Makalah PENGARUH MODERNISASI PESANTREN TERHADAP EKSISTENSI SANTRI DALAM MENJAWAB TANTANGAN INDUSTRI 4.0
MAKALAH
PENGARUH MODERNISASI PESANTREN TERHADAP
EKSISTENSI SANTRI DALAM MENJAWAB TANTANGAN INDUSTRI 4.0
Makalah Ini Dibuat Untuk Mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah (KTI)
Di STAI As-Shiddiqiyah
D I S U S U N :
MILAWATUL HASANAH
NIM :
PRODI : MANAJEMEN
PENDIDIKAN ISLAM
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM ( STAI )
AS-SHIDDIQIYAH
TAHUN
AKADEMIK 2019
JL. Lintas Timur Desa Lubuk Seberuk Kecamatan Lempuing Jaya
Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sum-Sel
30657
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum.
Wr. Wb.
Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah
SWT karena atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya semata, kami dapat
menyelesaikan Makalah dengan judul: “Pengaruh Modernisasi Pesantren Terhadap Eksistensi Santri
Dalam Menjawab Tantangan Industri 4.0”. Shalawat dan salam semoga tetap
tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para keluarga, sahabat-sahabat dan
pengikut-pengikutnya sampai hari penghabisan.
Semoga dengan tersusunnya Makalah ini dapat berguna bagi
kami semua dalam memenuhi tugas dari mata kuliah Ulumul Quran dan semoga segala
yang tertuang dalam Makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis maupun bagi para pembaca dalam rangka membangun
khasanah keilmuan. Makalah
ini disajikan khusus dengantujuan untuk memberi arahan dan tuntunan agar yang
membacabisa menciptakan hal-hal yang lebih bermakna.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih terdapat banyak kekurangan danbelum sempurna. Untuk itu kami berharap akan kritik dan saran yang bersifat membangun
kepada para pembaca guna perbaikan langkah-langkah selanjutnya.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT
semata.
Wassalamu’alaikum.
Wr. Wb.
Lempuing
Jaya, Oktober 2019
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah............................................................................ 2
C. Tujuan.............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pondok Pesanteren........................................................ 3
B. Pengertian Santri.............................................................................. 4
C. Tujuan Pesantren.............................................................................. 6
D. Peran Pondok Pesantren
Dalam Pengembangan Masyarakat.......... 8
E. Tantangan Santri Di Era
Industri 4.0............................................... 10
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan...................................................................................... 14
B.
Saran................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dunia pondok pesantren
merupakan lembaga pendidikan Islam dimana didalamnya belajar ilmu agama.
Seperti kitab-kitab kalasik, dan kitab-kitab syariat lainnya. Dan pada
perkembangannya pondok pesantren mengalami kemajuan yang tidak hanya berkutat
pada pengkajian agama atau kitab-kitab klasik, Melaikan pengajaran tentang
ilmu-ilmu pengetahuan umum modern yang sudah diperkenalkan termasuk teknologi.
Adanya berbagai macam
bidang kemajuan keilmuan yang diadopsi oleh pesantren tetap menjadi perhatian
dan pengawasan pesantren, karena hal ini perlu dilakukan oleh pesantren untuk
mengantisipasi adanya masalah, utamanya dalam menyaring dampak negatif
keilmuan-keilmuan modern yang akan merusak citra pondok pesantren itu sendiri,
sehingga pemprogramannyapun dibatasi dan hanya sebagai kepentingan tertentu
saja.
Sehubungan dengan hal
tersebut pondok pesantren tidak hanya sebagai wadah pengkajian ilmu agama Islam
melainkan juga sebagai wahana pemberdaya umat. hal ini dikarenakan kemajuan
pondok pesantren dari masa ke masa, Seperti yang kita ketahui bersama bahwa
visi dan misi pondok pesantren bukanlah rahasia publik akan tetapi fungsi
maupun peran pesantren memanglah benar sebagai pemberdaya umat baik dari
berbagai bidang seperti; syi’ar keagamaan (dakwah) pengkajian kitab, sejarah,
seni budaya, ilmu pengatahuan alam, astronomi, teknologi, olahraga, politik,
bidang ekonomi, dan lain sebagainya.
Secara kasat mata ada
timbal balik antara pondok pesantren dan masyarakat (umat) tidak bisa
dipisahkan karena keduanya adalah dua sisi yang bersinambungan, olek karena itu
penyusun akan menguraikan peran pondok pesantren dalam pemberdayaan umat.
Dengan latar belakang diatas serta rumusan masalah yang diambil diharapkan
menjadikan titik temu bukti terhadap adanya judul makalah diatas.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah Yang Dimaksud Dengan Pondok
Pesanteren?
2.
Apakah Yang Demaksus Dengan Santri?
3.
Apa Tujuan Pesantren?
4.
Apakah Peran Pondok Pesantren Dalam
Pengembangan Masyarakat?
5.
Bagaimana Tantangan Santri Di Era
Industri 4.0 ?
C.
TUJUAN
1.
Untuk Mengetahui Pengertian
Pondok Pesanteren
2.
Untuk Mengatahui Pengertian
Santri
3.
Untuk Mengetahui Tujuan
Pesantren
4.
Untuk mengetahui Peran
Pondok Pesantren Dalam Pengembangan Masyarakat
5.
Untuk Mengetahui
Dan Mengimplementasikan Tantangan Santri Di Era Industri 4.0
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
PONDOK
PESANTEREN
Pondok
berasal dari Bahasa Arab funduuq (فندوق) yang berarti penginapan. asrama atau
wisma sederhana, karena pondok memang sebagai tempat penampungan sederhana dari
para pelajar/santri yang jauh dari tempat asalnya (Zamahsyari Dhofir, 1982: 18).[1]
Pesantren
merupakan lembaga dan wahana agama sekaligus sebagai komunitas santri yang “ngaji” ilmu agama Islam. Pondok
pesantren sebagai lembaga tidak hanya identik dengan makna keIslaman, tetapi
juga mengandung makna keaslian (indigenous) Indonesia, sebab keberadaannya
mulai dikenal pada periode abad ke 13-17 M, dan di jawa pada abad ke 15-16 M.[2]
Pesantren adalah
lembaga pendidikan keagamaan yang mempunyai ke-khas-an
tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Pendidikan di
pesantren meliputi pendidikan Islam, dakwah, pengembangan kemasyarakatandan
pendidikan lainnya yang sejenis. Para peserta didik pada pesantren disebut
santri yang umumnya menetap di pesantren. Tempat dimana para santri menetap, di
lingkungan pesantren, disebut dengan istilah pondok. Dari snilah timbul istilah
pondok pesantren.[3]
Pesantren merupakan
subkultur pendidikan di Indonesia sehingga dalam menghadapi pembaharuan akan
memberikan warna yang unik.[4]
Dari beberapa pendapat
diatas tidak dijumpai perbedaan dengan kata lain pandangan tokoh-tokoh terhadap
pondol pesantren memiliki kesamaan yang mana persamaan ini merujuk pada
pendidikan agama Islam yang berciri khas pengajian kitab kuning, pengajian
syariat Islam, dan ilmu agama.
Dalam penjelasan lain
disebutkan Pesantren adalah tempat para santri belajar ilmu agama Islam. Kata
pesantren berasal dari kata “santri” yang
artinya murid yang belajar ilmu agama Islam. Disebut pesantrian atau
pesantren karena seluruh murid yang belajar atau thalabul ilmi di pesantren
disebut dengan istilah santri. Tidak dikenal dengan sebutan siswa atau murid.
Sebutan santri merupakan konsep yang sudah baku, meskipun maknanya sama dengan
siswa, murid, atau anak didik.
Di indonesia pesantren
merupakan lembaga pendidikan yang sudah lama dikenal sejak zaman kolonial, umur
pesantren sudah sangat tua dan tidak pernah lekang diterpa oleh perubahan
zaman.[5]
Modernisasi telah
merambah ke berbagai bidang kehidupan umat manusia termasuk pesantren.
Modernisasi yang terjadi dan terlaksana di dunia pesantren memiliki
karakteristik tersendiri. Keunikan pesantren terletak pada kealotan dan kuatnya
proses tarik menarik antara sifat dasar
tradisional dengan potensi dasar modernisasi yang progresif dan senantiasa
berubah. Pesantren juga mempertahankan kesopanan (tatakrama) yang baik bagi
para santrinya dan menjadi hal yang paling utama dan sudah menjadi ciri khas di
berbagai pesantren yang ada di Indonesia khususnya di Madura.
B.
PENGERTIAN SANTRI
Istilah santri pada
mulanya dipakai untuk menyebut murid yang mengikuti pendidikan Islam. Istilah
ini merupakan perubahan bentuk dari kata shastri (seorang ahli kitab suci
Hindu). Kata Shastri diturunkan dari kata shastra yang berarti kitab suci atau
karya keagamaan atau karya ilmiah.[6]
Dari segi metode dan
materi pendidikan, kata ‘santri’ pun dapat dibagi menjadi dua. Ada ‘Santri
Modern’ dan ada ’Santri Tradisional’, Seperti halnya juga ada pondok modern dan
ada juga pondok tradisional.
Sedang dari segi tempat
belajarnya, ada istilah ‘santri kalong’ dan ‘santri mukim’. Santri kalong
adalah orang yang berada di sekitar pesantren yang ingin menumpang belajar di
pondok pada waktu-waktu tertentu tanpa tinggal diasrama pesantren. Sedangkan santri
mukim ialah santri yang menuntut ilmu di pesantren dan tinggal di asrama
pesantren (kobong).
Adapula yang
mendefinisikan santri sebagai sebuah singkatan dari gramatika arab, Hal itu
salah satunya disampaikan oleh KH. Daud Hendi (Pengurus Yayasan Ummul Quro),
beliau menjelaskan bahwa kata Santri jika ditulis dalam bahasa arab terdiri
dari lima huruf (سنتري), yang setiap
hurufnya memiliki kepanjangan serta pengertian yang luas.
§ Sin
(س) adalah kepanjangan dari سَافِقُ الخَيْرِ yang memiliki arti Pelopor kebaikan.
§ Nun
(ن) adalah kepanjangan dari نَاسِبُ العُلَمَاءِ yang memiliki arti Penerus
Ulama.
§ Ta
(ت) adalah kepanjangan dari تَارِكُ الْمَعَاصِى yang memiliki arti Orang yang
meninggalkan kemaksiatan.
§ Ra(ر) adalah kepanjangan dari رِضَى اللهِ yang
memiliki arti Ridho Allah.
§ Ya
(ي) adalah kepanjangan dari اَلْيَقِيْنُ yang memiliki arti Keyakinan.
Selain lima filosofi
kata santri diatas, beberapa sumber menyebutkan bahwa kata santri hanya berasa
dari empat huruf, yang antara lain terdiri dari sin, nun, ta, ra. Dan dari segi
pemaknaan pun memiliki beberapa perbedaan sebagaimana berikut:
§ Sin
: Satrul al aurah (menutup aurat)
§ Nun
: Naibul ulama’ (wakil dari ulama’)
§ Ta’
: Tarku al ma’ashi (meninggalkan kemaksiatan)
§ Ra’
: Raisul ummah (pemimpin ummat)
Bahkan, yang lainnya
malah menyebutkan bahwa kata santri sebagai sebuah singkatan dari bahasa
indonesia. Yang kepanjangannya tidak jauh beda dengan apa yang telah
dikemukakan di atas. Yakni:
§ S
: satir al-‘uyub wa al-aurat, Artinya menutup aib dan aurat. Yakni aib sendiri
maupun orang lai
§ A
: aminun fil amanah, Artinya bisa di percaya dalam megemban amanat.
§ N
: nafi’ al-‘ilmi, Artinya bermanfa’at ilmunya. Dan inilah yang sangat diidamkan
oleh semua santri. Ketika ia telah melalui masa-masa menimba ilmu, pasti
harapan akhirnya adalah mampu mengamalkan ilmu tersebut.
§ T
: tark al-ma’siat, Artinya meninggalkan maksiat.
§ R
: ridho bi masyiatillah, Artinya Ridho dengan apa yang diberikan Allah
§ I
: ikhlasun fi jami’ al-af’al, Artinya ikhlas dalam setiap perbuatan.[7]
Adapun dalam arti yang
sempit, santri adalah seorang pelajar sekolah agama. yang bermukim di suatu
tempat yang disebut pondok atau pesantren. Sedangkan dalam arti yang luas dan
yang lebih umum, santri mengacu pada identitas seseorang sebagai bagian dari
bebagai komunitas penduduk jawa yang menganut Islam secara konsekuen yang
sembahyang dan pergi ke masjid jika hari jum’at dan sebagainnya.
C.
TUJUAN
PESANTREN
Eksistensi pesantren
mutlak memiliki tujuan, tujuan pesantren tentu tidak akan lepas dari
kesinambungan visi dan misi pesantren itu sendiri, karena adanya pesantrenpun
didasari oleh tujuan. Sehubungan dengan hal itu dapat dibedakan tujuan umum dan
khusus didalam pesantren atau bisa dikatakan tujuan pesantren yang secara luas
dan sempit, tujuan pesantren secara umum/ luas ini merupakan tujuan yang memang
dimiliki oleh pluralitas pesantren dalam suatu wilayah, sedangkan tujuan
pesantren yang secara sempit/khusus merupakan tujuan yang dimiliki oleh satu
pesantren tertentu.
Tujuan institusional
pesantren yang lebih luas dengan tetap mempertahankan hakikatnya dan diharapkan
menjadi tujuan pesantren secara nasional pernah diputuskan dalam
Musyawarah/Lokakarya Intensifikasi Pengembangan Pondok Pesantren di Jakarta
yang berlangsung pada 2 s/d 6 Mei 1978: “Tujuan umum pesantren adalah membina
warga negara agar berkepribadian Muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam
dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi kehidupannya serta
menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat, dan negara”.
Adapun tujuan khusus
pesantren adalah sebagai berikut:[8]
1.
Mendidik siswa/santri
anggota masyarakat untuk menjadi seorang Muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT,
berakhlak mulia, memiliki kecerdasan, keterampilan dan sehat lahir batin
sebagai warga negara yang berpancasila.
2.
Mendidik siswa/santri
untuk menjadikan manusia Muslim selaku kader-kader ulama dan mubaligh yang
berjiwa ikhlas, tabah, tangguh, wiraswasta dalam mengamalkan sejarah Islam
secara utuh dan dinamis.
3.
Mendidik siswa/santri
untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan aar dapat
menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya dan
bertanggungjawab kepada pembangunan bangsa dan Negara
4.
Mendidik tenaga-tenaga
penyuluh pembangunan mikro (keluarga) dan regional (pedesaan/masyarakat
lingkungannya).
5.
Mendidik siswa/santri
agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai sektor pembangunan,
khususnya pembangunan mental-spiritual.
6.
Mendidik siswa/santri
untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat lingkungan dalam
rangka usaha pembangunan masyarakat bangsa.
D.
PERAN
PONDOK PESANTREN DALAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT
Pada masa sekarang umat
menghadapi tantangan berat dari pihak luar yang berimplikasi terhadap kehidupan
umat beragama. Tantangan itu mulai dari kolonialisme dan imperialisme yang
menghasilkan benturan keras antara kebudayaan barat dan kebudayaan Islam.
Sebagai respon dari tantangan diatas para pemikir intelektual muslim
melancarkan upaya modernisasi yang muncul dalam beragam dan karakteristiknya, modernisasi
pendidikan Islam adalah suatu hal yang sangat penting dalam melahirkan
peradaban Islam yang modern.
Pandangan Muchlis
Sholichin diatas dalam bukunya benar-benar fakta yang genting untuk dibahas dan
dibenahi, dimana perputaran zaman terus
mengeser pola pikir masyarakat dan gaya hidup masyarakat khususnya dalam
dinamikan agama. Dikaitkan dengan masalah tersebut nampak pesantren memiliki
tugas atau peran yang turut membendung problematika zaman, dengan kata lain
pesantren memiliki peran aktif untuk pengembangan masyarakat. Kembali pada
permasalahan diatas bahwa adanya kemajuan zaman mengeser pola pikir masyarakat
dalam setiap bidang kehidupan khususnya dalam beragama, masyarakat sudah mulai
dimasuki berbagai kecanggihan yang secara persentasenya berpengaruh besar
terhadap seluruh bidang kebutuhan masyarakat.
Akibatnya, jika tidak
ada yang berperan dalam menyaring bidang kemajuan tersebut maka masyarakat akan
menjadi rusak. Tentu, ini berimplikasi ke berbagai bidang yang dimiliki
masyarakat utamanya dalam beragama. Kekokohan beragama masyarakat akan merosot
dan masalah umat akan terus bermunculan, pertikaian, pertengkatan, permusuhan
dan lain sebagainya. Ada fakta yang sangat mendasar dalam problematika ini
seperti halnya:
1.
Merosotnya kekentalan
masyarakat dalam beragama
2.
Ideal masyarakat rendah
3.
Rendahnya minat
pendidikan masyarakat
4.
Dan lemahnya pengawasan
masyarakat terhadap penyimpangan
5.
Hanya gemar menjadi
konsomen barang teknologi
6.
Rendahnya kultur
masyarakat
Beberapa faktor diatas
adalah pemicu merosotnya pola pikir masyarakat utamanya dalam beragama.
Sehingga kemudian untuk mengantisipasi hal tersebut diatas keselurhannya adalah
dengan pengembangan pendidikan Islam yang tentunya dapat memperdayakan umat
(masyarakat).
Kemudian dalam
melakukan kegiatan pemberdayaan umat, peran pesantren haruslah:
1.
Menjadi sentral
pengembangan pendidikan agama Islam
2.
Menjadi wadah
pengembangan masyarakat
3.
Menjadi pensosialisasi
terhadap kemajuan zaman dan pengaruhnya
4.
Mengabdi dan ikut serta
dalam pembangunan masyarakat
5.
Menyediakan
bidang-bidang pengetahuan modern,
yakni :
a.
Bahasa
b.
Teknologi
c.
Sosial budaya
d.
Politik
e.
Olahraga
f.
Pertanian
g.
Ekonomi
6.
Mengembangkan potensi
masyarakat
7.
Menjadi pengawas
terhadap penyimpangan masyarakat
8.
Mengiring masyarakat
menuju masyarakat madani.
E.
TANTANGAN SANTRI DI ERA INDUSTRI 4.0
Santri Milenial dan
Pondok Pesantren harus mampu berinovasi dan memanfaatkan teknologi informasi
dan komunikasi (TIK) demi kemajuan bangsa.
Hadirnya gagasan Arus
Baru Ekonomi Indonesia sangat membutuhkan peran umat dan pesantren dalam
membangun ekonomi bangsa. Itulah yang menjadi perbincangan substansial pada
acara "Diskusi dan Launching Aplikasi Kopi Abah & Coffee Moving:
Tantangan Santri Usahawan (Gus Iwan) di
Era Digital di Balai Kartini, Jakarta, pada Rabu (9/10/2019).
Wakil Presiden
terpilih, KH Ma’ruf Amin mengatakan, tantangan Indonesia ke depan adalah
pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul. Dengan segala potensi yang
dimiliki tentu perlu ada program yang memiliki target untuk peningkatan soft
skill SDM, salah satu sasaran yang memiliki potensi besar adalah santri.
Menurut data
Kementerian Agama, hingga tahun 2016 jumlah santri mencapai 4.290.626. Apabila
sebagian jumlah santri tersebut telah lulus di tahun 2019, maka jumlah SDM
lulusan pesantren menjadi sebuah potensi yang perlu dikembangkan.
“Beranjak dari
persoalan tersebut Santri harus mengambil tanggungjawab dalam bagian perubahan
sosial dan penguatan ekonomi masyarakat Indonesia. Peran santri dalam
pembangunan ekonomi harus dikelola dengan baik,” kata Kiai Ma’ruf Amin saat
Launching Aplikasi Kopi Abah & Coffee Moving.
“Saya mengapresiasi
hadirnya SIMAC sebagai sebuah role model santri yang sukses dan keren, pemuda
masa kini dan masa depan yang mempunyai visi dalam hal ekonomi, keagamaan dan
nasionalisme kebangsaan harus bisa memberikan kontribusi terhadap pembangunan
nasional,” ujarnya.[9]
Ketua Umum Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siroj meminta santri pada era Revolusi Industri
4.0 jangan kehilangan diri yang berakhlak yang baik, hormat kepada kiai, dan
menjaga metode dakwah Walisongo.
"Santri juga harus
kreatif, inovatif, dan adaptif terhadap nilai-nilai baru yang baik sekaligus
teguh menjaga tradisi dan nilai-nilai lama yang baik," kata dia di
Jakarta, Selasa, dalam rangka peringatan Hari Santri Nasional 2019.
Dia mengatakan pribadi
santri disatukan dalam dasar dan prinsip perjuangan, latar belakang sejarah,
dan tujuan. Dasar perjuangan santri adalah memperjuangkan tegak lestarinya
ajaran Islam "ahlussunnah waljama’ah" yaitu Islam bermazhab.
"Demikian inilah
yang dicontohkan Walisongo. Islam tidak diajarkan dalam bungkusnya, tetapi
isinya. Bungkusnya dipertahankan dalam wadah budaya Nusantara, tetapi isinya
diganti dengan ajaran Islam," kata dia.
Walisongo, kata dia,
menjadikan budaya sebagai infrastruktur agama sejauh tidak bertentangan dengan
syariat, termasuk dalam hal ini adalah bentuk negara.
"Bentuk negara
apapun, asal syariat Islam dapat dijalankan masyarakat secara sah dan mengikat,
baik berbentuk republik, mamlakah, maupun emirat. Karena NKRI berdasarkan
Pancasila telah disepakati oleh para pendiri bangsa, seluruh warga negara,
termasuk santri, wajib patuh menjaga dan mempertahankan konsensus
kebangsaan," kata dia.
Soal latar belakang
santri, Said mengatakan jati diri santri adalah moralitas dan akhlak pesantren
dengan kiai sebagai simbol kepemimpinan spiritual.
Oleh karena itu,
katanya, meskipun santri telah melanglang buana, menempuh pendidikan hingga
mancanegara, dia tidak boleh melupakan jati dirinya sebagai santri yang hormat
dan patuh kepada kiai.
Terkat dengan tujuan
pengabdian santri, Ketum PBNU itu, mengatakan meninggikan kalimat Allah yang
paling luhur, yaitu tegaknya agama Islam rahmatan lil 'alamin adalah suatu
visi.[10]
Menurut Ketua Umum
Dewan Pengurus Pusat (DPP) Ikatan Pesantren Indonesia (IPI) KH Zaini Ahmad SRK,
para santri harus berani dan menjadi garda terdepan dalam menghadapi
perkembangan zaman terutama revolusi industri 4.0.
"Ini baru di tahap
4.0 namun ke depan santri harus lebih siap lagi menghadapi tantangan seperti di
negara lain yaitu 5.0," ujar dia.
Pondok pesantren yang
ada di Indonesia saat ini juga telah mendirikan 'pesantren entrepreneurs'
pesantren digital dan lain sebagainya. Bahkan di beberapa daerah sudah ada
melahirkan 'startup' atau perusahaan rintisan.
"Contohnya Smarty
Indonesia yang merupakan startup milik salah satu pondok pesantren," katanya.
Adanya “Pesantren
entrepreneurs'', Pesantren
digital” hingga perusahaan rintisan tadi
merupakan salah satu bukti para santri di Tanah Air tidak ingin tertinggal
dalam menghadapi tantangan revolusi industri 4.0.
Kini, beragam aplikasi
belajar bahasa Arab dapat diunduh dengan gratis dan dipelajari dengan mudah
dengan hasil yang cepat. Berbagai perangkat lunak untuk mencari rujukan hadits
kini tersedia dalam beragam versi. Beragam kitab klasik sudah tersedia dalam
bentuk PDF yang memudahkan proses pencarian rujukan. Dengan sejumlah kesempatan
untuk pemanfaatan teknologi ini, sayangnya pesantren masih menghadapi sejumlah tantangan
dalam pemanfaatanny, antara lain :
1.
Sebagian
besar pesantren belum mengizinkan penggunaan beragam perangkat teknologi
digital oleh para santri dalam proses belajar mengajar. Ada aspek positif dan
negatif dari kebijakan ini. Sisi positifnya, santri bisa fokus belajar dan
terhindar dari konten-konten negatif yang tersebar melalui beragam peralatan
canggih tersebut. Dampak buruknya adalah, mereka terhambat dalam pemanfaatan
teknologi terbaru dalam proses belajar mengajar yang semakin efektif dan
efisien.
2.
Ketersediaan
sarana dan prasarana teknologi yang belum memadai. Tak banyak pesantren yang
memiliki laboratorium komputer dan perangkat teknologi digital terkini untuk
membantu pengajaran materi-materi keagamaan dengan basis teknologi ini. Memang,
dibutuhkan biaya mahal untuk berinvestasi dalam teknologi.
Hal ini yang menjadi
kendala bagi banyak pesantren. Terdapat
pesoalan yang dapat diselesaikan secara lokal di internal masing-masing
pesantren seperti pengaturan penggunaan teknologi digital agar diperolah
manfaat sekaligus menghindari dampak negatif yang mungkin timbul. Terdapat
persoalan yang dapat diselesaikan oleh asosiasi pesantren seperti pembuatan
panduan kurikulum untuk mengenalkan teknologi kepada para santri.
Terdapat permasalahan yang lebih besar seperti
dukungan dana dan infrastruktur serta pengakuan lulusan pesantren. Hal ini
perlu melibatkan para pemangku kepentingan yang lebih besar seperti pengambil
kebijakan di parlemen atau kementerian terkait. Kita perlu belajar dari
pengalaman masa lalu saat prakemerdekaan atau awal-awal kemerdekaan Indonesia.
Para era tersebut, pesantren hanya berfokus memberi bekal para santri dengan
ilmu agama. Akhirnya ketika tersedia ruang yang luas untuk terlibat dalam
membangun negara, komunitas pesantren hanya bisa mengambil peran di Departemen
Agama.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pondok berasal dari
Bahasa Arab funduuq (فندوق) yang berarti penginapan. asrama atau wisma
sederhana, karena pondok memang sebagai tempat penampungan sederhana dari para
pelajar/santri yang jauh dari tempat asalnya (Zamahsyari Dhofir, 1982: 18)
pesantren merupakan
lembaga dan wahana agama sekaligus sebagai komunitas santri yang “ngaji” ilmu
agama Islam. Pondok pesantren sebagai lembaga tidak hanya identik dengan makna
keIslaman, tetapi juga mengandung makna keaslian (indigenous) Indonesia, sebab
keberadaannya mulai dikenal pada periode abad kse 13-17 M, dan di jawa pada
abad ke 15-16.
Pemberdaya umat adalah
upaya menjadikan umat (masyarakat) ideal dari berbagai aspek kehidupan. Seperti
yang diagrumentasikan diatas pemberdayaan (Empowement) adalah salah satu
strategi atau merupakan paradigma pembangunan yang dilaksanakan dalam kegiatan
pembangunan masyarakat. Pembangunan masyarakat senantiasa dilakukan oleh
pesantren karena ini merupakan peran dari pesantren dalam membawa keberadaban
umat dibawah panduan agama Islam.
Pondok
Pesanteren dan Santri harus kreatif, inovatif, dan
adaptif terhadap nilai-nilai baru yang baik sekaligus teguh menjaga tradisi dan
nilai-nilai lama yang baik, agar dapat
mengikuti perkembangan zaman khususnya menjawab tantangan Industri 4.0.
B.
SARAN
Demikianlah isi makalah
ini yang kami susun, dengan penuh kesadaran kami yang hanya manusia biasa yang
tak pernah luput dari salah dan lupa, mohon maaf jika ada kekeliruan dari segi
ketikan tulisan dan argumen diatas. dan selanjutnya kepada sahabat-sahabat
pembaca yang budiman kami mengaharap kritikan dan saran sahabat-sahabat
sekalian pada makalah kami ini yang tentunya akan menambah/meningkatkan wawasan
berpikir kami kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar,
Ali. 2011. “Pembaharuan Pendidikan
Di Pesantren Lirboyo Kediri”. Yogyakarta:
PUSTAKA PELAJAR
Basri, Hasan. 2009. “ Ilmu Pendidikan Islam
(Jilid II)”, Bandung: ANGKASA
Mastuhu,
1994. “Dinamika Sistem
Pendidikan Pesantren”. Jakarta:
INIS
Pranomo,
Bambang. 2009. “Paradigma Baru Dalam
Kajian Islam Jawa”. Pustaka
Alvabet.
Departemen
agama RI direktorat jenderal kelembagaan agama islam, pondok pesantren dan
madrasah diniyah . Jakarta:
2003
Nata,Abuddi. 2003. “Kapita Selekta
Pendidikan Islam” Bandung:
ANGKASA
https://hafizhuddin30.wordpress.com/2015/10/25/definisi-dan-makna-santri-sebuah-pengantar/amp/ Diakses Pada Tanggal 22 Oktober 2019 Pukul 11.00 WIB
http://www.laduni.id/post/read/65734/tantangan-industri-40-kiai-maruf-amin-simac-sebagai-sebuah-role-model-santri Diakses Pada Tanggal 24 Oktober 2019 Pukul 18.00 WIB
https://www.google.com/amp/s/nasional.tempo.co/amp/1262813/pbnu-revolusi-industri-4-0-santri-jangan-kehilangan-jati-diri Diakses Pada Tanggal 22 Oktober 2019 Pukul 20.00 WIB
http://tsalmans.blogspot.com/2010/05/pengertian-pondok-pesantren.html Diakases Pada Tanggal 21 Oktober 2019 Pukul 14.00 WIB
[1] http://tsalmans.blogspot.com/2010/05/pengertian-pondok-pesantren.html Diakases Pada Tanggal 21 Oktober 2019 Pukul 14.00 WIB
[2]
Mastuhu, dinamika sistem pendidikan pesantren (Jakarta: INIS, 1994), hlm.6.
[3]
Departemen agama RI direktorat jenderal kelembagaan agama islam, pondok
pesantren dan madrasah diniyah (Jakarta: 2003), hlm.1
[4] Prof.
Dr. H. Abuddin Nata, MA, kapita selekta pendidikan islam (bandung: ANGKASA,
2003), hlm.115.
[5] Drs.
Hasan Basri,M.Ag. ilmu pendidikan islam (jilid II), (Bandung: ANGKASA, 2009),
hlm.76.
[6]
Bambang Pranomo, Paradigma Baru Dalam Kajian Islam Jawa (Pustaka Alvabet: 2009)
Hlm. 299
[7] https://hafizhuddin30.wordpress.com/2015/10/25/definisi-dan-makna-santri-sebuah-pengantar/amp/ Diakses Pada Tanggal 22 Oktober 2019 Pukul 11.00 WIB
[8] Ali
Anwar, Pembaharuan Pendidikan Di Pesantren Lirboyo Kediri, (Yogyakarta: PUSTAKA
PELAJAR, 2011), hlm. 23-25
[9] http://www.laduni.id/post/read/65734/tantangan-industri-40-kiai-maruf-amin-simac-sebagai-sebuah-role-model-santri Diakses Pada Tanggal 24 Oktober 2019 Pukul 18.00 WIB
[10] https://www.google.com/amp/s/nasional.tempo.co/amp/1262813/pbnu-revolusi-industri-4-0-santri-jangan-kehilangan-jati-diri Diakses Pada Tanggal 22 Oktober 2019 Pukul 20.00 WIB
0 komentar: