bahwa al-Luqathah ialah:
الاسم للشيئ الملتقط Nama untuk sesuatu yang ditemukan”
الاسم للشيئ الملتقط Nama untuk sesuatu yang ditemukan”
Sedangkan
menurut istilah (terminologi) yang dimaksud dengan al-luqathah sebagaimana yang
ditakrifkan oleh para ulama’adalah sebagai berikut:
a.
Menurut Muhammad al-syarbini al-khatib pengertian
al-Luqhathah ialah: “ sesuatu yang
ditemukan atas dasar hak yang mulia, tidak terjaga dan yang menemukan tidak
mengetahui mustahiqnya (pemiliknya)”
b.
Syaikh syihab al-din al-qalyubi dan syaikh umairah mendefinisikan
al-luqhathah ialah sesuatu dari harta atau sesuatu yang secara khusus semerbak
ditemukan bukan didaerah harby (daerahnya orang-orang yang merdeka), tidak
terpelihara dan tidak dilarang karena kekuatanya, yang menemukan tidak mengetahui
pemilik barang tersebut”.
c.
Syaikh Ibrahim al-bajuri berpendapat bahwa yang dimaksud
dengan luqhathah adalah sesuatu yang disia-siakan oleh pemiliknya, baik karena
jatuh lupa atau yang seumpamanya”.
Dari
definisi-definisi yang dijelaskan oleh para ulama’, Secara umum dapat diketahui
bahwa pengertian luqathah ialah memperoleh sesuatu yang tersia-siakan dan tidak
diketahui pemiliknya[1].
2.2 Landasan Hukum
1.
Al Qur’an
ô`tBur. . .
$yd$uômr&
!$uK¯Rr'x6sù
$uômr&
}¨$¨Y9$#
$YèÏJy_
4
. . . .
………dan
barang siapa menghidupkannya, maka seolah-olah telah menghidupkan seluruh
manusia. (QS. Al Maidah, 32)
2.
As Sunnah
Ada beberapa
hadist yang menerangkan mengenai barang temuan antara lain hadist yang
diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Zaid ibn Khalid al Juhai
“Dari Zaid ibn Khalid al Juhani ra.
Sesungguhnya Nabi Saw ditanya perihal barang temuan ; emas dan perak ? Nabi
menjawab, ketahuilah olehmu talinya (ikatannya), bungkusnya kemudian umumkan
selama setahun, jika dalam masa itu
tidak ada yang mengakuinya,bolehlah barang tenuan itu anda belanjakan,sebagai
amanat ditanganmu, jika kemudian pemiliknya datang memintanya, serahkanlah
(danti barangnya/ harganya) ………. (HR. Bukhori dan Muslim)[2]
Dalam hadits lain disebutkan juga barang yang di temukan
itu harus diketahui talinya, ukurannya dan bilanganya.
2.3 Hukum Luqathah
Ada beberapa
hukum yang berkaitan dengan barang temuan,antara lain sebagaimana yang telah
disampaikan oleh Sulaiman Rasjid dalam bukunya Fiqh Islam, yaitu :[3]
1.
Wajib ;
Apabila dalam dugaan kita barang yang kita temukan apabila kita tidak
mengambilnya maka barangtersebut akan jatuh kepada orang yang “Salah”.
خذها فهي لك
أو لأخيك أو للذئب
2.
Sunnah ;
Apabila orang yang mengambil batang tersebut percaya kepada dirinya bahwa
dirinya sanggup untuk mengerjakan segala sesuatu yang berkaitan dengan
pemeliharaan barangtersebut sebagaimana mestinya. Bagi orang yang percaya kepada dirinya bahwa ia sanggup/mampu
mengerjakan segala yang bersangkutan dengan pemeliharaan barang itu sebagaimana
mestinya. Tetapi bila tidak diambilpun barang-barang tersebut tidak
dikhawatirkan akan hilang sia-sia atau tidak akan diambil oleh orang-orang yang
tidak dapat dipercaya,
3.
Haram ;
Apabila Orang yang mengambilnya tidak percaya terhadap dirinya dan dirinya juga
menyadari bahwa dirinya mempunyai ketamakan
terhadap harta.
4.
Makruh : Bagi orang yang tidak percaya kepada dirinya (ragu-ragu)
bahwa ia akan dapat merawat barang temuan itu atau tidak,
5.
Mustahab (dianjurkan)[4] : Bila barang
yang ditemukan itu berada ditempat yang aman, dan tidak menyebabkan hilang bila
tidak diambil.
6.
Mubah (boleh)[5]: Hukum ini
berdasarkan hadits Rasulullah saw.: “Rasulullah
saw. ditanya mengenai luqathah emas dan perak. Beliau lalu menjawab, “Kenalilah
pengikat dan kemasannya, kemudian umumkan selama setahun. Jika kamu tidak
mengetahui (pemiliknya), gunakanlah dan hendaklah menjadi barang titipan
padamu. Jika suatu hari nanti orang yang mencarinya dating, berikan kepadanya.”
(HR. Bukhari Muslim)
2.4 Syarat dan Rukun Luqathah
Adapun rukun
luqathah meliputi : [6]
1.
Yang
mengambil, harus adil, sekiranya yang mengambil orang yang tidak adil, hakim
berhak mencabut barang itu dari orang tersebut, dan memberikannya kepada orang
yang adil dan ahli. Begitu juga kalau yang mengambilnya anak kecil, hendaknya
diurus oleh walinya.
2.
Barang yang di
dapat, sesuatu yang di dapat ada 4 macam :
a.
Barang yang
dapat disimpan lama, (seperti emas dan perak), hendaknya disimpan di tempat
yamng layak dengan keadaaan barang itu, kemudian diberitahukan kepada umum di
tempat-tempat yang ramai dalam masa satu tahun. Juga hendaklah di kenal
beberapa sifat, barang di dapatnya itu, umpamanya tempat, tutup, ikat,
timbangan, atau bilangannya. Sewaktu memberitahukannya hendaklah diterangkan
sebagian dari sifat-sifat itu jangan semuanya, agar tidak terambil oleh
orang-orang yang tidak berhak
b.
Barang yang
tidak tahan lama untuk disimpan, seperti makanan, barang yang serupa ini yang
mengambil boleh memilih antara mempergunakan barang itu, asal dia sanggip
menggantinya apabila bertemu dengan yang punya barang, atau ia jual, uangnya
hendaknya dia simpan agar kelak dapat dibrikannya kepada yang punya.
c.
Barang yang
dapat tahan lama dengan usaha, seperti susu, dapat disimpan lama apabila dibuat
keju. Yang mengambil hendaklah memperhatikan yang lebih berfaedah bagi yang
empunya (dijual atau dibuat keju)
d.
Sesuatu yang
berhajat pada nafkah, yaitu binatang atau manusia, anak kecil umpamanya.
Tentang binatang ada dua macam, pertama : binatang yang kuat, berarti dapat
menjaga dirinya sendiri terhadap binatang yang buas, seperti unta, kerbau,
kuda, binatang yang seperti ini lebih baik dibiarkan saja , tidak usah diambil
.kedua : binatang yang lemah, tidak kuat menjaga dirinya terhadap bahaya
binatang yang buas. Binatang seperti ini hendaklah diambil, karena ditakutkan
terancam bahaya dan dapat diterkam binatang buas[7],
sesudah diambil ia harus melakukan salah satu dari tiga cara:
1)
Disembelih
terus dimakan, dengan syarat ia sanggup membayar harganya apabila bertemu
dengan yang empunya.
2)
Dengan suka
rela memberi makan pada hewan tersebut.
3)
Menjualnya
kemudian menyimpan harganya. jika ternyata si pemilik datang kepadanya, maka
sipenemu harus memberikan sejumlah uang yang diperoleh dari penjualan hewan
tersebut.[8]
2.5 Macam-macam Benda yang Diperoleh
Terdapat macam-macam
benda yang dapat ditemukan oleh manusia, macam-macam benda temuan itu adalah
sebagai berikut :
1.
Benda-benda
tahan lama, yaitu benda-benda yang dapat disimpan dalam waktu yang lama.
2.
Benda-benda
yang tidak tahan lama, yakni benda-benda yang tidak dapat disimpan pada waktu
yang lama. Benda-benda seperti ini boleh dimakan atau dijual supaya tidak
tersia-siakan. Bila kemudian baru datang pemiliknya, maka penemu wajib
mengembalikannya atau uang seharga benda-benda yang dijual atau dimakan.
3.
Benda-benda
yang memerlukan perawatan.
4.
Benda-benda
yang memerlukan perberlanjaan, seperti binatang. Pada hakikatnya
binatang-binatang itu tidak dinamakan al-luqathah,
tetapi disebut al-dhalalah, yakni
binatang-binatang yang tersesat atau kesasar.
2.6 Mengenalkan Benda Temuan
Wajib bagi orang yang menemukan sesuatu dan mengambilnya untuk
mengamati tanda-tanda yang membedakannya dengan benda-benda lainnya, baik
berbentuk tempatnya atau ikatannya, demikian pula yang berhubungan dengan jenis
dan ukurannya, baik ditimbang, ditakar, maupun diukur.
Penemuan dan pengambilan barang yang ditemukan berkewajiban pula
memelihara benda-benda temuannya sebagaimana memelihara bendanya sendiri.
Benda-benda yang ditemukan tersebut sebagai wadhi’ah,
ia tidak berkewajiban menjamin apabila terjadi kerusakan atau kecelakaan
kecuali bila disengaja.
Setelah kedua kewajiban tersebut, dia juga berkewajiban
mengumumkannya kepada masyarakat dengan berbagai cara, baik dengan pengeras
suara, radio, televise, surat kabar, atau media masa lainnya. Cara
mengumumkannya tidak mesti setiap hari, tetapi boleh satu kali atau dua kali
dalam seminggu, kemudian sekali sebulan dan terakhir dua kali setahun.
Waktu-waktu untuk mengumumkan berbeda-beda karena berbeda-beda pula
benda yang ditemukan. Jika benda yang ditemukan harga 10 dirham ke atas,
hendaklah masa pemberitahuannya selama satu tahun, bila harga benda yang
ditemukan kurang dari harga tersebut maka boleh masa pemberitahuannya selama 3
atau 6 hari, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Thabrani dari
Ya’la ibn Murrah berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda:
ﻣَﻥ ﺍﻟﺗﻗﻃﺔ ﻟﻗﻃﺔ ﻳﺳﻳﺭﺓ ﺣﺑﻼ ﺍﻭﺩﺭﻫﻣﺎ ﺍﻭﺷﺑﻪ ﺫﻟﻙ ﻓﻟﻳﻌﺯ ﻓﻬﺎ ﺜﻼﺜﺔ ﺍﻳﺎﻡ ﻓﺎﻥ
ﻛﺎﻥ ﻗﻟﻕ ﺫﻟﻙ ﻓﻟﻳﻌﺭ ﻓﻪ ﺳﻧﺔ ﺍﻳﺎﻡ ﻓﺎﻥ ﺟﺎﻋ ﺻﺎ ﺣﺑﻬﺎ ﻭ ﺍﻻﻓﻟﻳﺗﺻﺩ ﻗﻬﺎ
Artinya
: “Barangsiapa yang memungut sesuatu
barang tercecer yang sedikit, misalnya seutas tali, satu dirham atau yang
seumpamanya, maka hendaklah diberitahukan selama tiga hari, jiika selama itu
pemiliknya tidak datang, hendaklah dishadaqahkan.”
Menurut hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud dari Jabir r.a berkata:
ﺭﺧﺹ ﻟﻧﺎ ﺭﺳﻭﻝﺍﷲ ﺹ ﻡﻓﻰ ﺍﻟﻌﺻﺎ ﻭﺍﻟﺳﻭ ﻃ ﻭﺍﻟﺣﺑﻝ ﻭﺍﺷﺑﺎ ﺑﻪ ﻳﻟﺗﻗﻃﻪ ﺍﻟﺭﺟﻝ
ﻳﻧﺗﻓﻊ ﺑﻪ
Artinya
: “Rasulullah saw. member keringanan
kepada kami mengenai penemuan tongkat, cambuk, tali, dan sebagainya yang
dipungut seseorang supaya dimanfaatkan (dipergunakan).”
Lalu bagaimana
pandangan dalam hukum Islam apabila seseorang memanfaatkan dan menggunakan
barang temuan tersebut:[9]
1.
Jika
barang tersebut merupakan sesuatu yang tidak terlalu berharga dimana si pemilik
yang kehilangan tersebut tidak terlalu mempedulikannya atau tidak sedih atas
kehilangan sesuatu tersebut seperti beberapa buah korma, anggur, jajanan,
tongkat, pakaian bekas dan yang semisalnya, maka diperbolehkan bagi yang
menemukannya untuk memakannya (jika itu makanan) atau mempergunakan dan
memanfaatkannya langsung tanpa harus mengumumkannya dan menjaganya. hal ini
sebagaimana yang disampaikan oleh Jabir r.a : "Rasulullullah Saw memberikan rukhsoh kepada kami pada tongkat, cambuk,
biji-bijian dan yang semisalnya, untuk mengambilnya dan memanfaatkannya"
(HR. Abu Daud)
2.
Jika
barang tersebut merupakan barang berharga, dimana si pemilik yang kehilangan
tersebut sedih dan merasa kehilangan yang sangat atas hilangnya barang
tersebut, maka diwajibkan kepada orang yang menemukannya untuk mengumumkannya
selama setahun penuh, baik itu di pintu-pintu masjid (papan pengumuman), dan
khalayak ramai, baik media cetak atau media lainnya seperti radio dan
sebagainya. jika selama tenggang satu tahun itu ada yang mengaku sebagai
pemiliknya dan dapat membuktikan kepemilikannya, maka barang tersebut harus
diserahkan. namun jika tidak ada, maka barang tersebut menjadi haknya. dia
boleh menggunakannya dengan catatan jika dikemudian hari sipemilik sahnya
datang, maka ia siap menggantinya.
3.
'Luqthotul Haram'
yang dimaksud dengan luqthotul haram
adalah barang temuan yang ditemukan ditanah suci Makkah. Tidak dibenarkan untuk
mengambil barang yang ditemukan ditanah suci, kecuali jika ia takut barang
tersebut hilang. dan bagi orang yang menemukannya, maka ia harus mengumumkannya
selama ia berada di Makkah, dan ketika ia hendak meninggalkan Tanah suci Makkah
maka ia harus menyerahkan barang tersebut kepada Hakim (orang yang berwenang
dalam hal tersebut). dan tidak dibenarkan sama sekali bagi penemunya untuk
memilikinya, apalagi memanfaatkannya.
4.
Luqthotul Hayawan
(barang temuan yang berupa binatang) atau disebut juga Dhoollatul hayawan (binatang hilang). jika hewan tersebut adalah
kambing yang ditemukan ditanah lapang (bukan ditempat gembalaan), maka
diperbolehkan untuk mengambilnya dan memanfaatkannya (memotongnya misalnya)
berdasarkan sabda Nabi diatas "untukmu,
atau saudaramu, atau serigala" , Namun jika hewan itu berupa Onta,
maka tidak dibenarkan untuk mengambilnya apalagi memanfaatkannya,
2.7 Hilang dan Rusaknya Luqathah
Luqathah adalah amanat bagi orang yang mengambil. Jika hilang, rusak,
berkurang nilainya tanpa sengaja, ia tidak menggantinya sebagaimana barang
titipan.
Jika orang mengambil luqathah merusaknya atau hilang karena
keteledoran, ia menggantinya dengan barang sejenis jika ada padanya, dan
mengganti harganya jika tidak ada padanya.
Jika yang mengambil luqathah meninggal dunia, ahli waris
menggantikan posisinya untuk menyelesaikan pengumuman jika belum genap setahun,
dan boleh memilikinya setelah setahun. Jika pemiliknya datang, pemilik itu
boleh mengambil barangnya dari ahli waris penemunya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebagaimana
yang telah dipaparkan dalam pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
barang temuan atau yang biasa disebut luqathah adalah segala macam benda yang
didapatkan dari tempat yang tidak diketahui pemiliknya. Adapun hukum asalnya
adalah sunah, dan hal ini bisa beribah sesuai dengan kondisi dari si penemu,
jika si penemu ingin menguasai barang yang ia temukan maka ia berkewajiban mengumumkan
baeang tersebut selama setahun jika barang yang ia temukan adalah barang yang
berharga, sedangkan untuk barang yang sepele maka cukup diberitahu sekiranya
sampai si pemilik tidak lagi mengungkitnya.
3.2 SARAN
Penulisan
makalah yang berjudul “Barang Temuan” ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan, oleh karena itu besar harapan penulis untuk mengkritisi makalah ini,
baik dari segi isi maupun dari segi
penulisan makalah.
Selanjutnya,
mudah-mudahan makalah ini dapat dimanfaatkan oleh semua pembaca dan dapat
dimanfaatkan. Atas kritik dan seran dari pembaca, penulis ucapkan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Suja’, Imam, Matn al Ghayah Wa al Taqrib, Toko
Buku Hidayah, Surabaya, NY
Mashud, Ibnu,
Fiqh Mazhab Syafi’i, PT. Pustaka Setia, Bandung, 2000
Rasjid,
Sulaiman, Fiqh Islam, PT. Sinar Baru, Bandung 1987
Sabiq, Sayyid,
Fiqih Sunnah 13, Pent. : Kamaluddin A. Marzuki, PT. Al Ma’arif, Bandung,
1987
Toha,
Sulaiman, Terjemahan Hadits Shahih Muslim, Pustaka al Husna,
Jakarta 1991
Sjamsudin, Anas Tohir, Himpunan Hukum Islam, Al
Ikhlas, Surabaya,1982
Prof. Dr.H. Rachmat Ayaf’i, MA. 2001.Fiqh
Muamalah,Bandung: Pustaka Setia Bandung,cet 10.
Sabil Al- Farizi. 2011. Ahkamul Luqothoh (Hukum Barang
Temuan)http://ibilizy.blogspot.com/2011/11/ahkaamul-luqothoh-hukum-barang-temuan.html
[1] Lihat Sayyid
Sabiq, Fiqih Sunnah 13, Pent. : Kamaluddin A. Marzuki (Bandung :PT. Al Ma’arif,
1987),Cet. I, hal. 85
[2] Sulaiman Toha, Terjemahan Hadits Shahih Muslim,
(Jakarta : Pustaka al Husna, 1991), Cet. III, hal.33
[3] Hanya
berlaku di daerah selain Tanah Suci, ditanah suci mengambil barang temuan
hukumnya haram kecuali untuk dikenalkan, hal ini sebagaimana hadis nabi “ Tidak
boleh mengambil barang temuan kecuali orang yang akan mengumumkannya” Sulaiman
Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung : PT. Sinar Baru, 1987), hal. , lihat juga
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 13, Pent. : Kamaluddin A. Marzuki (Bandung :PT. Al
Ma’arif, 1987),Cet. I, hal. 86
[5] Ibid
0 komentar: