Makalah Sejarah Peradaban Islam tentang “ ISLAM INDONESIA : ZAMAN MODERN DAN KONTEMPORER ”
“ ISLAM INDONESIA : ZAMAN MODERN DAN KONTEMPORER ”
DISUSUN OLEH :
-
MISBAHUS SURUR
-
ALVI NUR IMAMAH
-
EPITA SARI
Dosen Pengampu
: Muhammad Rofi’i.S.Pd.I
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
AS-SHIDDIQIYAH
TAHUN AKADEMIK 2014 /2015
JL. Lintas Timur Desa Lubuk Seberuk
Kec. Lempuing Jaya Kab. OKI
Sum-sel 30657
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan
kehadirat Allah SWT, atas rahmatNya kami dapat merampungkan makalah ini untuk
memenuhi tugas mata kuliah Sejarah peradaban islam.
Kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat dalam mengantarkan mahasiswa-mahasiswi dalam
memahami “ ISLAM INDONESIA : ZAMAN MODERN DAN KONTEMPORER” yang merupakan salah satu indikator/tema dari
mata kuliah SEJERAH
PERADABAN ISLAM.
Ucapan terima kasih kami
sampaikan kepada Bapak Muhammad Rofi’i.S.Pd.I selaku dosen pengampu mata
kuliah Sejarah Peradaban Islam yang
telah membimbing kami dalam mempelajari mata kuliah SEJARAH PERADABAN ISLAM,
dan rekan-rekan yang selalu mengingatkan tugas-tugas ini dan memberikan ide-ide
yang positif untuk kami.
“Tidak ada gading yang tak
retak”, dengan segala kerendahan hati, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca.
Lempuing Jaya, Desember 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Depan................................................................................................ i
Kata
Pengantar................................................................................................. ii
Daftar Isi.......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.2
ISLAM DI INDONESIA PADA MASA MODERN................................... 2
2.2 MASA DEMOKRASI TERPIMPIN....................................................... 5
2.3 MASA
ORDE BARU.......................................................................... 5
2.4 KEBANGKITAN BARU ISLAM DI
MASA ORDE BARU.......................... 5
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN................................................................................. 8
Daftar Pustaka.................................................................................................. 9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG MASALAH
Kajian islam di dunia
kontemporer pada umumnya berkonsentrasi pada subjek materi tentang tipe-tipe
gerakan modernisasi yang beragam atau disebut-sebut sebagai fundamentalisme,
pada saat yang sama kaum muslimin terus menjalani hidup di dunia tradisi
meskipun adanya beberapa serangan terhadap pandangan tradisional di era modern.
Untuk memahami islam dewasa ini, pada langkah pertama sebelum yang lainnya
adalah penting untuk memiliki kesadaran akan sejarah agama-agama lain yang
tidak mengikuti satu alur yang sama.
Pembahuruan dalam islam
atau gerakan modern islam merupakan jawaban yang ditujukan terhadap krisis yang
dihadapi umat islam pada masanya.
Dengan kemunduran islam
pada zaman modern inilah membawa kami untuk menyingkap bagaimana sebenarnya perkembangan islam pada
masa modern.
1.2
RUMUSAN MASALAH
Bertitik tolak dari latar belakang
diatas maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah Gerakan Modernisasi Islam, Asal Usul, dan
Perkembangannya?
2.
Bagaimanakah Kemerdekaan Umat Islam?
3.
Bagaimanakah Organisasi Politik dan Organisasi Sosial Islam Dalam Suasana
Indonesia Merdeka?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ISLAM DI INDONESIA PADA MASA MODERN
2.1.1
Gerakan Modernisasi Islam, Asal Usul Dan Perkembangan
Pembaharuan
dalam islam atau gerakan modern islam merupakan jawaban yang ditujukan terhadap
krisis yang dihadapi umat islam pada masanya.[1][1] Gerakan modern disebut pula oleh Harun Nasution
sebagai zaman kebangkitan islam.[2][2]
Kemunduran
progresif kerajaan usmani yang merupakan pemangku khilafah islam, setelah abad
ketujuh belas, telah melahirkan kebangkitan islam dikalangan warga arab di
pinggiran imperium itu. Yang terpenting di antaranya adalah gerakan wahabi,
sebuah gerakan reformis puritanis( salafiyyah). Gerakan ini merupakan sasaran
yang menyiapkan jembatan ke arah pembaharuan islam abad ke-20 yang lebih
bersifat intelektual.
Gerakan pembaharuan ini adalah Jamaludin Al-Afghani(1897). Ia mengajarkan
solidaritas pan-islam dan pertahanan terhadap imperialisme Eropa, dengan
kembali kepada islam dalam suasana yang secara ilmiah dimodernisasi.
Gerakan
yang lahir di Timur Tengah itu telah memberikan pengaruh besar kepada
kebangkitan islam di Indonesia.
Bermula
dari pembaharuan pemikiran pemikiran dan pendidikan islam di Minangkabau, yang
disusul oleh pembaharuan pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat Arab di
Indonesia, kebangkitan islam semakin berkembang membentuk organisasi-organisasi
sosial keagamaan, seperti Sarekat Dagang Islam(SDI)di Bogor(1909)dan
Solo(1911), Persyarikatan Ulama di Majalengka, Jawa Barat(1911), Muhammadiyah
di Yogyakarta (1912), Persatuan Islam(Persis)di Bandung(1920-an), Nahdatul
Ulama(NU)di Surabaya(1926), dan Persatuan Tarbiyah Islamiah(Perti)di Candung,
Bukittinggi(1930), dan Partai-partai Politik, seperti Sarekat Islam(SI)yang
merupakan kelanjutan dari SDI, Persatuan Muslimin Indonesia(Permi)di Padang
Panjang(1932)yang merupakan kelanjutan, dan perluasan dari organisasi
pendidikan Thawalib, dan Partai Islam Indonesia(PII)pada tahun 1938.
Organisasi-organisasi
sosial keagamaan Islam dan organisasi-organisasi yang didirikan kaum
terpelajar, menandakan tumbuhnya benih-benih nasionalisme dalam pengertian
modern.
2.1.2
PERJUANGAN KEMERDEKAAN UMAT ISLAM
Nasionalisme dalam pengertian politik, baru muncul setelah H. Samanhudi
menyerahkan tampuk pimpinan SDI pada bulai Mei 1912 kepada HOS Tjokroaminoto
yang mengubah nama dan sifat organisasi serta memperluas ruang geraknya.
Sebagai organisasi politik pelapor nasionalisme Indonesia,SI pada dekade
pertama adalah organisasi politik besar yang mengrekrut anggotanya dari
berbagai kelas dan aliran yang ada di Indonesia. Waktu itu ideologi bangsa
memang belum beragam, semua bertekad ingin mencapai kemerdekaan.[3][3]
Dengan demikian, terdapat tiga kekuatan politik yang mencerminkan tiga
aliran ideologi “Islam”, komunisme dan nasionalis”sekuler”. Perpecahan antara
ketiga golongan tersebut, menurut Dealiar Noer, disebabkan oleh
pendidikan yang mereka terima bersifat Barat. Pendidikan belanda memang
diusahakan agar menimbulkan emansipasi dari agama di kalangan pelajar, sebab
agamalah yang terutama menimbulkan pergolakan politik di kalangan rakyat
Indonesia. Golongan sekular yang ditimbulkan oleh pendidikan itu kemudian
terpecah menjadi dua, komunis dan nasionalis “sekular”.
2.1.3 ORGANISASI POLITIK DAN ORGANISASSI SOSIAL ISLAM DALAM SUASANA
INDONESIA MERDEKA
1. Masa Revolusi dan Demokrasi Liberal
Pada waktu proklamasi
tanggal 17 Agustus 1945, piagam jakarta sama sekali tidak digunakan. Soekarno
Hatta justru membuat teks proklamasi yang lebih singkat, karena ditulis secara
tergesa-gesa. Perlu diketahui, menjelang kemerdekaan, setelah jepang tidak
dapat menghindari kekalahan dari tentara sekutu, BUPKI ditingkatkan menjadi
panitia persiapan kemerdekaan Indonesia(PPKI). Berbada dengan BUPKI yang khusus
untuk pulau jawa. PPKI merupakan perwakilan daerah seluruh kepulauan Indonesia.
Perubahanan itu menyebabkan banyak anggota BUPKI yang tidak muncul lagi,
termasuk beberapa orang anggota panitia sembilan. Persentase Nasional Islam pun
merosot tajam.
Oleh golongan
nasionalis”sekuler”, keputusan itu dianggap sebagai gentleman’s agrement kedua
yang menghapuskan piagam Jakarta sebagai gentleman’s agrement pertama.
Sementara itu keputusan yang sama dipanang oleh golongan nasionalis sebagai
menghianati gentleman’s agremant itu sendiri. Para nasionalisme Islam
mengetahui bahwa, Indonesia merdeka yang mereka perjuangkan dengan penuh
pengorbanan itu, jangankan berdasarkan Islam, piagam Jakarta pun tidak. Oleh
sebab itu, bisa dibayangkan bagaimana kecewanya para nasionalis Islam.
Yang sedikit agak
melegakan hati umat Islam keputusan Komite Nasional Indinesia Pusat (KNIP),
pengganti PPKI, yang bersidang tanggal 25, 26, dan 27 November 1945. Komite
yang dipimpin oleh Sutan Syahrir, pimpinan utama Partai Sosialis Indonesia
(PSI)itu antara lain , membahas usul agar dalam Indonesia merdeka ini agar
soal-soal keagamaan digarap oleh satu kementerian tersendiri dan tidak lagi
diperlakukan sebagai bagian tanggung jawab Kementerian Pendidikan. Sedikit
banyak, keputusan tentang Kementerian Agama ini merupakan semacam konsesi
kepada kaum Muslimin yang bersifat kompromi, kompromi antara teori sekuler dan
teori Muslim.
Pada tanggal 7 November
1945, Majelis Syura Muslimin Indonesia(Masyumi)lahir sebagai wadah aspirasi umat
islam, 17 Desember 1945 Partai Sosialis yang mengkristalisasikan falsafah hidup
Marxis berdiri, dan 29 Januari 1946, Partai Nasional Indonesia(PNI)yang
mewadahi cara hidup nasionalis”sekuler”pun muncul. Partai-partai yang berdiri
sesudah itu dapat dikategorikan menjadi tiga aliran utama ideologi yang
terdapat di Indonesia di atas. Partai-partai Islam setelah mereka selain
Masyumi adalah Partai Sarekat Islam Indonesia(PSII)yang keluar dari Masyumi
pada tahun 1947, Persatuan Tarbiyah Islamiah (Perti), dan Nahdatul
Ulama(NU)yang keluar dari Masyumi tahun 1952.
Usaha partai-partai islam
untuk menegakkan Islam sebagai ideologi negara di dalam konstituante mengalami
jalan buntu. Demikian juga dengan pancasila, yang oleh umat islam waktu itu,
dipandang sebagai milik kaum “anti Muslim”, setidak-tidaknya di
dalam konstituante memang, kesempatan untuk menyelesaikan konstituante masih
terluang, namun pekerjaannya diakhiri dengan Dekrit Presiden 1959,konstituante
dinyatakan bubar dan UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali. Dalam konsideran
Dekrit itu disebutkan bahwa piagam Jakarta menjiwai dan
merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan UUD 1945. Jelas, Dekrit
sebenarnya ingin mengambil jalan tenggah. Tapi, tapi Dekrit itu sendiri yang
menandai bermulanya suatu era baru, Demokrasi terpimpin, yang membawa kehidupan
Demokratis terancam dan berada dalam krisis. Masyumi yang sangat ketat
berpegang pada konstitusi, pada bulan Agustus 1960 diperintahkan Presiden
Sukarno bubar.
2.2 MASA DEMOKRASI TERPIMPIN
Dengan bubarnya Masyumi,
partai islam tinggal NU,PSII, dan Perti. Partai-partai ini, sebagaimana juga
Partai-partai lain, mulai menyusuiakan diri dengan keinginan Soekarno yang
tampaknya mendapat dukungan dari dua pihak yang bermusuhan, ABRI Dan PKI.
partai - partai islam itu
melakukan penyesuiaan-penyesuaian terhadap kebijaksanaan Soekarno, tetapi
secara keseluruhan, peranan partai-partai Islam mengalami kemerosotan. Tak ada
jabatan Menteri berposisi penting yang diserahkan kepada Islam, sebagaimana
yang terjadi pada masa Demokrasi Parlementer.
Di masa Demokrasi
terpimpin ini, Soekarno kembali menyuarakan ide lamanya Nasakom, suatu
pemikiran yang ingin menyatukan nasionalis ”Sekular”, Islam, dan Komunis. Akan
tetapi, idenya itu dilaksanakan dengan caranya sendiri. Masa Demokrasi
terpimpin itu berakhir dengan gagalnya gerakan 30 September PKI tahun 1965,
Umat Islam bersama ABRI dan golongan lainnya bekerjasama menumpas gerakan itu.
2.3
MASA ORDE BARU
Setelah Orde lama hancur,
kepemimpinnan berada di tangan Orde Baru. Tumbangnya Orde Lama yang Umat
Islam ikut berperang besar di dalam menumbangkannya- memberikan harapan baru
kepada Kaum Muslimin. Namun, kekecewaan barupun muncul di masa Orde Baru ini.
Umat Islam merasa, meskipun musuh bebuyutannya, komunis, telah tumbang,
kenyataan berkembang tidak seperti yang di harapkan. Rehabilitasi Masyumi,
Partai Islam berpenggaruh yang dibubarkan Soekarno, tidak diperkenankan.
Bahkan,tokoh-tokohnya juga tidak diizinkan aktif dalam partai Muslimin
Indonesia yang didirikan kemudian.
2.4
KEBANGKITAN BARU ISLAM DI MASA ORDE BARU
Meskipun umat Islam
merupakan 87 persen pendududk Indonesia, ide negara Islam secara terus-menerus
dan konsisten di tolak. Bahkan, partai-partai Islam, kecuali di awal pergerakan
nasional, mulai dari masa penjajahan hingga masa kemerdekaan, selalu mengalami
kekalahan. Malah dengan pembaharuan politik bangsa sekarang ini,
partai-partai(berideologi) Islam pun lenyap.
Untuk merumuskan situasi
baru itu sekaligus memasyarakatkan kebijakan tersebut, beberapa kalangan yang
sejak semula tidak melihat kemungkinan lain, menyelenggarakan forum-forum yang
berkenaan dengan aspirasi politik Islam. Balitbang Agama Depertemen Agama, untuk tujuan yang sama, menyelennggarakan
seminar dengan tema “Peranan Agama dalam Pemantapan ideologi Negara Pancasila.
Kesimpulan dari kegiatan-kegiatan itu tampaknya menyatakan bahwa aspirasi
keagamaan dalam kehidupan politik di Indonesia tetap akan tersalurkan. Bahkan
dengan kebijaksanaan yang dimaksudkan sebagai upaya modernisasi Politik bangsa
itu, Umat Islam, diuntungkan karna dapat melepaskan diri dari ikatan
primodialisme, pindah dari dunianya yang sempit kedunia yang lebih luas. Banyak
pemikiran Islam yang beranggapan, dengan ditariknya Islam dari level politik,
perjuangan kultural dalam pengertian luas menjadi sangat relevan, bahkan
mungkin dianggap justru lebih efektif.
Dalam pada itu, dekade
1970-an, kegiatan Islam semakin berkembang bila dibandingkan dengan waktu-waktu
sebelumnya. Terlihat, ada tanda-tanda kebangkitan Islam kembali dalam masa Orde
Baru ini. Fenomena yang sangat bisa dilihat adalah munculnya bangunan-bangunan
baru Islam; masjid-masjid, mushola-mushola, madrasah-madrasah, juga
pesantren-pesantren.
Disamping itu, sejak
dekade 1970-an, banyak bermunculan apa yang disebut intelektual muda Muslim
yang meskipun sering kontroversial, melontarkan ide-ide segar untuk masa depan
umat. Kebanyakan mereka adalah intelektual muslim berpendidikan “umun”. Yang
terakhir ini sangat mungkin adalah buah dari kegiatan-kegiatan organisasi-organisasi
mahasiswa Islam seperti himpunan mahasiswa Islam (HMI, berdiri tahun 1947) yang
cukup dominan di perguruan tinggi umum, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII, organisasi mahasiswa pada mulanya underbow NU), dan Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah(IMM).
Namun, tidak boleh
dilupakan Departemen Agama yang dibentuk sebagai konsesi bagi Umat Islam juga
banyak berjasa dalam membentuk dan mendorong kebangkitan islam tersebut. Empat
belas Institut Agama Islam Negeri (IAIN) induk dengan sekian banyak cabangnya
sangat berjasa menyiapkan guru-guru agama, pendakwah dan mubaligh dalam
kuantitas besar. Bahkan, depertemen agama secara terus menerus mengembangkan
dan meningkatkan mutu IAIN tersebut. Belum lagi, peranan depertemen ini dalam
membina madrasah dan pesantren-pesantren yang ada diseluruh wilayah Nusantara
ini.
Di samping itu,
organisasi-organisasi Islam terutama Muhammadiyah dan NU, dua organisasi
terbesar di tanah air, terus diperhatikan oleh setiap kekuatan politik,[4][4] pada periode 1980-an terdapat phenomena
meningkatnya penerbitan buku-buku agama, ceramah, seminar ilmiah serta
aktifitas keagamaan dikampus perguruan tinggi, juga padatnya jamaah mesjid,
semaraknya pengajian dikantor pemerintah maupun swasta hingga meriahnya Fashion
show dan berbagai peragaan busana muslim dihotel-hotel berbintang.[5][5]
Pengalaman di masa lampau
jelas mengambarkan bahwa suatu pemikiran akan berkembang secara fleksibel
apabila dia berakar dan mampu menjawab persoalan-persoalan nyata yang dihadapi
masyarakat. Apa yang kita saksikan sekarang ini merupakan perkembangan wajar
dari langkah-langkah yang sudah ditempuh di masa lalu.[6][6]
Islam pada hari ini
merupakan realitas yang hidup menghadapi tantangan-tantangan dan problematika
yang kompleks, namun tetap lebih memijakkan kakinya di atas akar tradisi Islam,
dan kebenaran-kebenarannya telah memandu takdirnya sejak turunnya wahyu Alquran
lebih dari 14 abad yang lalu. Pada jantung wahyu inilah berpijaknya doktrin
keesaan Allah dan keniscayaan bagi umat manusia untuk mengikrarkan ajaran
tauhid di dunia ini dalam kehidupan sehari-hari.[7][7]
Dalam islam modernisasi
berarti upaya yang sungguh-sungguh untuk melakukan re interpetasi terhadap
pemahaman, pemikiran dan pendapat tentang keislaman yang dilakukan oleh
pemikiran terdahulu untuk disesuikan dengan perkembangan zaman dengan demikian
yang diperbaharu adalah hasil pemikiran atau pendapat bukan mempebaharui atau
mengubahapa yang terdapat dalam al-quran maupun hadis, yang diperbaharui adalah
hasil pemahaman terhadap al-quran dan hadis.[8][8]
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Perkembang Islam pada masa
modern ini mempunyai banyak problema-problema dalam Negeri. Terutama masalah
politik. Islam dewasa ini perkembangannya dipenggaruhi oleh kekuatan politik
yang ada, seperti Partai-partai dan organisasi Islam (
Muhammadiyah dan NU).
Di samping itu, organisasi-organisasi
Islam terutama Muhammadiyah dan NU, dua organisasi terbesar di tanah air, terus
diperhatikan oleh setiapa kekuatan Di samping itu, organisasi-organisasi Islam
terutama Muhammadiyah dan NU, dua organisasi terbesar di tanah air, terus diperhatikan
oleh setiap kekuatan politik. Kebangkitan islam dewasa ini, bagaimanapun akan
mempunyai dampak politik juga. umat islam dengan segala keberaniannya telah
melepaskan suatu wadah politik. Dengan lapang dada, mereka menerima Pancasila
dan berharap dpat mengisinya dengan nilai-nilai agama.
Mereka ingin agar
pihak-pihak lain yang selama ini memandang curiga terhadap “Islam” dapat
mempercayai ulama-ulama dan tokoh-tokoh islam lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Faqih, Aunur Rahim.
1998. Pemikiran DanPeradaban Islam. Yogyakarta: UII Press
Mansur. 2004. Peradaban
Islam Dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta: Global Pustaka Utama
Nata, Abuddin.
2001. Peta Keragaman Pemikiran Islam Di Idonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Supriyadai, Dedi.
2008. Sejarah PeradabanIslam. Bandung: CV Pustaka Setia
Yatim, Badri. 2010. Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
0 komentar: