Stay in touch
Subscribe to our RSS!
Oh c'mon
Bookmark us!
Have a question?
Get an answer!

Makalah akhlak tasawuf tentang hubungan tasawuf dengan ilmu jiwa agama

0 komentar





AKHLAQ TASAWUF
 





HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU JIWA AGAMA


Dosen Pengampu : Agus Sholikhin,S.Si.,M.Pd.I







DISUSUN OLEH :

·       IMAM MAHFUD
·       DEA KOMALASARI
·       M. TUFAKUL




SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
AS-SHIDDIQIYAH
TAHUN AKADEMIK 2015
JL. Lintas Timur Km.123 Desa Lubuk Seberuk Kec. Lempuing Jaya Kab. OKI Sum-Sel
30657
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidahnya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah tentang “Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Jiwa Agama”. Dan tidak lupa Sholawat beserta Salam tetap kami curahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad S.A.W. yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam terang benderang yakni agama Islam.
Tak Ada Gading Yang Tak Retak”. Kami menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia, apa bila ada kesalahan atau dari pembaca apa bila terdapat kesalahn dalam penulisan makalah ini guna perbaikan dalam pembuatan makalh kami yang selanjutnya.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Amin .  ya rabbal ‘Alamin .
Wassalamu”Alaikum. Wr. Wb

Lempuing  Jaya,   Maret 2015
                                                                                    PENULIS



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................... ii
DAFTAR ISI.............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Tasawuf........................................................................................ 2
2.2 Ilmu Jiwa Agama (Transpersonal Psikologi)................................ 3
2.3 Hakikat Ilmu Jiwa Agama............................................................ 4
2.4 Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Jiwa Agama............................ 5


BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................... 8
3.2 Saran............................................................................................. 8
         
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 9



BAB I
PENDAHULUAN

1.1         LATAR BELAKANG

Ilmu Tasawuf merupakan rumusan tentang teoritis terhadap wahyu-wahyu yang berkenaan dengan hubungan antara Tuhan dengan manusia dan apa yang harus dilakukan oleh manusia agar dapat berhubungan sedekat mungkin dengan Tuhan baik dengan pensucian jiwa dan latihan-latihan spiritual. Sedangkan ilmu kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tentang persoalan aqidah dan adapun filsafat adalah rumusan teoritis terhadap wahyu tersebut bagi manusia mengenai keberadaan (esensi), proses dan sebagainya, seperti proses penciptaan alam dan manusia. Sedangkan ilmu jiwa adalah ilmu yang membahas tentang gejala-gejala dan aktifitas kejiwaan manusia.

Maka dalam hal ini ilmu tasawuf tentunya mempunyai hubungan-hubungan yang terkait dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya, baik dari segi tujuan, konsep dan konstribusi ilmu tasawuf terhadap ilmu-ilmu tersebut dan begitu sebaliknya bagaimana konstribusi ilmu keislaman yang lain terhadap ilmu tasawuf. Maka dalam makalah kami ini kami membahas ilmu tasawuf dengan beberapa ilmu keislaman lainnya, diantaranya : ilmu kalam, ilmu filsafat, ilmu jiwa dan ilmu fiqih.

1.2         RUMUSAN MASALAH
1.      Apa Yang Dimaksud  Akhlak Tasawuf?
2.      Apa yang dimaksud dengan Ilmu Jiwa Agama (Transpersonal Psikologi)?
3.      Bagaiana hakekatnya ilmu jiwa agama?
4.      Bagaimana Hubungan antara Tasawuf dan Ilmu Jiwa Agama?



BAB II
PEMBAHASAN

2.1     TASAWUF
Tasawuf  adalah ajaran (cara dan sebagainya) otak mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah sehingga memperoleh hubungan langsung secara sadar denganNya.[1] Tasawuf, sebagai aspek mistisisme dalam Islam, pada intinya adalah kesadaran adanya hubungan komunikasi manusia dengan Tuhannya, yang selanjutnya mengambil bentuk rasa dekat (qurb) dengan Tuhan. Hubungan kedekatan tersebut dipahami sebagai pengalaman spritual dzauqiyah manusia dengan Tuhan, yang kemudian memunculkan kesadaran bahwa segala sesuatu adalah kepunyaan-Nya. Segala eksistensi yang relatif dan nisbi tidak ada artinya di hadapan eksistensi Yang Absolut.[2]
Salah satu disiplin ilmu yang berkembang dalam tradisi kajian Islam, selain Ilmu Kalam, Filsafat dan Fiqih. Tujuannya: memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang berada di hadirat Tuhan. Tasawuf berusaha mengetahui dan menemukan Kebenaran Tertinggi (Allah SWT); dan bila mendapatkannya, seorang sufi tidak akan banyak menuntut dalam hidup ini.[3]
Abu al-Wafa’al-Ganimi at-Taftazani (peneliti tasawuf) menyebutkan karakteristik secara umum, baginya tasawuf mempunyai 5 ciri umum, yaitu:
1.      Memiliki nilai-nilai moral
2.      Pemenuhan fana (sirna) dalam realitas mutlak
3.      Pengetahuan intuitif langsung
4.      Timbulnya rasa kebahagiaan sebagai karunia Allah SWT dalam diri sufi karena terciptanya maqamat (makam-makam atau beberapa tingkatan.
5.      Penggunaan simbol-simbol pengungkapan yang biasanya mengandung pengertian harfiah dan tersirat.[4]



2.2     ILMU JIWA AGAMA (TRANSPERSONAL PSIKOLOGI)
Dengan melihat pengertian psikologi dan agama serta objek yang dikaji, dapatlah diambil pengertian bahwa psikologi agama adalah cabang dari psikologi yang meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari seberapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya. Dengan ungkapan lain, psikologi agama adalah ilmu jiwa agama yakni ilmu yang meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku seseorang atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang yang menyangkut tata cara berpikir, bersikap, berkreasi dan bertingkah laku yang tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam konstruksi kepribadiannya.

Yang menjadi objek dan lapangan psikologi agama adalah menyangkut gejala- gejala kejiwaan dalam kaitannya dengan realisasi keagamaan (amaliah) dan mekanisme antara keduannya. Dengan kata lain, psikologia agama membahas tentang kesadaran agama (religious counciousness) dan pengalaman agama (religious experience)[5].

Objek pembahasan psikologi agama adalah gejala- gejala psikis manusia yang berkaitan dengan tingkah laku keagamaan, kemudian mekanisme antara psikis manusia dengan tingkah laku keagamaannya secara timbal balik dan hubungan pengaruh antara satu dengan lainnya.

Masih banyak ahli-ahli jiwa yang tidak mengakui adanya satu cabang Ilmu jiwa, yang berdiri sendiri, yang tidak yang khusus meneliti dan menyoroti masalah agama. Bahkan ada diantara orang-orang yang fanatik beragama, merasa takut akan berkurangnya penghargaan terhadap agama, apabila agama diteliti secara Ilmiah. Bahkan ada pula diantara ahli-ahli jiwa, yang merasa tidak perlu agama diteliti dan dipelajari dari segi psikologis, karena menurut anggapan mereka, metode-metode ilmiah-empiris tidak dapat digunakan terhadap agama.

Namun demikian, cabang Ilmu Jiwa yang masih muda itu tetap hidup dan berkembang untuk meneliti dan menjawab berbagai macam persoalan, yang ada sangkut pautnya dengan kenyakinan beragama. Berapa banyaknya peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang sukar untuk dimengerti tanpa menghubungkanya dengan agama.

Sebagai Contoh, mari kita perhatikan orang-orang dalam kehidupannya sehari-hari. Ada orang yang tampaknya tenang, bahagia dan suka menolong orang, padahal hidupnya sangat sederhana. Tengah malam ia bangun untuk mengabdi kepada tuhan. Sebaliknya ada orang yang tampaknya serba cukup, harta banyak, pangkat tinggi kekuasaan besar dan pengetahuab pun cukup, namun dalam hatinya penuh kegoncangan, jauh dari kepuasan, dirumah tangga selalu cekcok dan kehidupannya merupakan rangkaian dari kegoncangan dan ketidakpuasan.

Berapa banyak orang yang berubah jalan hidup dan kenyakinannya dalam waktu yang sangat pendek, dari seorang penjahat besar, tiba-tiba menjadi seorang yang baik, rajin dan tekun beribadah, seolah-olah ia dalam waktu yang singkatdapat berubah menjadi orang lain sama sekali. Dan sebaliknya juga ada terjadi, orang yang berubah dari patuh dan tunduk kepada agama, menjadi orang yang lalai atau suka menentang agama.

2.3     HAKIKAT ILMU JIWA AGAMA
Ilmu jiwa agama yakni ilmu yang meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku seseorang atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang yang menyangkut tata cara berpikir, bersikap, berkreasi dan bertingkah laku yang tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam konstruksi kepribadiannya.

Melalui ilmu jiwa dapat diketahui sifat-sifat psikologi yang dimiliki seseorang, jiwa yang bersih dari dosa dan maksiat serta dekat dengan Allah misalnya, akan melahirkan dan sikap yang tenang pula, sebaliknya jiwa yang kotor banyak berbuat kesalahan dan jauh dari Allah akan melahirkan perbuatan yang jahat, sesat dan menyesatkan orang lain.

Sedangkan objek pembahasan psikologi agama adalah gejala-gejala psikis manusia yang berkaitan dengan tingkah laku keagamaan, kemudian mekanisme antara psikis manusia dengan tingkah laku keagamaannya secara timbal balik dan hubungan pengaruh antara satu dengan lainnya.


2.4     HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU JIWA AGAMA

Tasawuf  dapat dijadikan pijakan jiwa alternative dalam menghadapi problem kehidupan yang semakin kompleks. Setiap orang membutuhkan pijakan dalam hidupnya untuk menyelesaikan berbagai problem kehidupan yang berimplikasi pada psikologi pada orang tersebut. Tasawuf dijadikan pijakan karena tasawuf lebih dekat dengan disiplin ilmu psikologi. Akan tetapi sering kedua kajian tersebut seakan terpisahkan, padahal objek kajian tasawuf, psikologi agama, dan kesehatan mental berurusan dengan soal yang sama, yakni soal jiwa.

Pembahasan tentang jiwa dan badan ini dikonsepsikan para sufi dalam rangka melihat sejauh mana hubungan perilaku yang dipraktikan manusia dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu dapat terjadi. Dari sini, baru muncul kategori-kategori perbuatan manusia, apakah dikategorikan sebagai perbuatan jelek atau perbuatan baik. Jika perbuatan yang ditampilkan seseorang baik, ia disebut orang yang berakhlak baik. Sebaliknya, jika perbuatan yang  ditampilkannya jelek, ia disebut sebagai orang yang berakhlak jelek.

Bagi orang yang dekat dengan Tuhannya, yang akan tampak dalam kepribadiannya adalah ketenangan. Perilakunya juga akan menampakkan perilaku dan akhlak-akhlak yang terpuji.

Dalam setiap akhlak dibutuhkan suatu penghayatan apakah akhlak itu baik atau buruk melalui kejiwaan kita sendiri dimana kita akan menilai seberapa kita mampu menjalankan segala sesuatu yang telah menjadi hak dan kewajiban kita sebagai muslim. Mengingat adanya hubungan dan relevansi yang sangat erat antara spiritualitas (tasawuf) dan ilmu jiwa, terutama ilmu kesehatan mental, kajian tasawuf tidak dapat terlepas dari kajian tentang kejiwaan manusia itu sendiri.

Seperti yang dikatan sebelumnya bahwa akhlak tasawuf ialah suatu mendekatkan diri kepada Allah SWT sedekat mungkin melalui penyesuaian rohani dan memperbanyak ibadah. Dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan akhlak dalam segi agama akhlak tasawuf lebih mendalam lagi, karenanya dibutuhkan keyakinan dalam kejiwaan seseorang, dalam hal ini ialah ilmu jiwa agama yang meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari seberapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya.

Dalam pembahasan tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan badan. Tujuan yang dikendaki dari uraian tentang hubungan antara jiwa dan badan dalam tasawuf adalah terciptanya keserasian antar keduanya. Pembahasan tentang jiwa dan badan ini dikonsepsikan para sufi untuk melihat sejauh mana hubungan prilaku yang diperaktekan manusia dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu terjadi, dari sini terlihatlah perbuatan itu berakhlak baik atau sebaliknya.

Ditekankanya unsur jiwa dalam konsepsi tasawuf tidak berarti mengabaikan unsur jasmani manusia. Unsur ini juga penting karena rohani sangat memerlukan jasmani dalam melaksanakan kewajibannya dalam beribadah kepada Allah. Seorang tidak mungkin sampai kepada Allah dan beramal dengan baik dan sempurna selama jasmaninya tidak sehat. Kehidupan jasmani yang sehat merupakan jalan kepada kehidupan rohani yang baik. Pandangan mengenai jiwa berhubungan erat dengan ilmu kesehatan mental yang merupakan bagian dari ilmu jiwa (psikologi)[6].

Orang yang sehat mentalnya adalah orang yang mampu merasakan kebahagiaan dalam hidup, dan pada mereka akan timbul perasaan tenang hatinya. Namun, bagi orang yang kurang sehat mentalnya hatinya tidak tenang sehingga menjauh dari Tuhannya. Ketidaktenangan itu menjelma menjadi prilaku yang tidak baik dan menyeleweng dari norma-norma yang ada.

Harus diakui, jiwa manusia seringkali sakit, ia tidak akan sehat sempurna tanpa melakukan perjalanan menuju Allah. Bagi orang yang dekat dengan Tuhannya, kepribadiannya tampak tenang dan prilakunya pun terpuji. Pola kedekatan manusia dengan Tuhannya inilah yang menjadi garapan dalam tasawuf, dari sinilah tampak keterkaitan erat antara ilmu tasawuf dan ilmu jiwa.






BAB III
PENUTUP
3.1     KESIMPULAN

Dari uraian diatas kami dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa ilmu tasawuf adalah suatu ilmu yang sangat penting dimiliki manusia karena dengan ilmu tasawuf jiwa kita lebih tenang dan damai. Dan bertasawuf bukanlah harus dengan bertarikat tapi hakikat ilmu tasawuf adalah pembinaan jiwa kerohanian sehingga bisa berhubungan dengan Allah sedekat mungkin.

Maka dengan begitu kita semua bisa bertasawuf walaupun apapun berprofesinya, karena inti tasawuf adalah terisinya jiwa dengan akhlak yang baik dan kesucian jasmani dan rohani dari akhlak yang tercela. Untuk itu menurut kami orang yang bisa menjaga dirinya dari kedua hal tersebut juga sudah dinamakan hidup bertasawuf.

Bahwa ilmu tasawuf adalah suatu ilmu yang sangat penting dimiliki manusia karena dengan ilmu tasawuf jiwa kita lebih tenang dan damai. Dan bertasawuf bukanlah harus dengan bertarikat tapi hakikat ilmu tasawuf adalah pembinaan jiwa kerohanian sehingga bisa berhubungan dengan Allah sedekat mungkin.

Hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Jiwa adalah Dalam pembahasan tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan badan. Pembahasan tentang jiwa dan badan ini dikonsepsikan para sufi untuk melihat sejauh mana hubungan prilaku yang diperaktekan manusia dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu terjadi, dari sini terlihatlah perbuatan itu berakhlak baik atau sebaliknya.

3.2     SARAN
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi  tentang ilmu tasawuf dan hubungan nya dengan ilmu jiwa agama, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.  
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rasihon, dan Dr. Mukhtar Solihin, M. Ag, Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2006.
Hasibuan, Armyn, Ilmu Tasawuf, Padangsidimpuan: STAIN Press, ttp.
Tebba, Sudirman, Tasawuf Positif, Bogor: Kencana, 2003.
Zahri, Mustafa, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, Surabaya: PT. Bina Ilmu, tt.
Solihin. Sejarah dan pemikiran Tasawuf di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia. 2001
Hadiyan. “Hubungan Tasawuf, Ilmu Kalam, Dan Filsafat” disampaikan pada Perkuliahan Tatap Muka Ke-4 Ilmu Tasawuf 8 November 2008. (online) avaible: google.com//download. diakses pada tangal 12 Maret Juli 2015



[1] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hal. 1147
[2] Solihin, Sejarah dan pemikiran Tasawuf di Indonesia, ( Bandung: Pustaka Setia, 2001), hal. 15
[3]Hadiyan, “Hubungan Tasawuf, Ilmu Kalam, Dan Filsafat”, disampaikan pada Perkuliahan Tatap Muka Ke-4 Ilmu Tasawuf 8 November 2008. (online) avaible: google.com//download, diakses pada tangal 16 Juli 2010
[4] Solihin, Op. Cit., Hal. 75
[5] Hasibuan, Armyn, Ilmu Tasawuf, Padangsidimpuan: STAIN Press, ttp. Hal. 56
[6] Tebba, Sudirman, Tasawuf Positif, Bogor: Kencana, 2003

0 komentar: