Stay in touch
Subscribe to our RSS!
Oh c'mon
Bookmark us!
Have a question?
Get an answer!

Makalah Ulumul Qur'an Tentang Al-Muhkam dan Mutasyabih

0 komentar


MAKALAH ULUMUL QUR’AN
Tentang
Al-muhkam dan mutasyabih

Dosen Pengampu :
Dr. AGUS SHOLIKHIN,S.Si., M.Pd.I.




D I S U S U N :

SITI MUTMAINAH

PRODI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ( STAI )
AS-SHIDDIQIYAH
TAHUN AKADEMIK 2019
JL. Lintas Timur Desa Lubuk Seberuk Kecamatan Lempuing Jaya
Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sum-Sel
30657


KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya semata, kami dapat menyelesaikan Makalah dengan judul: Al-muhkam dan Mutasyabih”. Salawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para keluarga, sahabat-sahabat dan pengikut-pengikutnya sampai hari penghabisan.
Semoga dengan tersusunnya Makalah ini dapat berguna bagi kami semua dalam memenuhi tugas dari mata kuliah Ulumul Quran dan semoga segala yang tertuang dalam Makalah  ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi para pembaca dalam rangka membangun khasanah keilmuan. Makalah ini disajikan khusus dengan tujuan untuk memberi arahan da ntuntunan agar yang membaca bias menciptakan hal-hal yang lebih bermakna.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih terdapat banyak kekurangan danbelumsempurna. Untuk itu kami berharap akan kritik dan saran yang bersifat membangun kepada para pembaca guna perbaikan langkah-langkah selanjutnya.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua, karenakesempurnaanhanyamilik Allah SWT semata.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.

Lempuing Jaya,   Oktober 2019
Penulis



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Muhkam Dan Mutasyabih............................................. 2
B. Sejarah Ayat Muhkam Dan Mutasyabih.......................................... 4
C. Sebab-Sebab Terjadinya Tasyabuh Dalam Al-Quran..................... 5
D. Macam – Macam Ayat Muhkam Dan Mutasyabih.......................... 7
E. Hikmah Dan Nilai- Nilai Pendidikan Dalam Ayat- Ayat
     Muhkam Dan Mutasyabih............................................................... 8
F. Sikap Para Ulama Terhadap Ayat-Ayat Al-Mutasyabih.................. 10

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................... 13
B. Saran................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 15

BAB I
PENDAHULUAN
A.           LATAR BELAKANG
Al-Qur’an, selain merupakan wahyu, juga merupakan bagian kehidupan umat yang dapat membukakan mata hati dalam diri setiap insan. Firman Ilahi tersebut sudah dipandang sebagai kehidupan itu sendiri dan tidak semata-mata kitab biasa. Layaknya sebuah kehidupan, untuk dapat memahaminya biasanya diperlukan alat bantu yang kadang kala tidak sedikit. Pada masa-masa permulaan turunnya, Al-Qur’an lebih banyak dihafal dan dipahami oleh para sahabat nabi SAW. Sehingga kemudian tidak ada alternatif lain bagi para sahabat kecuali berupaya menulisnya. Apabila tidak dituliskan, maka mutiara yang bernilai demikian luhur dikhawatirkan akan bercampur dengan hal-hal lain yang tidak diperlukan. Sehingga, firman Ilahi yang mengiringi kehidupan umat Islam (dan juga seluruh umat manusia) telah tersedia dalam bentuk tertulis, bahkan berbentuk sebuah kitab. Oleh sebab itu, tidak dapat dihindari jika kemudian berkembang ilmu pengetahuan tentang Al-Qur’an yang tidak lain tujuannya untuk mempermudah dalam memahaminya. Salah satu ilmu pengetahuan tentang Al-qur’an adalah ilmu muhkam dan mutasyabih, biasa diartikan sebagai ilmu yang menerangkan tentang ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat.

B.            RUMUSAN MASALAH
1.             Apa Yang Dimaksud Dengan Muhkam Dan Mutasyabih?
2.             Bagaimana Sejarah Ayat Muhkam Dan Mutasyabih?
3.             Bagaimana Sebab-Sebab Terjadinya Tasyabuh Dalam Al-Quran?
4.             Sebutkan Macam – Macam Ayat Muhkam Dan Mutasyabih?
5.             Apa Hikmah Dan Nilai- Nilai Pendidikan Dalam Ayat- Ayat  Muhkam Dan Mutasyabih?
6.             Bagaimana Sikap Para Ulama Terhadap Ayat-Ayat Al-Mutasyabih?


BAB II
PEMBAHASAN

A.           PENGERTIAN MUHKAM DAN MUTSABIH
Muhkam berasal dari kata Ihkam, yang berarti kekukuhan, kesempurnaan, keseksamaan, dan pencegahan. Sedangkan secara terminologi, Muhkam berarti ayat-ayat yang jelas maknanya, dan tidak memerlukan keterangan dari ayat-ayat lain. Contoh: Surat Al-Baqarah ayat 83.
øŒÎ)ur $tRõs{r& t,»sVÏB ûÓÍ_t/ Ÿ@ƒÏäÂuŽó Î) Ÿw tbrßç7÷ès? žwÎ) ©!$# Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $ZR$|¡ômÎ) ÏŒur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ6»|¡uKø9$#ur (#qä9qè%ur Ĩ$¨Y=Ï9 $YZó¡ãm (#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qŸ2¨9$# §NèO óOçFøŠ©9uqs? žwÎ) WxŠÎ=s% öNà6ZÏiB OçFRr&ur šcqàÊ̍÷èB ÇÑÌÈ  
Artinya: “Dan (ingatlah) tatkala Kami membuat janji dengan Bani Israil, supaya jangan mereka menyembah melainkan kepada Allah, dan terhadap kedua Ibu Bapak hendaklah berbuat baik, dan (juga) kepada kerabat dekat, dan anak-anak yatim dan orang orang miskin , dan hendaklah mengucapkan perkataan yang baik kepada manusia, dan dirikanlah sholat dan keluarkanlah zakat. Kemudian, berpaling kamu , kecuali sedikit, padahal kamu tidak memperdulikan.

Kata Mutasyabih berasal dari kata tasyabuh, yang secara bahasa berarti keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaran antara dua hal. Tasyabaha, Isytabaha sama dengan Asybaha (mirip, serupa, sama) satu dengan yang lain sehingga menjadi kabur, tercampur. Sedangkan secara terminoligi Mutasyabih berarti ayat-ayat yang belum jelas maksudnya, dan mempunyai banyak kemungkinan takwilnya, atau maknanya yang tersembunyi, dan memerlukan keterangan tertentu, atau hanya Allah yang mengetahuinya. Contoh: Surat Thoha ayat 5.
ß`»oH÷q§9$# n?tã ĸöyèø9$# 3uqtGó$# ÇÎÈ  
 Artinya: (Allah) Yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas ‘Arasy’. [1]
Adapun menurut pengertian terminologi (istilah), muhkam dan mutasyabih memiliki arti sebagai berikut:
1.             Menurut kelompok Ahlussunnah, ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan gamblang, baik melaui takwil (metafora) ataupun tidak. Sementara itu, ayat-ayat mutasyabih adalah ayat-ayat yang maksudnya hanya dapat diketahui Allah, seperti saat kedatangan Hari Kiamat, keluarnya Dajjal, dan arti huruf-huruf muqaththa’ah.
2.             Menurut Al- Mawardi, ayat-ayat muhkam adalah yang maknanya dapat dipahami akal, seperti ayat-ayat mutasyabih adalah sebaliknya.
3.             Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya segera dapat diketahui tanpa penakwilan, sedangkan ayat-ayat mutasyabih memerlukan penakwilan untuk mengetahui maksudnya.
4.             Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang berbicara tentang kefarduan, ancaman, dan janji, sedangkan ayat-ayat mutasyabih berbicara tentang kisah-kisah dan perumpamaan.
Pada kesimpulannya, Muhkam adalah ayat-ayat yang maknanya sudah jelas, tidak samar lagi. Mutasyabih adalah ayat-ayat yang maknanya belum jelas.[2]


B.            SEJARAH AYAT MUHKAM DAN MUTASYABIH
Secara tegas dapat dikatakan bahwa asal mula adanya ayat-ayat muhkamah dan mutasyabihat ialah dari Allah SWT. Allah SWT memisahkan atau membedakan ayat-ayat yang muhkam dari yang mutasyabih, dan menjadikan ayat muhkam sebagai bandingan ayat yang mutasyabihat. Allah SWT berfirman:
uqèd üÏ%©!$# tAtRr& y7øn=tã |=»tGÅ3ø9$# çm÷ZÏB ×M»tƒ#uä ìM»yJs3øtC £`èd Pé& É=»tGÅ3ø9$# ãyzé&ur ×M»ygÎ7»t±tFãB (
Artinya: “Dia-lah yang telah menurunkan Al-Kitab (Alquran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Alquran, dan yang lain ayat-ayat mutasyabihat”. (Q. S. Ali Imron: 7)

Dari ayat tersebut, jelas Allah SWT menjelaskan bahwa Dia menurunkan Al-qur’an itu ayat-ayatnya ada yang muhkamat dan ada yang mutasyabihat. Menurut kebanyakan ulama, sebab adanya ayat-ayat muhkamat itu sudah jelas, yakni sebagaimana sudah ditegaskan dalam ayat 7 surah Ali Imran di atas. Di samping itu, Al Quran merupakan kitab yang muhkam, seperti keterangan ayat 1 surah Hud:
!9# 4 ë=»tGÏ. ôMyJÅ3ômé& .....mçG»tƒ#uä ÇÊÈ  
Artinya: “Suatu Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi”.

Juga karena kebanyakan tertib dan susunan ayat-ayat Al-qur’an itu rapi dan urut, sehingga dapat dipahami umat dengan mudah, tidak menyulitkan dan tidak samar artinya, disebabkan kebanyakan maknanya juga mudah dicerna akal pikiran. Tetapi sebab adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam Al-qur’an ialah karena adanya kesamaran maksud syarak dalam ayat-ayat-Nya sehingga sulit dipahami umat, tanpa dikatakan dengan arti ayat lain, disebabkan karena bisa dita’wilkan dengan bermacam-macam dan petunjuknya pun tidak tegas, karena sebagian besar merupakan hal-hal yang pengetahuannya hanya dimonopoli oleh Allah SWT.[3]

C.           SEBAB-SEBAB TERJADINYA TASYABUH DALAM AL-QURAN
 Imam Ar-Raghib Al- Asfihani  dalam kitabnya Mufradatil Qur’an menyatakan bahwa sebab adanya tasyabuh (kesamaran) dalam Al-qur’an itu pada garis besarnya ada 3 hal, sebagai berikut:
1.             Kesamaran dari aspek lafal saja. Kesamaran ini ada dua macam, sebagai berikut:
a.             Kesamaran dari aspek lafal mufradnya, karena terdiri dari lafal yang gharib (asing), atau yang musyatarak (bermakna ganda), dan sebagainya.
b.             Kesamaran lafal murakkab disebabkan terlalu ringkas atau terlalu luas.
2.             Kesamaran dari aspek maknanya, seperti mengenai sifat-sifat Allah SWT, sifat-sifat hari kiamat, sorga, neraka, dan sebagainya. Semua sifat-sifat itu tidak terjangkau oleh pikiran manusia.
3.             Kesamaran dari aspek lafal dan maknanya. Kesamaran ini ada lima aspek, sebagai berikut:
a.             Aspek kuantitas (al-kammiyyah), seperti masalah umum atau khusus. Contohnya, ayat 5 surah At-Taubah:
#sŒÎ*sù yn=|¡S$# ãåkô­F{$# ãPãçtø:$# (#qè=çGø%$$sù tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$# ß]øym ....óOèdqßJ?y`ur ÇÎÈ  
Artinya: “Maka bunuhlah kaum musyrikin itu di manapun kalian temukan mereka itu”.
Di sini batas kuantitasnya yang harus dibunuh masih samar.
c.             Aspek cara (al-kaifiyyah), seperti bagaimana cara melaksanakan kewajiban agama atau kesunahannya. Contohnya, ayat 14 surah Thoha:
......


 ÎTôç6ôã$$sù ÉOÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# ü̍ò2Ï%Î! ÇÊÍÈ  
Artinya: “Dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku (Allah)”.

Dalam ayat ini terdapat kesamaran, dalam hal bagaimana cara salat agar dapat mengingatkan kepada Allah SWT.
d.            Aspek waktu, seperti batas sampai kapan melaksanakan sesuatu perbuatan. Contohnya, dalam ayat 102 surat Ali Imran:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qà)®?$# ©!$# ¨,ym ¾ÏmÏ?$s)è? Ÿwur ¨ûèòqèÿsC žwÎ) NçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡B ÇÊÉËÈ  
Artinya :  Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam”.

Dalam ayat ini terjadi kesamaran, sampai kapan batas taqwa yang benar-benar itu.
e.             Aspek tempat, seperti tempat mana yang dimaksud dengan balik rumah, dalam ayat 189 surah Al-Baqarah:
........3 }§øŠs9ur ŽÉ9ø9$# br'Î/ (#qè?ù's? šVqãŠç6ø9$# `ÏB $ydÍqßgàß ÇÊÑÒÈ....  
Atinya: “ Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah, juga samar”.
Tempat mana yang dimaksud dengan baliknya rumah, juga samar.
Aspek syarat-syarat melaksanakan sesuatu kewajiban juga samar, seperti bagaimana syarat sahnya salat, puasa, haji, nikah, dan sebagainya.[4]


D.           MACAM – MACAM AYAT MUHKAM DAN MUTASYABIH
Sesuai dengan sebab-sebab adanya ayat mutasyabihat dalam Al-qur’an dengan adanya kesamaran maksud syarak dalam ayat-ayat-Nya sehingga sulit dipahami umat, tanpa dikatakan arti yang lain, disebabkan karena bisa dita’wilkan dengan bermacam-macamayat mutasyabihat itu ada 3 macam, sebagai berikut:
1.             Ayat-ayat mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat manuia, kecuali Allah SWT.
Contohnya seperti Dzat Allah SWT, hakikat sifat-sifat-Nya, waktu datangnya hari kiamat dan sebagainya. Hal-hal ini termasuk urusan-urusan ghaib yang diketahui Allah SWt, seperti ayat 34 surah Lukman:
¨bÎ) ©!$# ¼çnyYÏã ãNù=Ïæ Ïptã$¡¡9$# Ú^Íit\ãƒur y]øtóø9$# ÞOn=÷ètƒur $tB Îû ÏQ%tnöF{$# ( $tBur Íôs? Ó§øÿtR #sŒ$¨B Ü=Å¡ò6s? #Yxî ( $tBur Íôs? 6§øÿtR Ädr'Î/ <Úör& ßNqßJs? 4 ¨bÎ) ©!$# íOŠÎ=tæ 7ŽÎ6yz ÇÌÍÈ  

Artinya: “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat., dan Dialah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.”
2.             Ayat-ayat mutasyabihat yang dapat diketahui oleh semua orang dengan jalan pembahasan dan pengkajian yang mendalam.
Contohnya seperti merinci yang mujmal, menentukan yang musytarak, mengqayyidkan yang mutlak, menertibkan yang kurang tertib, dan sebagainya.
Ayat-ayat mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu dan sain, bukan oleh semua orang, apalagi orang awam. Hal-hal ini termasuk urusan-urusan yang hanya diketahui oleh Allah SWT dan orang-orang yang rosyikh ilmu pengetahuannya, seperti keterangan ayat 7 surah Ali Imrom:
uqèd üÏ%©!$# tAtRr& y7øn=tã |=»tGÅ3ø9$# çm÷ZÏB ×M»tƒ#uä ìM»yJs3øtC £`èd Pé& É=»tGÅ3ø9$# ãyzé&ur ×M»ygÎ7»t±tFãB ( $¨Br'sù tûïÏ%©!$# Îû óOÎgÎ/qè=è% Ô÷÷ƒy tbqãèÎ6®KuŠsù $tB tmt7»t±s? çm÷ZÏB uä!$tóÏGö/$# ÏpuZ÷GÏÿø9$# uä!$tóÏGö/$#ur ¾Ï&Î#ƒÍrù's? 3 $tBur ãNn=÷ètƒ ÿ¼ã&s#ƒÍrù's? žwÎ) ª!$# 3 tbqãź§9$#ur Îû ÉOù=Ïèø9$# tbqä9qà)tƒ $¨ZtB#uä ¾ÏmÎ/ @@ä. ô`ÏiB ÏZÏã $uZÎn/u 3 $tBur ㍩.¤tƒ HwÎ) (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇÐÈ  
Artinya : Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.

E.            HIKMAH DAN NILAI- NILAI PENDIDIKAN DALAM AYAT- AYAT MUHKAM DAN MUTASYABIH
Al-Quran adalah rahmat bagi seluruh alam, yang didalamnya terdapat berbagai mukzijat dan keajaiban serta berbagai misteri yang harus dipecahkan oleh umat di dunia ini. Alloh tidak akan mungkin memberikan sesuatu kepada kita tanpa ada sebabnya. Di bawah ini ada beberapa hikmah tentang adanya ayat-ayat muhkan dan mutasyabih, diantara hikmahnya adalah :
1.             Andai kata seluruh ayat Al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat muhkamat, maka akan sirnalah ujian keimanan dan amal karena pengertian ayat yang jelas.
2.             Apabila seluruh ayat Al-Qur’an mutasyabihat, niscaya akan padamlah kedudukannya sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia orang yang benar keimanannya yakin bahwa Al-Qur’an seluruhnya dari sis Allah, segala yang datang dari sisi Allah pasti hak dan tidak mungkin bercampur dengan kebatilan.
žw ÏmÏ?ù'tƒ ã@ÏÜ»t7ø9$# .`ÏB Èû÷üt/ Ïm÷ƒytƒ Ÿwur ô`ÏB ¾ÏmÏÿù=yz ( ×@ƒÍ\s? ô`ÏiB AOŠÅ3ym 7ŠÏHxq ÇÍËÈ  
Artinya: “Tidak akan datang kepadanya (Al-Qur’an) kebatilan, baik dari depan maupun dari belakang, yang diturunkan dari Tuhan yang Maha Bijaksana lagi Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji”.(Q.S. Fushshilat [41]: 42)

3.             Al-Qur’an yang berisi ayat-ayat muhkamat dan ayat-ayat mutasyabihat, menjadi motivasi bagi umat Islam untuk terus menerus menggali berbagai kandungannya sehingga kita akan terhindar dari taklid, membaca Al-Qur’an dengan khusyu’ sambil merenung dan berpikir.
4.             Ayat-ayat Mutasyabihat ini mengharuskan upaya yang lebih banyak untuk mengungkap maksudnya, sehingga menambah pahala bagi orang yang mengkajinya. Jika Al-Quran mengandung ayat-ayat mutasyabihat, maka untuk memahaminya diperlukan cara penafsiran dan tarjih  antara satu dengan yang lainnya. Hal ini memerlukan berbagai ilmu, seperti ilmu bahasa, gramatika, ma’ani, ilmu bayan, ushul fiqh dan sebagainya. Apabila ayat-ayat mutasyabihat itu tidak ada niscaya tidak akan ada ilmu-ilmu tidak akan muncul.
Menurut Yusuf Qardhawi, adanya muhkam  dan mutasyabih sebenarnya merupakan ke-mahabijaksanaan-Nya Allah, bahwa Al-Qur’an ditujukan kepada semua kalangan, karena bagi orang yang mengetahui berbagai tabiat manusia, di antara mereka ada yang senang terhadap bentuklahiriyah dan telah merasa cukup dengan bentuk literal suatu nash. Ada yang memberikan perhatian kepada spritualitas suatu nash, dan tidak merasa cukup dengan bentuk lahiriyahnya saja, sehingga ada orang yang menyerahkan diri kepada Allah dan ada orang yang melakukan pentakwilan, ada manusia intelek dan manusia spiritual. mengajarkan ”ajaran” muhkam dan mutasyabih kepada manusia agar kita mengakui adanya perbedaan karakter pada setiap individu, sehingga kita harus menghargainya. Kalau kita sebagai guru, sudah sepatutnya meneladani-Nya untuk kita aplikasikan dalam menyampaikan pelajaran yang dapat diterima oleh peserta didik yang berbeda-beda dalam kecerdasan dan karakter.[5]

F.            SIKAP PARA ULAMA TERHADAP AYAT-AYAT AL-MUTASYABIH
Para ulama berbeda pendapat tentang apakah arti ayat-ayat mutasyabih dapat diketahui oleh manusia, atau hanya Allah saja yang mengetahuinya. Sumber perbedaan mereka terdapat dalam pemahaman struktur kalimat pada (QS. ‘Ali Imran : 7)
uqèd üÏ%©!$# tAtRr& y7øn=tã |=»tGÅ3ø9$# çm÷ZÏB ×M»tƒ#uä ìM»yJs3øtC £`èd Pé& É=»tGÅ3ø9$# ãyzé&ur ×M»ygÎ7»t±tFãB ( $¨Br'sù tûïÏ%©!$# Îû óOÎgÎ/qè=è% Ô÷÷ƒy tbqãèÎ6®KuŠsù $tB tmt7»t±s? çm÷ZÏB uä!$tóÏGö/$# ÏpuZ÷GÏÿø9$# uä!$tóÏGö/$#ur ¾Ï&Î#ƒÍrù's? 3 $tBur ãNn=÷ètƒ ÿ¼ã&s#ƒÍrù's? žwÎ) ª!$# 3 tbqãź§9$#ur Îû ÉOù=Ïèø9$# tbqä9qà)tƒ $¨ZtB#uä ¾ÏmÎ/ @@ä. ô`ÏiB ÏZÏã $uZÎn/u 3 $tBur ㍩.¤tƒ HwÎ) (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇÐÈ  
Artinya : Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.

Dalam memahami ayat tersebut, muncul dua pandapat. Yang pertama, tbqãź§9$#ur Îû ÉOù=Ïèø9$# di-athaf-kan pada lafazh Allah, sementara lafazh bqä9qà)tƒ   sebagai hal. Itu artinya, bahwa ayat-ayat mutasyabih pun diketahui orang-orang yang mendalami ilmunya. Yang kedua, Wa al-rasikhuna fi al-‘ilm sebagai mubtada’ dan yaaquluna sebagai khabar. Itu artinya bahwa ayat-ayat mutasyabih hanya diketahui oleh Allah, sedangkan orang-orang yang mempelajari ilmunya hanya mengimaninya.
Ada sedikit ulama yang berpihak pada ungkapan gramatikal yang pertama. Seperti Imam An-Nawawi, di dalam Syarah Muslim, ia berkata, “Pendapat inilah yang paling shahih karena tidak mungkin Allah mengkhitabi hamba-hamba-Nya dengan uraian yang tidak ada jalan untuk mengetahuinya.”.
Namun sebagian besar sahabat, tabi’in, generasi sesudahnya, terutama kalangan Ahlussunnah berpihak pada gramatikal ungkapan yang kedua. Seperti pendapat dari :
1)            Al-Bukhari, Muslim, dan yang lainnya mengeluarkan sebuah riwayat dari Aisyah yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda ketika mengomentari (QS. ‘Ali Imran ayat 7) :
“Jika engkau menyaksikan orang-orang yang mengikuti ayat-ayat mutasyabih untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, orang itulah yang dicela Allah, maka berhati-hatilah menghadapi mereka.”
2)            Ibn Abu Dawud, dalam Al-Mashahif,  mengeluarkan sebuah riwayat dari Al-A’masy. Ia menyebutkan bahwa diantara qira’ah Ibn Mas’ud disebutkan :
“Sesungguhnya penakwilan ayat-ayat mutasyabih hanya milik Allah semata, sedangkan orang-orang yang mendalami ilmunya berkata, “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabih.”
3)            Ath- Tabtani, dalam Al-Kabir, mengeluarkan sebuah riwayat dari Abu Malik Al-Asy’ari. Ia pernah mendengar Rasulullah SAW. Bersabda:
“Ada tiga hal yang aku khawatirkan dari umatku, yaitu pertama, menumpuk-numpuk harta sehingga memunculkan sifat hasad dan menyebabkan terjadinya pembunuhan. Kedua, mencari-cari takwil ayat-ayat mutasyabih padahal hanya Allah-lah yang  mengetahuinya...”
Sedang Ar-raghib Al-Ashfahany mengambil jalan tengah dalam masalah ini. Beliau membagi mutasyabih dari segi kemungkinan mengetahuinya menjadi tiga bagan:
1.             Bagian yang tidak ada jalan untuk mengetahuinya, seperti waktu tibanya hari kiamat.
2.             Bagian manusia menemukan sebab-sebab mengetahuinya, seperti lafadz-lafadz yang ganjil, sulit difahami namun bisa ditemukan artinya
3.             Bagian yang terletak di antara dua urusan itu yang hanya diketahui orang- orang yang mendalami ilmunya.


BAB III
PENUTUP

A.           KESIMPULAN
1.             Muhkam berarti ayat-ayat yang jelas maknanya, dan tidak memerlukan keterangan dari ayat-ayat lain. Mutasyabih berarti ayat-ayat yang belum jelas maksudnya, dan mempunyai banyak kemungkinan takwilnya, atau maknanya yang tersembunyi, dan memerlukan keterangan tertentu, atau hanya Allah yang mengetahuinya.
2.             Sejarah perkembangannya sebab adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam Alquran ialah karena adanya kesamaran maksud syarak dalam ayat-ayat-Nya sehingga sulit dipahami umat, tanpa dikatakan dengan arti ayat lain, disebabkan karena bisa dita’wilkan dengan bermacam-macam dan petunjuknya pun tidak tegas, karena sebagian besar merupakan hal-hal yang pengetahuannya hanya dimonopoli oleh Allah SWT.
3.             Sebab terjadinya tasyabuh dalam Alquran yaitu Kesamaran dari aspek lafal saja, kesamaran dari aspek maknanya, kesamaran dari aspek lafal dan maknanya.
4.             Macam – Macam Ayat Muhkam dan Mutasyabih:
a.             Ayat-ayat mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat manuia, kecuali Allah SWT.
b.             Ayat-ayat mutasyabihat yang dapat diketahui oleh semua orang dengan jalan pembahasan dan pengkajian yang mendalam.
c.             Ayat-ayat mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu dan sain, bukan oleh semua orang, apalagi orang awam.
5.             Hikmah adanya ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih:
a.             Andai kata seluruh ayat Al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat muhkamat, maka akan sirnalah ujian keimanan dan amal karena pengertian ayat yang jelas.
b.             Apabila seluruh ayat Al-Qur’an mutasyabihat, niscaya akan padamlah kedudukannya sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia orang yang benar keimanannya yakin bahwa Al-Qur’an seluruhnya dari sis Allah, segala yang datang dari sisi Allah pasti hak dan tidak mungkin bercampur dengan kebatilan.

B.            SARAN
Dalam memahami ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat tentunya akan menemui perbedaan antara ulama satu dengan yang lainnya. Maka dari itu, kita sebagi mahasiswa tidak sepantasnya saling salah menyalahkan pendapat satu dengan yang lainnya. Karena setiap pendapat yang dikeluarkan oleh para ulamak tentunya semuanya memiliki dasar. Kita harus lebih bijak dalam mengatasi perbedaan.


DAFTAR PUSTAKA

Anwar .Rosihon.2013.”Ulum  Al- Qur’an”. Bandung: CV Pustaka Setia
Abdul Djalal, 1998. Ulumul Qur’an , Dunia Ilmu Surabaya.
M.Yusuf,Kadar. 2014.”Studi Al-Qur’an” . Jakarta: Amzah
http://www.slideshare.net/azzaazza50746/makalah-muhkam-mutasyabih Diakses Pada Tanggal 16 Oktober 2019 Pukul 14.40 WIB




[1] http://www.slideshare.net/azzaazza50746/makalah-muhkam-mutasyabih Diakses Pada Tanggal 16 Oktober 2019 Pukul 14.40 WIB
[2] Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, Pustaka Setia, Bandung, 2013, halm 120-121.
[3] Abdul Djalal, Ulumul Qur’an , Dunia Ilmu, Surabaya, 1998, halm 243-244.
[4] Ibid, hal : 250-251.

0 komentar: