Makalah Ulumul Hadits Tantang KLASIFIKASI HADITS DITINJAU DARI BERBAGAI ASPEKNYA
MAKALAH ULUMUL HADITS
Tentang
KLASIFIKASI HADITS DITINJAU DARI BERBAGAI
ASPEKNYA
Dosen
Pengampu :
Ust.
MUHLISIN, M.Pd.I
D I S U S U N :
1. Anis Khusnul Khotimah
(2019 11 0012)
2. Sustina
(2019 11
0013)
Sekolah Tinggi
Agama Islam ( STAI )
AS-SHIDDIQIYAH
Tahun Akademik 2019
JL.
Lintas Timur Desa Lubuk Seberuk Kecamatan Lempuing Jaya
Kabupaten
Ogan Komering Ilir Provinsi Sum-Sel
30657
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr.
Wb.
Puji syukur kami
ucapkan kepada Allah Swt, yang telah memberikan rahmatnya kepada kami sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas ini. Tidak lupa pula kami kami ucapkan kepada
junjungan kami nabi Muhammad Saw. Yang telah memberikan pelajaran kepada kita
semua sebagai umat Islam.
Kepada dosen pembimbing
kami ucapkan banyak terimakasih atas bimbingannya sehingga kami dapat belajar Ulumul
Hadits di STAI As-Shiddiqiyah dengan baik.
Dan trimakasih kepada
seluruh pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung kami dalam menyelesaikan
tugas ini sehingga dapat akhir yang cukup memuaskan.
Inilah usaha keras
kami, kami harap dapat bemanfaat bagi pembaca umumnya dan bagi kami khususnya.
Akhir kata kami ucapkan banyak terimakasih dan mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Semoga bermanfaat. Amiiin.
Wassalamu’alaikum. Wr.
Wb.
Lempuing
Jaya, Oktober 2019
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah............................................................................ 1
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Klasifikasi Hadits Ditinjau Dari Bentuk Asal................................. 2
B.
Klasifikasi Hadits Ditinjau Dari Sifat Asal..................................... 5
C.
Hadits Berdasarkan Kwantitas
Sanad
Dan Perawinya................... 6
D.
Hadits Berdasarkan Kwalitas
Sanad............................................... 9
E.
Maqbul Dan Maqdud....................................................................... 11
F.
Berdasarkan Penisbatannya
(Sumber Hadits).................................. 11
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan...................................................................................... 16
B.
Saran................................................................................................ 16
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................... 17
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Di dalam
mengklasifikasikan hadîts, ulama hadîts berbeda-beda di dalam menetapkan jumlah
macam-macam hadîts. Ibn Taimiyah mengungkapkan, “secara umum, berdasarkan
keadaan Perawi dan keadaan matan hadits sangat banyak macamnya. Menurut Imam
Al-Nawâwiy pembagian hadîts mencapai 65 macam, menurut Al-Suyûtiy pembagian hadîts
mencapai 82 macam, menurut Ibn Katsîr sebanyak 65 macam dan Abu Fadhl
al-Jizâwiy –di dalam kitab Al-Turas- membaginya menjadi 63 macam.
Hal ini terjadi
karena mereka melihat klasifikasinya secara umum, dengan tidak melihat dan
menggunakan tipologi yang jelas.
Untuk memudahkan
pemahaman dan pengenalan hadîts nabi beserta istilah-istilah yang terkait
dengannya, maka pemakalah akan menjabarkannya di dalam makalah singkat yang
berjudul “Klasifiksi
Hadîts Ditinjau Dari Berbagai Aspek”. Pembahasannya meliputi: Pembagian hadîts berdasarkan
bentuk asal, pembagian hadîts berdasarkan sifat asal, pembagian hadîts
berdasarkan Jumlah periwayat, pembagian hadîts berdasarkan kwalitas serta
pembagian hadîts berdasarkan penisbatan.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana Klasifikasi Hadits Ditinjau
Dari Bentuk Asalnya?
2.
Bagaimana Klasifikasi Hadits Ditinjau
Dari Sifat Asalnya?
3.
Bagaimana Klasifikasi Hadits Berdasarkan Kwantitas Sanad
Dan Perawinya?
4.
Bagaimana Klasifikasi Hadits Berdasarkan Kwalitas Sanadnya?
5.
Apa yang dimaksud dengan Maqbul Dan Maqdud
6.
Bagaimana Klasifikasi Berdasarkan Penisbatannya (Sumber Hadits)?
BAB
II
PEMBAHASAN
Hadits dapat diklasifikasi menjadi :
A.
KLASIFIKASI
HADITS DITINJAU DARI BENTUK ASAL
Ulama hadits mendefinisikan hadits secara bahasa
dengan الجديد (yang baru) dengan lawannya القديم (lama) dan secara umum yang
dimaksud dengannya adalah segala perkataan Nabi SAW yang dinukilkan dan
disampaikan oleh manusia baik dari segi mendengar atau segi wahyu dalam keadaan
terjaga atau pun tidur.
Sedangkan menurut istilah segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW berupa perkataan, perbuatan, ketetapan dan sifat. Didalam
buku Manhaj Naqd fi ulumil hadits,
Nuruddin Ithr mendefinisikan bahwa hadits segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi SAW berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, sifat kholqiyyah (penciptaan), Khuluqiyyah (Akhlak) atau apa saja yang
disandarkan kepada para sahabat dan tabi’in.[1]
Diantara contoh hadits yang menggambarkan akhlak
Nabi adalah
رمضان فى لناساأجود كان رسول كان و لناسا جود أ وسلم عليه
الله صلى الله
“Adalah
Rasulullah itu manusia yang penyantun dan lebih penyantun lagi dibulan
ramadhan”
dan contoh yang menggambarkan Nabi seorang manusia
ciptaan Allah SWT
بالقصير ولا, لبائن
ا بالطويل ليس,خلقا وأحسنه ,وجها كان الناس حسنأ وسلم عليه الله صلى اللهرسول
“Adalah
Rasulullah manusia yang paling baik/indah wajahnya, paling mulia akhlaknya,
tidak terlalu tinggi dan tidak pula terlalu pendek”.
a.
Hadits
Qouli
Hadits Qouli adalah semua ucapan Nabi SAW yang
disampaikan dalam berbagai macam tempat dan kesempatan, dan ulama ushul fiqh
juga mendefinisikan hadits Qouli dengan defenisi yang sama.[2]
Contoh hadits yang menggambarkan perkataan Nabi SAW:
... نوى ما امرء لكل
وإنما بالنيات لأعمال ا.إنما
“Sesungguhnya
setiap amal itu tergantung pada niatnya, dan bagi setiap seseorang akan
mendapatkan sesuatu ganjaran sesuai dengan apa yang diniatkan…"
...ولاضرارلاضرر
“Janganlah
membahayakan diri dan membahayakan bagi orang lain…”
b.
Hadits
Fi’li
Hadits fi’li adalah semua perbuatan Nabi SAW yang
diriwayatkan oleh para sahabat seperti wudhu nabi, tatacara pelaksanaan sholat,
pelaksanaan haji, dan lain sebagainya.[3]
Contoh hadits yang menggambarkan perbuatan Nabi SAW
:
مناسككم عنى خذوا
“Ambillah olehmu
tatacara manasik haji dariku”
Para ulama ushul fiqh juga mengelompokkan perbuatan
Nabi SAW kepada beberapa bagian :
1.
Jibilli/Jiblah
(perangai/tabiat), yaitu perbuatan atau pekerjaan Nabi SAW yang termasuk dalam
urusan tabiat seperti makannya nabi, minum, duduk, dsb.
2.
Qurb
(pendekatan/dekat), seperti ibadah sholat, puasa, shodaqoh, dsb.
3.
Mu’amalah (hukum syar’i yang mengatur
kepentingan individu dengan lainnya), seperti jual beli, perkawinan, pertanian,
dsb.[4]
Adapun kandungan hukum yang terdapat dalam perbuatan
Rasulullah SAW tersebut, bahwasanya fi’liyah Rasulullah SAW adalah
pekerjaan-pekerjaan Nabi yang menjadi penerang bagi kita dalam melaksanakan
perintah Allah SWT seperti beliau mengerjakan sholat Zuhur empat rakaat,
Maghrib tiga rakaat, Isya empat rakaat, Ashar empat rakaat, dan Subuh dua rakaat.
Kesemuanya itu merupakan perbuatan Nabi yang berkedudukan sebagai hukum asal,
andaikata hukum asal yang dikerjakan Nabi itu wajib maka perkerjaan yang
menerangkan cara melaksanakan perintah yang wajib itu juga wajib.
c.
Hadits
Taqriri
Hadits taqriri (penetapan, pengukuhan atau isbat)
adalah semua yang diakui oleh Nabi terhadap yang bersumber dari salah satu
sahabat beliau, baik berupa perkataan dan perbuatan, meskipun perbuatan
tersebut dihadapannya atau tidak.[5]
Contoh
pertama
Taqrir dari
Nabi SAW terhadap kisah dua orang sahabat yang berada dalam perjalanan, ketika
telah masuk waktu sholat mereka tidak menemukan air untuk berwhudu, lalu mereka
bertayamum dan melakukan sholat, setelah beberapa saat dalam perjalanan mereka
menemukan air sebelum waktu sholat tersebut habis, kemudian salah seorang
diantara keduanya berwhudu dan mengulang sholatnya sedangkan yang lain tidak
mengulang sholatnya, kemudian sampailah hal ini kepada Rasulullah SAW, dan Nabi
membenarkan perbuatan keduanya.
d.
Hadits
Siffati
Hadits Siffati (na’at/sifat) adalah segala sesuatu
yang disandarkan kepada sifat dan kepribadian Nabi SAW, contoh : bahwasanya
Rasulullah itu bukanlah orang yang melampaui batas dan suka berkata kotor, yang
mempunyai watak yang keras, beliau juga bukan yang suka berteriak , keji, dan
juga bukan yang suka membuka cela/aib.[6]
B.
KLASIFIKASI
HADITS DITINJAU DARI SIFAT ASAL
Apabila hadits ditinjau dari sifat asal, hadits
terbagi kepada dua bagian, yaitu Hadits Nabawiy dan Hadits Qudsiy.
1.
Hadits Nabawiy :
Hadits yang disandarkan
kepada Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, dan sifat.
2.
Hadits Qudsiy :
Secara bahasa
adalah القدسيُّ dinisbahkan kepada (Al quds) yaitu : Suci dikarenakan
dinisbahkan hadits tersebut kepada dzat yang suci yaitu Allah Subhanahuwata’la.
Secara istilah
adalah hadits yang disandarkan oleh Nabi SAW kepada Allah SWT, maksudnya
periwayatan yang diberikan oleh Nabi bersumber dari Kalam Allah SWT, maka Rasul
hanya meriwayatkan dari segi lafaz saja
dan apabila seseorang meriwayatakan, maka periwayatannya dari Rasullah
yang bersandarkan kepada Allah SWT.
Dari segi
perbedaan kita dapat membedakan antara Hadits Nabawiy dengan Hadits Qudsiy dan
hadits Qudsiy dengan Al Quran :
Hadits Qudsiy
dengan Hadits Nabawiy :
a.
Hadits Qudsiy maknannya dari sisi Allah
yang disampaikan kepada Rasulullah SAW dengan metode seperti metode turunnya
wahyu dan tidak langsung dispesifikasikan kepada Rasul dan Rasulullah SAW
mengatakan كذاتعالى
الله قال sementara itu hafaz susunan katanya barulah dari sisi Rasulullah SAW.
oleh karena itulah dinamakan dengan قدسيّاً.
b.
Hadits Nabawiy tidak demikian halnya
karena hadits Nabawiy bersifat Taufiqiy, ditetapkan dengan ijtihad dan pendapat
Nabi SAW dari pemahamannya tentang al Quran dengan memperhatikan hakekat yang
terjadi.
Hadits
Qudsiy dengan Al Quran :
a.
Hadits Qudsiy lafaznya dari sisi Nabi
SAW dan maknanya dari Allah SWT dengan jalan ilham atau ketika tidur dengan
wahyu yang جليّ ataupun tidak. Sementara al-Quran lafaz dan maknanya murni dari
Allah SWT melalui wahyu yang جليّ dengan perantaraan malaikat Jibril AS dalam
keadaan terjaga dan bukan dalam kondisi tidur atau pun dengan ilham.
b.
Hadits Qudsiy sah menggunakan
periwayatannya dengan makna, adapun al-Quran diharamkan riwayatnya dengan
makna.
c.
Hadits Qudsiy tidaklah beribadah dalam
membacanya, sementara al-quran beribadah dalam membacanya.
d.
Al Quran al Karim adalah mu’jizat Allah
SWT yang kekal abadi yang berurutan lafaz kalimat, huruf, susunan katanya,
adapun hadits Qudsiy tidaklah berurutan dan tidak pula mu’jizat.
e.
Al Quran diharamkan menyentuhnya bagi
orang yang berhadas/tidak suci, sementara hadits qudsiy tidak demikian halnya.[7]
C.
HADITS BERDASARKAN KWANTITAS SANAD DAN PERAWINYA
1.
Hadits Mutawatir
Secara etimologi
berarti beriringan, berurutan, berkesinambungan, kontinyu. Sedangkan secara
terminologi berarti hadits yang diriwayatkan oleh banyak perawi dalam setiap
generasi sanad, mulai awal (shahabat nabi) hingga akhir (perawi, penulis hadits).
Syarat hadits
mutawatir :
§
Rawi
haditsnya segolongan orang banyak.
§
Mereka
mustahil melakukan kebohongan karena rawi-rawi itu orang banyak yang
berbeda-beda kalangan dan profesi.
§
Rawi
yang yang banyak itu meriwatyatkan pada rawi yang banyak pula, mulai dari permulaan
hingga akhir sanad.
§
Bersifat
indrawi (diterima oleh panca indra).
Hadits mutawatir
dibagi menjadi :
a.
Mutawatir
lafdhi
Yaitu
mutawatir dalam satu masalah yang diriwayatkan dengan menggunakan lafadz
(susunan kata) satu atau lebih namun satu makna yakni dalam konteks masalah
itu.
b.
Mutawatir
ma’nawi
Adalah
hadits yang isinya diriwayatkan secara mutawatir dengan bentuk matan yang
berbeda-beda. Umumnya hadits mutawatir dalam jenis ini berupa riwayat tentang
perilaku nabi terhadap lingkungan, cara nabi saw. mengangkat kedua tangan dalam
berdo’a, dan sebagainya.
2.
Hadits
Ahad
Secara harfiah
kata âhâd (آحاد) merupakan bentuk
jamak dari kata ahad (أحد) yang berarti yang satu, tunggal. Jika dikatakan
khabar wahid maka maksudnya adalah khabar atau hadits yang diriwayatkan oleh
seorang pribadi (sendiri). Jadi, Hadits Ahad (الحديث الآحاد) adalah hadits yang
diriwayatkan oleh satu orang atau dua orang saja, atau bahkan oleh sedikit
orang, atau seorang saja, dan selanjutnya masing-masing perawi menyampaikan
haditsnya kepada seorang, atau dua orang saja. Jumlah perawi yang demikian
dalam setiap tahap tidak menjadikan haditsnya terkenal sebagaimana jenis
lainnya.
Klasifikasi hadits
ahad :
a.
Hadits
masyhur
Adalah
hadits yang diriwayatkan oleh 3 perawi atau lebih pada setiap tingkat sanadnya
di masing-masing jalur, dan tidak melebihi jumlah sanad untuk periwayatan
hadits mutawatir.
Hadits
masyhur dikelompokkan menjadi :
§
Hadits
yang masyhur dikalangan para Ahli Hadits (ahl al-hadits, الحديث أهل) secara
khusus.
§
Hadits
yang masyhur dikalangan ahli hadits sendiri dan kalangan lainnya (‘Ulama dan
‘awam).
§
Hadits
yang masyhur dikalangan para Ahli Fiqh (al-Fuqaha`, الفقهاء).
§
Hadits
yang masyhur dikalangan para Ahli Ushul (al-Ushuliyyun, الأصوليّون).
§
Hadits
yang masyhur dikalangan para Ahli Nahwu (al-Nuhah, النحاة).
§
Hadits
masyhur yang terkenal dikalangan masyarakat umum.
b.
Hadits
aziz
Kata
‘Aziz berarti yang mulia, utama,
kuat, dan sangat. adalah hadits yang mempunyai dua jalur sanad, yang
masing-masing terdiri atas dua orang rawi pada setiap level sanadnya. Atau
dengan kata lain, hadits ‘aziz adalah hadits yang mempunyai dua sistem sanad
(isnadan, إسنادان).
c.
Hadits
gharib
Menurut
etimologi berarti terasing/jauh dari tempat tinggalnya. Sedang menurut istilah
artinya hadits yang asing sebab hanya diriwayatkan oleh seorang rawi, atau
disebabkan karena adanya penambahan dalam matan atau sanad.
Hadits
gharib dibagi menjadi :
o
Gharib mutlak
Ialah hadits yang hanya
diriwayatkan oleh seorang rawi walaupun hanya dalam satu thabaqat (tingkatan).
o
Gharib nisbi
Ialah hadits dimana
kegharibannya ditentukan karena suatu segi, misalnya dari segi hanya
diriwayatkan oleh seorang rawi tertentu, dan sebagainya.
D.
HADITS BERDASARKAN KWALITAS SANAD
1.
Hadits Shahih
Kata shahih (صحيح)
berasal dari kata shahha (صحّ) dan shihhah (صحّة) yang berarti sehat, tidak
cacat. Hadits Shahih adalah hadits yang sanadnya bersambung proses periwayatan
oleh orang yang adil, dan kuat daya ingatnya dari orang yang serupa sifatnya,
serta terbebas dari keganjilan dan cacat.
Dikatakan dengan hadits shohih sekiranya memenuhi
criteria dibawah ini:[8]
1.
Sabadnya bersambung (dengan mendengar
setiap satu orang dari orang lain dari periwayatannya sampai ke atasnya).
2.
Adalatul al- Ruwah (adil dalam artian
orang tersebut benar-benar memiliki kemampuan untuk memikulnya dengan mengacu
kepada nilai-nilai taqwa dan wibawa).
3.
Dhabit (benar-benar terukur keabsahan
penerimaan darinya dengan mengacu kepada apa yang ia dengar dari seorang syekh
kemudian ia hafal dan ia berikan pula kepada yang orang lain).
4.
Terlepas dari kejanggalan dan cacat
(orang tersebut benar-benar yang paling terpercaya dari sumber pengambilan
periwayatan hadisnya tanpa ada cacat dan cela).
Ulama membagi hadits shohih menjadi kepada shohih
lizatihi dan shohih lighairihi. Shohih lizatihi
adalah hadits yang memenuhi criteria sebagai mana yang telah dijelaskan
sebelumya, sedangkan shahih lighairihi adalah hadits yang tidak memenuhi
criteria yang telah disebutkan tersebut secara maksimal, misalnya perawi yang
adil namun tidak sempurna kedhabitannya. Akan tetapi terdapat hadits dari jalur
yang berbeda yang menguatkannya, dan bisa jadi hadits dalam ketegori hasan yang
diriwayatkan dari beberapa jalur bisa menjadi derajat shahih lighairihi.
2.
Hadits Hasan
علة لاو شذوذ غير من ضبطه خف بعدل سنده
تصلا ما
“Hadits yang bersambung sanadnya yang diriwayatkan
oleh perawi yang adil namun lebih rendah kedhabitannya tanpa adanya syaz dan
illat”
Dapat kita bandingkan perbedaan antara hadits hasan
dan hadits shahih hanya terletak pada kedhabitan perawinya saja, hadist shohih
perawinya dalam tingkat kedhabitan sempurna dalam hadits hasan kurang sempurna.
Secara harfiah
kata hasan berarti bagus. Maka Hadits Hasan secara istilah didefinisikan
sebagai hadits yang bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh orang yang kurang
sempurna kredilitasnya.
3.
Hadits dhaif
Dla’if (ضعيف)
secara harfiah berarti lemah. Hadits Dla’if adalah hadits yang tidak memiliki
syarat sebagi hadits hasan karena hilangnya sebagian syarat.
Hukum-hukum hadits
dhaif :
Tidak boleh diamalkan, baik dijadikan landasan
menetapkan suatu hukum maupun sebagai landasan suatu aqidah, melainkan hanya
diperbolehkan dalam hal keutamaan amal.
Syarat membolehkan mengamalkan hadits dhaif menurut
Ibnu Hajar:
·
Hadits
dhaif itu mengenai keutamaan amal
·
Kualitas
kedhaifannya tidak terlalu sehingga tidak boleh mengamalkan hadits dari orang
pendusta dsb
·
Hadits
dhaif bersumber pada dalil yang bisa diamalkan
·
Pada
waktu mengamalkan hadits dhaif tidak boleh mempercayai kepastian hadits itu
(niat ikhtiat/berhati-hati dalam agama)
E.
MAQBUL DAN MAQDUD
1.
Hadits Maqbul
Kata Maqbul (مقبول)
secara harfiah berarti “diterima”. Hadits Maqbul adalah hadits yang bisa
diterima kehadirannya sebagai landasan beragama, baik dalam hal ibadah maupun
mu’amalah.
Tingkatan Hadits
Maqbul :
a.
Ma’mul
Bih (هب لوالمعم)
Yakni hadits yang seharusnya diamalkan pesan-pesannya
(wujub al-‘amal bih, وجوب العمل به), yakni hadits yang mutawatir, shahih,
shahih li ghairih, dan hasan.
b.
Ghair
Ma’mul Bih (به لمعمولا غير)
Yaitu hadits yang isinya tidak harus diamalkan, tetapi
cukup diambil sebagai sumber informasi, yaitu hadits ahad, dan hadits hasan li
ghairih.
2.
Hadits Mardud
Kata
mardud (مردود) berarti “ditolak”. Hadits
Mardud adalah hadits yang ditolak karena memiliki ciri-ciri yang sekaligus
alasan untuk ditolak antara lain sebagai berikut:
a.
Sanadnya
tidak bersambung, atau munfashil (منفصل)
b.
Terdapat
perawi yang cacat dalam sanad
c.
Cacat
matannya.
F.
BERDASARKAN PENISBATANNYA
(SUMBER HADITS)
1.
Hadits Marfu’
Kata marfu’ (مرفوع)
secara harfiah berarti diangkat atau terangkat hingga pada posisi yang tinggi.
Maka hadits marfu’ (المرفوع الحديث) adalah hadits yang oleh para muhadditsun
dinyatakan sebagai hadits yang disandarkan langsung pada nabi saw., baik
sanadnya bersambung secara utuh (muttashil) ataupun tidak secara utuh (ghair
muttashil), yakni terdapat sanad yang terputus didalamnya.
Macam-macam hadits
marfu’ :
a.
Marfu’ Tashrihi
Yaitu
hadits yang diketahui secara jelas dihubungkan kepada Nabi SAW, baik berupa
perkataan, perbuatan atau taqrir.
b.
Marfu’ Hukmi
Yaitu
hadits yang secara jelas oleh sahabat tidak dihubungkan kepada Nabi SAW melalui
kata-kata, misalnya, “Bahwa Rasulullah Saw bersabda “atau” bahwa Rasulullah saw
telah melakukan…”, atau “bahwa telah dilakukan didepan nabi SAW.
2.
Hadits Mauquf
Mauquf (موقوف) secara harfiah berarti berhenti atau
dihentikan. Maka yang dimaksud dengan hadits mauquf (ا الموقوفلحديث) adalah hadits
yang dinyatakan oleh seorang shahabi, baik dengan sistem sanad yang muttashil
pada nabi maupun munqathi’. Jadi hadits ini hanya berhenti pada level shahabi
sebagai sandaran informasi.
3.
Hadits Maqthu’
Kata maqthu’ (مقطوع)
berasal dari kata qatha’a (قطع) yang secara harfiah berarti terputus atau
diputuskan, yang berlawan kata washala (وصل) dengan arti sampai atau
bersambung. Maka yang dimaksud dengan hadits maqthu’ (مقطوعاللحديثا) adalah hadits
yang disandarkan kepada seorang tabi’in atau pengikut tabi’in, baik berupa
ucapan maupun perbuatan. Dikatakan terputus karena sanadnya tidak bersandar
langsung pada nabi atau bahkan tidak pada shahabat.
Di antara hadits-hadits
yang termasuk kategori tidak diterima atau ditolak
pada umumnya adalah hadits-hadits
yang merupakan cabang hadits dha’if dan hadits maudlu’.
Di antaranya
sebagai berikut :
a.
Hadits
mursal
Kata
mursal berarti melepaskan. Secara terminologi berarti hadits yang di marfu’kan
oleh tabi’i kepada Nabi saw. Artinya, seorang tabi’in secara langsung
mengatakan “Bahwasannya Rasulullah saw bersabda…”. Atau dapat pula diartikan
sebagai hadits yang disampaikan oleh seorang tabi’in, baik Tabi’in Besar maupun
Tabi’in Kecil, tanpa menyebut nama shahabat.
b.
Hadits
muallaq
Kata
muallaq berarti digantung. Sedang
menurut terminologinya yaitu hadits yang
perawinya gugur pada awal sistem sanad, baik seorang, dua orang, atau semuanya
kecuali seorang shahabi.
c.
Hadits
munqathi’
Munqathi’
secara harfiah berarti terputus. Hadits Munqathi’ (الحديث المنقطع) adalah hadits
yang dalam sistem sanadnya terdapat sanad yang terputus di dua fase secara
tidak berurutan, misalnya terputusnya sanad pada titik sanad ketiga dan pada
titik kelima.
d.
Hadits
mu’dhal
Secara
bahasa berarti dicelakakan. Maka secara terminologis Hadits Mu’dhal (المعضل الحديث)
adalah hadits yang dalam sistem sanadnya terdapat sanad yang terputus di dua
fase secara berurutan, misalnya terputus pada titik sanad ketiga dan pada titik
keempat.
e.
Hadits
matruk
Kata matruk (متروك) berarti yang ditinggal atau
ditinggalkan. Sedangkan yang dimaksud dengannya adalah hadits yang diriwayatkan
oleh seorang rawi yang tertuduh sebagai pendusta, baik terkait dengan masalah hadits
maupun lainnya, atau tertuduh sebagai seorang fasiq, atau karena sering lalai
ataupun banyak sangka.
f.
Hadits
munkar
Munkar
(منكر) secara harfiah berarti diingkari. Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh
seorang rawi yang lemah, yang menyalahi riwayat rawi yang tsiqah (terpercaya),
atau riwayat yang lebih lemah lagi.
g.
Hadits
muallal
Secara
harfiah, mu’allal (معلّل) berarti yang dicacat. Hadits Mu’allal yaitu hadits
yang di dalamnya terdapat sebab-sebab (‘illat) tersembunyi, hal mana
sebab-sebab tersebut baru diketahui setelah dilakukan penelitian yang mendalam,
dan secara lahiriah hadits tersebut mempunyai cacat.
h.
Hadits
mudhtharib
Mudltharrib
(مضطرب) secara harfiah berarti tercipta. Dan secara terminologis, Hadits
Mudltharrib (المضطرب الحديث) adalah hadits yang riwayatnya atau matannya
berlawan-lawanan, baik dilakukan oleh seseorang atau banyak rawi, dengan cara
menambah, mengurangi ataupun mengganti. Riwyatnya tidak dapat dianggap kuat
salah satunya, demikian pula matannya.
i.
Hadits
maqlub
Hadits
Maqlub (المقلوب الحدبث) adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang
di dalamnya terjadi keterbalikan, yakni mendahulukan bagian belakang, atau
membelakangkan yang terdahulu, baik berkenaan dengan sanad maupun matan. Secara
harfiah, kata maqlub (مقلوب) berarti dibalik atau terbalikkan.
j.
Hadits
mudraj
Mudraj
(مدرج) berarti dimasukkan atau dilesapkan (mudkhal, مدخل). Maka hadits mudraj
adalah hadits urutan isnadnya diubah, atau hadits yang telah disisipkan
perkataan orang lain ke dalam matannya, baik dari kelompok Shahabi maupun
tabi’in, untuk keperluan penjelasan terhadap makna yang dikandungnya. Jika hadits
yang demikian masih bisa dideteksi unsur penglesapannya kemudian disingkirkan
maka menjadi shahih, tetapi jika sulit disortir maka menjadi dla’if status
haditsnya.
k.
Hadits
mudhallas
Secara
harfiah kata mudallas (مدلّس) berarti menyembunyikan sesuatu yang cacat. Maka
secara terminologis hadits mudallas adalah hadits yang disamarkan (ditutupi)
unsur cacatnya dalam sanad, dan ditampilkan baiknya. Misalnya seorang rawi
menerima banyak hadits dari seorang gurunya lalu ia meriwayatkan sebuah hadits
yang tidak diambil dari gurunya tersebut tetapi dinyatakan darinya (demi
kebaikan) padahal diambilnya dari gurunya yang lain.
l.
Hadits
maudhu’
Hadits
Maudhu’ (الموضوع الحديث) adalah jelas-jelas ditolak dalam syari’at Islam tanpa
syarat. Dengan kata lain, hadits maudhu’ adalah hadits palsu.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Hadîts di bagi berdasarkan beberapa tipologi.
Pertama berdasarkan bentuk asal, hadîts dibagi menjadi empat yaitu: hadîts
Qauliy, hadîts fi’liy, hadîts Taqrîriy dan hadîts Shifatiy. Kedua berdasarkan
sifat asal, hadîts dibagi menjadi dua yaitu: hadîts Qudsiy dan hadîts Nabawiy.
Ketiga berdasarkan jumlah periwayat, hadîts dibagi menjadi dua yaitu: hadîts
Mutawâtir dan hadîts Ahad (Meskipun Hanafiyah membaginya menjadi tiga). Keempat
berdasarkan kwalitas, hadîts dibagi menjadi tiga yaitu: hadîts Shahîh, hadîts
Hasan dan hadîts Dha’îf . Terakhir berdasarkan penisbatan, hadîts dibagi
menjadi tiga yaitu: hadîts Marfû’, hadîts Mauqûf dan hadîts Maqtû’.
B.
SARAN
Dikarenakan para ulama hadîts berbeda-beda di dalam
menetapkan pembagian hadits, dan perbedaan itu adalah suatu yang wajar, selagi
dengan tipologi dan alasan yang jelas, maka ketika membahas macam-macam hadîts
perlu diketahui pembagian tersebut menurut siapa dan berdasarkan hal apa.
Sehingga tidak menimbulkan ketimpangan di dalam pembahasan yang terkait dengan
pembagian hadîts ini
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Oemar Hasyim, 2004. قواعد أصول الحديث Cairo: Maktabah al Azhar as Syarif
Al-Maliki,
Muhammad Alwi. 2009. “Ilmu
Ushul Hadits”.
Yogyakarta:
PUSTAKA PELAJAR.
Ithr,
Nuruddin, 2003. “Manhaj al-Naqd fi Ulum
al-hadits”. Beirut: Dar al-Fikri al-Mu’ashir
Rahman,Zufran.1995. “Kajian Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam”. Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya
Suparta, Munzier
dan Utang Ranuwijaya. 1993. “Ilmu Hadits”. Jakarta: Raja G.
Persada.
Zuhaili,
Wahbah.1998. “Ushul Fiqh al-islami”. Beirut:
Dar al-Fikr Jilid 1
____. “Klasifikasi Hadits” dalam
Subhi, Ash Shalih. 1995.
Membahas Ilmu-ilmu Hadits. Jakarta: Pustaka Firdaus.
http://firusdream.blogspot.com/2014/06/klasifikasi-hadis-dari-berbagai-aspek.html?m=1
Diakses Pada Tanggal 03 Oktober 2019 Pukul 20.45 WIB
http://sakban1.blogspot.com/2014/05/klasifikasi-hadits-ditinjau-dari.html?m=1
Diakses Pada Tanggal 03 Oktober 2019 Pukul 19.00 WIB
http://firusdream.blogspot.com/2014/06/klasifikasi-hadits-dari-berbagai-aspek.html?m=1
Diakses Pada Tanggal 03 Oktober 2019 Pukul 19.30WIB
Http://stitattaqwa.blogspot.com/2011/06/klasifikasi-hadits.html
Diakses Pada Tanggal 03 Oktober 2019 Pukul 19.22 WIB
[1] Nuruddin Ithr,
Manhaj al-Naqd fi Ulum al-hadits, (Beirut: Dar al-Fikri al-Mu’ashir, 2003), h.5
[2] Wahbah Zuhaili,
Ushul Fiqh al-islami, (Beirut: Dar al-Fikr, 1998), Jilid 1, h.450
[3] Ibid h.450
[4] Zufran Rahman,
Kajian Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya,
1995), h.11-12
[5] Ibid
[6] http://sakban1.blogspot.com/2014/05/klasifikasi-hadits-ditinjau-dari.html?m=1 Diakses Pada
Tanggal 03 Oktober 2019 Pukul 19.00 WIB
[7] . Ahmad Oemar
Hasyim, قواعد أصول الحديث (Cairo:
Maktabah al Azhar as Syarif,2004), h.25-26
[8] http://firusdream.blogspot.com/2014/06/klasifikasi-hadis-dari-berbagai-aspek.html?m=1 Diakses Pada
Tanggal 03 Oktober 2019 Pukul 20:45 WIB
izin copy kk, sebagai salah satu referensi tugas kuliah.
BalasHapusizin copy
BalasHapus