Stay in touch
Subscribe to our RSS!
Oh c'mon
Bookmark us!
Have a question?
Get an answer!

kaidah hukum islam

0 komentar




KAIDAH-KAIDAH HUKUM ISLAM
1. Prinsip-Prinsip Hukum Isalm
A. Meniadakan Kepicikan Dan Tidak Memberatkan (Adamul Haraj)
Tabi’at manusia tidak menyukai beban yang membatasi kemerdekaannya dan manusia senantiasa memperhatikan beban hukum dengan sangat hati-hati. Manusia tidak bergerak mengikuti perintah terkecuali kalau perintah-perintah itu dapat menawan hatinya, mempunyai daya dinamika, kecuali perintah yang dikerjakan dengan keterpaksaan. Syari’at Islam dapat nenarik manusia dengan amat cepat dan mereka dapat menrimanya dengan penuh ketetapan hati. Hal ini adalah karena Islam menghadapkan pembicaraannya kepada akal, dan mendesak manusia bergerak dan berusaha, serta memenuhi kehendak firtah yang sejahtra. Hukum Islam menuju kepada toleransi, persamaan, kemerdekaan, menyuruh yang ma’ruf mencegah yang munkar.
Tentang dasar-dasar hukum yang berpangkal kepada tujuan dan prinsif kemaslahatan, demikian pula tentang perubahan-perubahannya berhubung dengan perubahan waktu dan keadaan serta hubungan perubahan itu dengan ketentuan nash hukum. Bagian terbesar daripada ketentua-ketentuan hukum yang mungkin mendapat perubahan-perubahan itu, hanyalah aturan-aturan hukum yang berhubungan dengan soal perincian saja. Disamping itu, ada bagian hukum yang sifatnya umum yang juga mengenai muamalat yang tetap tidak berubah karena soal waktu, tempat atapun keadaan.
Hukum Islam senantiasa memberikan kemudahan dan menjauhi kesulitan, semua hukumnya dapat dilaksanakan oleh umat manusia. karena itu dalam hukum Islam dikenal isatilah rukhsoh.
B. Menyedikitkan Beban (Taklilu At-Takalif)
            Nabi melarang para sahabat memperbanyak pertanyaan tentang hukum yang belum ada yang nantinya akan memberatkan mereka sendiri, Nabi SAW justru menganjurkan agar mereka memetik dari kaidah-kaidah umum. Kita ingat bahwa ayat-ayat alqura’an tentang hukum hanya sedikit. Yang sedikit tersebut justru memberikan lapangan yang luas bagi manusia untuk berijtihaj. Dengan demikian hukum isalm tidaklah kaku, keras, dan berat bagi umat manusia.
Dugan-dugan atau sangkan-sangkaan tidak boleh dijadikan dasar penetapan hukum. Allah berfirman dalam surat 5 ayat 101:

$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qè=t«ó¡n@ ô`tã uä!$uô©r& bÎ) yö6è? öNä3s9 öNä.÷sÝ¡n@ bÎ)ur (#qè=t«ó¡n@ $pk÷]tã tûüÏm ãA¨t\ムãb#uäöà)ø9$# yö7è? öNä3s9 $xÿtã ª!$# $pk÷]tã 3 ª!$#ur îqàÿxî ÒOŠÎ=ym ÇÊÉÊÈ  
101. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.


C.  Ditetapkan secara bertahap (tadriijiyan)
Tiap-tiap masyarakat tentu mempunyai adat kebiasaan atau tradisi atau adat, baik tradisi tersebut meurupakan teradisi yang baik maupun terdisi yang membahayakan mereka sediri. Tradisi tersebut ada yang berurat dan berakar secara mendalam dalam darah daging mereka dan ada yang sifatnya hanya dangkal.
            Dengan mengingat faktor tradusi dan ketidak senangan manusia untuk menghadapi perpindahan sekaligus dari suatu keadaan ke keadaan  lain yang asing sama sekali bagi mereka, alqur’an diturunkan berangsur-angsur, surat demi surat ayat demi ayat sesuai dengan peristiwa, kondisi, dan situasi yang terjadi. Dengan cara demikian, hukum yang diturunkannya lebih disenangi oleh jiwa dan lebih mendorong kearah mentaatinya, serta bersiap-siap meninggalakan ketentuan lama dan menerima ketentuan baru.
D. Memperhatikan Kemaslahatan Manusia
            Hubungan sesama manusia merupakan manifestasi dari hubungan dengan pencipta jika baik hubungan dengan manusia lain, maka baik pula hubungan dengan penciptanya. Karna itu hukum islam menekankan kemanusiaan.
Dalam penetapan hukum senantiasa didasarkan pada tiga sendi pokok, yaitu:
  1. Hukum-hukum ditetapakan sudah masyarakat membutuhakan hukum-hukum itu.
2.      Hukum-hukum ditetapakan oleh sesuatu kekuasaan yang berhak menetapakan hukum dan menundukan masyarakat ke bawah ketetapannya.
  1. Hukum-hukum ditetapakan menurut kadar kebutuhan masyarakat.
Adapun tujuan syara dalam menetapakan hukum diantaranya:
1.      Memelihara kemasalahatan agama.
2.      Memelihara jiwa.
3.      memelihara akal.
4.      Memelihara keturunan.
5.      memelihara harta benda dan kehormatan.
E. Mewujudkan Keadilan Yang Merata.
Menurut syriat islam, semua orang sama. Tidak ada kelebihan seorang manusia dari yang lain dihadapan hukum. Penguasa tidak terlindung oleh kekuasaannya ketika ia berbuat kedoliman. Begitu pula orang kaya dan orang berpangkat. Dengan itu kaidah-kaidah umum yang harus di perhatikan dalam menerapakan hukum adalah:
1.      Mewujudkan keadilan.
2.      Mendatangkan kesejahtraan dan kemakmuran masyarakat.
3.      Menetapkan hukum yang berpadanan dengan keadaan darurat.
4.      Pembalasan harus sesuai dengan dosa yang dilakukan.
5.      Tiap-tiap manusia memikul dosanya sendiri.
2. Kaidah Hukum Dalam Islam
Para ulama ushul telah menetapakn sejumlah kaidah-kaidah tasyri yang wajib diketahui dan diperhatiakan oleh mereka yang hendak mentafsirkan nash-nash tasyri. Kaidah-kaidah itu dipetik dari penelitian hukum-hukum yang telah didatangkan nash untukanya serta illat-illat hukum-hukum itu, dan prinsip-prinsip syariat yang umum. Jelaslah bahwa syara bertujuan dari syariatnya mewujudkan maksud-maksud yang umum.
Secara etimologis, kaidah berarti asas. Dalam istilah ahli grmatika bahasa arab, ia bermaksud:



Artinya: “ dlobith yang mempunyai makna hukum kulli yang mencakup bagian-bagiannya (particular)”.
Sebagian ahli hukum merumuskan kaidah dengan:



Artinya:” Suatu hukum dominan yang mencakup seluruh bagiannya.”

Penyusun pemula kitab Qowa’id diperkirakan adalah Abu Thair Al-Dabbas, seorang ulama yang hidup pada abad III dan IV Hijriyah. Dia mengumpulkan sebanyak 17 buah kaidah yang terpenting dari madhab hanafi. Di antranya adalah lima kaidah yang menurut Al-Qadhi Husain merupakan kaidah induk yaitu:
a.                                                                                           : Segala sesuatu itu bergantung kepada maksud
  pelakunya.
b.                                                                                          : Kemudharatan itu harus di hilangkan
c.                                                                                           : Adat kebiasaan itu menjadi hakim
d.                                                                                          : Keyakinan itu tidak bisa di hilangkan lantaran
              munculnya   keraguan.
e.                                                                                           : Kesukaran itu mendatangkan kemudahan.
Kaidah-kaidah asasiyah adalah kaidah yang di pegang oleh semua madzhab, yang terdiri dari enam kaidah; yang keenamnya berbunyi:


Artinya:” Tak ada pahala tanpa niat”.
Adapun kaidah-kaidah ghair asasiyah, terdiri dari 19 kaidah dalam berbagai maudhu’. Dari 19 kaidah ini bercabang beberapa kaidah yang lain.
Dibawah ini disajikan sejumlah kaidah dalam:
A. Hukum Dharurat Dan Hajat
.   1.

“ Kesukaran itu mendatangkan kemudahan”

    2.

“ Kemudharatan itu harus di hilangkan”.

    3.

“ Keadaan-keadaan dharurat membolehkan sesuatu yang di hilangkan”.

    4.

“ Kemudharatan khusus dapat diambil demi menolak kemudharatan umum”.

    5.



“Menolak kerusakan harus didahulukan dari pada mengambil kemaslahatan”
    6.

“Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang lebih kuat”

    7.

“Hajat itu ditempatkan pada tempat darurat”


B.  Maksud dan Tujuan Perbuatan
1.

“Segala urusan itu didasarkan pada maksud”

2.


“Yang dihargai dalam bidang aqad itu makna dan tujuannya, bukan ucapan      dan perkataannya”

3.


“Keyakinan itu tidak dapat dihilangkan dengan persangkaan”

C. Mempergunakan Adat Kebiasaan sebagai Dasar Hukum





Artinya: Adat (kebisaan) adalah sesuatu yang sudah dikenal masyarakat atau dikenal manusia dan telah menjadi kebiasaan yang digemari serta berlaku dalam perikehidupan mereka.


Kaidah-kaidah ini bertujuan untuk memelihara ruh Islam dalam membina hukum dan mewujudkan idea-idea yang tinggi, baik mengenai hak, keadilan, persamaan, maupun dalam memelihara maslahat, menolak mafsadat, serta memperhatikan keadaan dan suasana.

0 komentar: