Makalah Pancasila tentang PELAKSANAAN PANCASILA DAN UUD 1945 SECARA MURNI DAN KONSEKUENSI
PELAKSANAAN
PANCASILA DAN UUD 1945
SECARA
MURNI DAN KONSEKUENSI
DISUSUN
OLEH :
·
ERNI KUSUMA DEWI
·
AHMAD ROISUDIN
·
WIWIK WAHYUNI
Dosen Pengampu :
THOMAS ALFA EDISON,M.Si
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
AS-SHIDDIQIYAH
TAHUN
AKADEMIK 2014 /2015
JL. Lintas Timur Desa Lubuk Seberuk Kec.
Lempuing Jaya Kab. OKI
Sum-sel 30657
KATA
PENGANTAR
Puji syukur
kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat taufik serta
hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah ini yang berjudul “Pelaksanaan Pancasila dan UU 1945 Secara
Murni dan Konsekuen”, sebagai tugas mata kuliah Pancasila.
Kemudian
sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kapada junjungan besar Nabi kita
Muhammad SAW beserta sahabat, kerabat dan keluarga beliau hingga akhir zaman, karena
beliaulah yang telah membawa kita dari zaman kegelapan ke jalan yang terang
bendrang ini.
Dalam
Kesempatan ini saya juga akan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada bapak TOMAS ALFA EDISON,M.Si. Yang telah bersedia menerima Makalah ini
meskipun banyak terdapat kekurangan di dalamnya.
Dalam
pembuatan makalah ini penulis sangat menyadari bahwa masih banyak terdapat
kakurangan. Salah satunya adalah tentang Pelaksanaan UUD 1945 ini cukup sulit
untuk dicari bahannya. Oleh karena itu, saya minta maaf sebesar-besarnya.
Mudah-mudahan makalah yang saya buat ini bermanfaat dan dapat menambah
pengetahuan bagi para pembaca dan khususnya saya sendiri.
Amien, Ya
Rabbal’alamin..
Lempuig
Jaya, Desember 2014
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman Depan ......................................................................................... i
Kata
Pengantar........................................................................................... ii
Daftar
Isi...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang........................................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah..................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pelaksanaan Pancasila Dan Uud 1945 Secara Murni
...... Dan Konsekuen Menurut
Bidang-Bidang Pada ............................. 2
2.2
Pelaksanaan Pancasila.................................................................. 6
2.3
Pelaksanaan Dasar Negara Pancasila Secara Murni
...... Dan Konsekuen.......................................................................... 8
2.4
Undang-Undang Dasar 1945 Dalam Gerak Pelaksanaannya............ 11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................. 13
3.2 Saran.......................................................................................... 13
Daftar
Pustaka............................................................................................ 14
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 Secara Murni dan Konsekuen artinya
adalah praktik sikap dan perilaku manusia yang sesuai dengan nilai-nilai moral
pancasila dan UUD 1945 Dalam kehidupan Sehari-hari, baik pada lingkungan
keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara dan dilakukan secara terus menerus.
Makna tersebut pada dasarnya rasional, wajar dan memang harus seperti itu.
Tetapi dalam kenyataannya, sangat sulit terwujud/mewujudkannya, tidak peduli
mereka yang telah memperoleh berbagai jenis penghargaan dipundaknya.
Singkatnya, hingga saat ini, tidak ada manusia Indonesia yang sikap dan
perilakunya merupakan perwujudan nilai-nilai moral pancasila serta UUD 1945,
yang dapat dijadikan cermin, teladan oleh lainnya, termasuk diantaranya para
generasi muda yang sekarang sedang menempuh pendidikan ditingkat perguruan
tinggi, MA ,MTs ,MIN dan yang sederajat maupun TK. Kesimpulannya Pelaksanaan
nila moral Pancasila dan UUD 1945 dalam kehidupan masih bersifat utopis,
angan-angan, yang tidak tahu kapan bisa terwujudnnya, mungkin satu atau dua
generasi yang akan datang atau mungkin tidak pernah terwujud.
Kesadaran manusia akan kodratnya sebagai makhluk pribadi dan makhluk sosial
serta kemauan untuk mengendalikan dirinya itu merupakan modal dan pendorong
tumbuhnya kehendak pribadi manusia Indonesia untuk menghayati dan mengamalkan
kelima sila dari Pancasila itu serta UUD 1945.
Sesungguhnya sejarah telah mengungkapkan, bahwa Pancasila adalah jiwa
seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia
serta membimbingnya dalam mengajar kehidupan lahir batin yang makin baik, di
dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Bahwasanya Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar
negara seperti tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang merupakan kepribadian
dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, keampuhan dan
kesaktiannya sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan
Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia.
1.2 RUMUSN MASALAH
1. Bagaimana
Pelaksanaan Pancasila Dan Uud 1945 Secara Murni Dan Konsekuen Menurut
Bidang-Bidang Pada ?
2. Bagaimana Pelaksanaan Pancasila?
3. Bagaimana
Pelaksanaan Dasar Negara Pancasila Secara Murni Dan Konsekuen?
4. Undang-Undang
Dasar 1945 Dalam Gerak Pelaksanaannya?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 PELAKSANAAN PANCASILA DAN UUD 1945 SECARA MURNI DAN
KONSEKUEN MENURUT BIDANG-BIDANG PADA KEHIDUPAN
1.
BIDANG POLITIK
Landasan
aksiologis (sumber nilai) system politik Indonesia adalah dalam pembukaan UUD
1945 alenia IV “….. maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu Undang-undang dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan
Negara Republik Indonesia yang Berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemasusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia
dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /
perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat
indonesia”.Sehingga system politik Indonesia adalah Demokrasi pancasila .
Nilai dan ruh
demokrasi yang sesuai dengan visi Pancasila adalah yang berhakikat:
a. kebebasan, terbagikan/terdesentralisasikan, kesederajatan, keterbukaan,
menjunjung etika dan norma kehidupan
b. kebijakan politik atas dasar nilai-nilai dan prinsip-prinsip demokrasi yang
memperjuangkan kepentingan rakyat , kontrol publik,
c. Pemilihan umum yang lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat yang
seluas-luasnya
d. supremasi hukum.
Begitu pula standar
demokrasinya yang :
a. bermekanisme ‘checks and balances’, transparan, akuntabel,
b. berpihak kepada ‘social welfare’, serta
c. meredam konflik dan utuhnya NKRI.
Perbaikan moral
tiap individu yang berimbas pada budaya anti-korupsi serta melaksanakan
tindakan sesuai aturan yang berlaku adalah sedikit contoh aktualisasi Pancasila
secara Subjektif. Aktualisasi secara objektif seperti perbaikan di tingkat
penyelenggara pemerintahan. Lembaga-lembaga negara mesti paham betul bagaimana
bekerja sesuai dengan tatanan Pancasila. Eksekutif, legislatif, maupun
yudikatif harus terus berubah seiring tantangan zaman.
Penyelenggaraan
negara yang menyimpang dari ideologi pancasila dan mekanisme Undang Undang
Dasar 1945 telah mengakibatkan ketidak seimbangan kekuasaan diantara
lembaga-lembaga negara dan makin jauh dari cita-cita demokrasi dan kemerdekaan
yang ditandai dengan berlangsungnya sistem kekuasaan yang bercorak absoluth
karena wewenang dan kekuasaan Presiden berlebih (The Real Executive ) yang
melahirkan budaya Korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) sehingga terjadi krisis
multidimensional pada hampir seluruh aspek kehidupan.
Ini bisa
dilihat betapa banyaknya pejabat yang mengidap penyakit “amoral” meminjam
istilah Sri Mulyani-moral hazard. Hampir tiap komunitas (BUMN maupun BUMS),
birokrasi, menjadi lumbung dan sarang “bandit” yang sehari-hari menghisap uang
negara dengan praktik KKN atau kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Sejak Republik
Indonesia berdiri, masalah korupsi, kolusi, dan nepotisme selalu muncul ke
permukaan. Bermacam-macam usaha dan program telah dilakukan oleh setiap
pemerintahan yang berkuasa dalam memberantas korupsi tetapi secara umum hukuman
bagi mereka tidak sebanding dengan kesalahannya, sehingga gagal untuk membuat
mereka kapok atau gentar. Mengapa tidak diterapkan, misalnya hukuman mati atau
penjara 150 tahun bagi yang terbukti.
Para elit
politik dan golongan atas seharusnya konsisten memegang dan mengaplikasikan
nilai-nilai Pancasila dalam setiap tindakan. Dalam era globalisasi saat ini ,
pemerintah tidak punya banyak pilihan. Karena globalisasi adalah sebuah
kepastian sejarah, maka pemerintah perlu bersikap. ”Take it or Die” atau lebih
dikenal dengan istilah ”The Death of Government”. Kalau kedepan pemerintah
masih ingin bertahan hidup dan berperan dalam paradigma baru ini maka orientasi
birokrasi pemerintahan seharusnya segera diubah menjadi public services
management.
2.
BIDANG EKONOMI
Pelaksanaan
pancasila dalam bidang ekonomi yaitu dengan menerapkan sistem ekonomi Pancasila
yang menekankan pada harmoni mekanisme harga dan social (sistem ekonomi
campuran), bukan pada mekanisme pasar yang bersasaran ekonomi kerakyatan agar
rakyat bebas dari kemiskinan, keterbelakangan, penjajahan/ketergantungan, rasa
was-was, dan rasa diperlakukan tidak adil yang memosisikan pemerintah memiliki
asset produksi dalam jumlah yang signifikan terutama dalam kegiatan ekonomi
yang penting bagi negara dan yang menyangkut hidup orang banyak. Sehingga perlu
pengembangan Sistem Ekonomi Pancasila sehingga dapat menjamin dan berpihak pada
pemberdayaan koperasi serta usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM).selain itu
ekonomi yang berdasarkan Pancasila tidak dapat dilepaskan dari sifat dasar
individu dan sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain
untuk memenuhi semua kebutuhanya tetapi manusia juga mempunyai kebutuhan dimana
orang lain tidak diharapkan ada atau turut campur.
Ekonomi
menurut pancasila adalah berdasarkan asas kebersamaan, kekeluargaan artinya
walaupun terjadi persaingan namun tetap dalam kerangka tujuan bersama sehingga
tidak terjadi persaingan bebas yang mematikan. Dengan demikian pelaku ekonomi
di Indonesia dalam menjalankan usahanya tidak melakukan persaingan bebas, meskipun
sebagian dari mereka akan mendapat keuntungan yang lebih besar dan menjanjikan.
Hal ini dilakukan karena pengamalan dalam bidang ekonomi harus berdasarkan
kekeluargaan. Jadi interaksi antar pelaku ekonomi sama-sama menguntungkan dan
tidak saling menjatuhkan.
Pilar Sistem Ekonomi
Pancasila yang meliputi:
1.
ekonomika etik dan ekonomika humanistik
2.
nasionalisme ekonomi & demokrasi ekonomi
3.
ekonomi berkeadilan social.
Namun pada
kenyataannya, sejak pertengahan 1997 krisis ekonomi yang menimpa Indonesia
masih terasa hingga hari ini. Di tingkat Asia, Indonesia yang oleh sebuah studi
dari The World Bank (1993) disebut sebagai bagian dari Asia miracle economics,
the unbelieveble progress of development, ternyata perekonomiannya tidak lebih
dari sekedar economic bubble, yang mudah sirna begitu diterpa badai krisis
(World Bank, 1993).
Krisis ekonomi
terbesar sepanjang sejarah bangsa Indonesia Orde Baru dan Orde Lama yang
dialami sekarang ini telah mencuatkan tuntutan reformasi total dan mendasar
(radically). Bermula dari krisis moneter (depresi rupiah) merambah ke
lingkungan perbankan hingga ke lingkup perindustrian.
Kebijakan
perekonomian Indonesia yang diterapkan tidak membumi, hanya sebatas “membangun
rumah di atas langit” dan akibatnya upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat
menjadi tersingkirkan. Rakyat masih terus menjadi korban kegagalan kebijakan
pemerintah.
Potret
perekonomian Indonesia semakin buram, memperhatikan kebijakan pemerintah yang
selalu “pasrah” dengan Bank Dunia atau pun International Monetary Fund (IMF)
dalam mencari titik terang perbaikan ekonomi Indonesia. Belum lagi menumpuknya
utang luar negeri semakin menghimpit nafas bangsa Indonesia, sampai-sampai
seorang bayi baru lahir pun telah harus menanggung hutang tidak kurang dari 7
juta rupiah.
Seorang
pengamat Ekonomi Indonesia, Prof. Laurence A. Manullang, mengatakan bahwa
selama bertahun-tahun berbagai resep telah dibuat untuk menyembuhkan penyakit
utang Internasional, tetapi hampir disepakati bahwa langkah pengobatan yang
diterapkan pada krisis utang telah gagal. Fakta yang menyedihkan adalah
Indonesia sudah mencapai tingkat ketergantungan (kecanduan) yang sangat tinggi
terhadap utang luar negeri. Sampai sejauh ini belum ada resep yang manjur untuk
bisa keluar dari belitan utang. Penyebabnya adalah berbagai hambatan yang
melekat pada praktik yang dijalankan dalam sistem pinjaman internasional,
tepatnya negara-negara donor (Bogdanowicz-Bindert, 1993).
3. BIDANG SOSIAL
BUDAYA
Perkembangan
dunia yang tanpa batas dapat menimbukan dampak positif maupun dampak negativ.
Dari setiap dampak yang ditimbulkan, dalam bidang sosial budaya tampak nyata
berpengaruh dalam setiap aktivitas kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini
dapat ditunjukan adanya perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin modern dan
konsumtif, bahkan menggeser nilai-nilai lokal yang selama ini diprtahankan.
Sikap yang harus ditunjukkan oleh masyarakat Indonesia sebagai pengamalan dari
Pancasila dalam menghadapi nilai-nilai globalisasi, terutama dalam kehidupan
social budaya.
Pertama, gaya
hidup masyarakat harus diselaraskan dengan nilai, norma, estetika, terutama
yang berkaitan dengan mode pakaian, pergaulan dan kebiasaan hidup, serta adapt
istiadat. Sikap yang harus ditunjukkan terhadap pengaruh tersebut , adalah
dengan adanya himbauan, pendidikan, bahkan aturan yang tegas terhadap fenomena
tersebut dalam menjaga nilai-nilai yang selama ini dijaga oleh bangsa
Indonesia. Cara efektif dalam menangkalnya adalah dengan melalui pendidikan
formal maupun nonformal, baik disekolah, pendidikan keagamaan dan acara-acara
lain yang memberikan perhatian terhadap etika dan moral bangsa Indonesia.
Kedua, sikap individualisme yang memengaruhi budaya masyarakat Indonesia
yang biasa bergotong-royong dan kekeluargaan. Hal tersebut perlu diperhatikan
dalam kehidupan social masyarakat Indonesia.
Ketiga, pengaruh sikap materialistis dan sekularisme, yaitu sikap yang
lebih mementingkan nilai materi daripada yang lainnya sehingga dapat merusak
sendi-sendi kehidupan yang menjunjung keadilan dan moralitas. Selain itu, sekularisme
perlu juga diwaspadai karena Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi
nilai-nilai Ketuhanan.
4.
BIDANG HUKUM
Pengembangan prinsip-prinsip yang berbasis pada filosofi kemanusiaan dalam
nilai-nilai Pancasila, antara lain :
Perdamaian—bukan perang.
Demokrasi—bukan penindasan.
Dialog—bukan konfrontasi.
Kerjasama—bukan eksploitasi.
Keadilan—bukan standar ganda.
Pertahanan dan
Keamanan Negara harus berdasarkan pada tujuan demi tercapainya hidup manusia
sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, harus menjamin hak-hak dasar, persamaan
derajat serta kebebasan kemanusiaan dan hankam. Pertahanan dan keamanan harus
diletakkan pada fungsi yang sebenarnya sebagai soatu Negara hukum dan bukannya
suatu Negara yang berdasarkan kekuasaan.
Pertahanan dan
Keamanan, Pancasila dapat dijadikan sebagai margin of appreciation akan
mengandung fungsi-fungsi sebagai: the line at which supervision should give
way to State’s discretion in enacting or enforcing its law, striking(menemukan)
a balance between a right quaranteed and a permitted derogation (limitation),
Move principle of justification than interpretation, Preventing unneccesarry
restriction, To avoid damaging dispute, A Uniform Standard of Protection, Gives
flexibility needed to avoid damaging confrontantions.
Peranan Pancasila
sebagai margin of appreciation di bidang hukum akan mewarnai segala sub sistem
di bidang hukum, baik substansi hukum yang bernuansa “law making process”,
struktur hukum yang banyak bersentuhan dengan “law enforcement” maupun budaya
hukum yang berkaitan dengan “law awareness”. Peranan Pancasila sebagai
margin of appreciation yang mengendalikan kontekstualisasi dan implementasinya
telah terjadi pada:
1.
Pada saat dimantabkan dalam Pembukaan UUD 1945 pada
saat 4 kali proses amandemen
2.
Pada saat merumuskan HAM dalam hukum positif Indonesia
3.
Pada saat proses internal di mana The Founding Fathers
menentukan urutan Pancasila.
Beberapa arah
kebijakan negara yang tertuang dalam GBHN, dan yang harus segera direlisasikan,
khususnya dalam bidang hukum antara lain:
1. Menata sistem
hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan mengakui dan menghormati
hukum agama dan hukum adat serta memperbarui Undang-undang warisan kolonial dan
hukum nasional yang diskriminatif, termasuk ketidak adilan gender dan ketidak
sesuaiaannya dengan tuntutan reformasi melalui program legislasi.
2. Meningkatkan
integritas moral dan keprofesionalan para penegak hukum, termasuk Kepolisian
RI, untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat dengan meningkatkan kesejahteraan,
dukungan sarana dan prasarana hukum, pendidikan, serta pengawasan yang efektif.
3. Mewujudkan
lembaga peradilan yang mandiri dan bebas dari pengaruh penguasa dan pihak
manapun.
4. Mengembangkan
budaya hukum di semua lapisan masyarakat untuk terciptanya kesadaran dan
kepatuhan hukum dalam kerangka supremasi hukum dan tegaknya negara hukum.
Satu hal yang
perlu kita garis bawahi, bahwa Indonesia adalah negara hukum, artinya semua
lembaga, institusi maupun person yang ada di dalamnya harus tunduk dan patuh
pada hukum. Maka ketika hukum di Indonesia betul-betul ditegakkan dengan tegas,
dan dikelola dengan jujur, adil dan bijaksana, insya Allah negeri ini akan
makmur dan tentram.
2.2
PELAKSANAAN PANCASILA
1.
Tingkat-tingkat
Perwujudan Pancasila.
Kita sangat biasa menemui pancasila sebagai rumusan
teks pancasila. Dengan melihat, membaca, atau mendengarkannya. Dengan demikian
cendrung ada kesan bahwa keberadaan pancasila hanya terbatas pada wujud rumusan
saja. Kalau keberadaan pancasila hanya
terbatas pada wujud rumusannya saja. Tentu saja tidak akan banyk memiliki arti
dan peranan dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Menurut Drijakara, dalam buku Drijarkara Tentang Negara dan
Bangsa, Pancasila memiliki berbagai berbagai perwujudan, yang dapat
digolongkan menjadi 3 kategori, yaitu:
1.
kategori
tematis
2.
kategori
imperatif
3.
dan
kategori operatif.
Sebagai kategori
tematis, Pancasila merupakan suatu objek dihadapan kita, sebagai rumusan
konsep-konsep yang memuat ide-ide untuk dapat difikirkan dan pahami. Selain
itu, Pancasila juga merupakan kategori imperatif yang dapat dijadikan
norma dalam kehidupan bersama, termasuk norma hukum. Dan akhirnya sebagai kategori
operatif, Pancasila berwujud prinsip atau norma asasi yang meskipun tidak
didasari atau malahan tidak dimengerti-bahkan mungkin dipungkiri-menjadi asas
bagi tindakan manusia.
Sisi lain dari kategori tematis adalah kategori operatif.
Kategori operatif berupa prinsip atau norma asasi, yang meskipun tidak
disadari atau tidak dimengerti, namun menjadi asas perbuatan. Karena prinsip
atau norma asasi tersebut merupakan kebenaran yang melekat dan berkaitan dengan
kodrat manusia. Pancasila sebagai kategori operatif tersebut masih perlu
diinternalisasikan atau ditanamkan dalam diri bangsa Indonesia, sehingga
nilai-nilai Pancasila mengarahkan tindakan-tindakannya. Dengan demikian,
Pancasila yang berfungsi sebagai kategori operatif sungguh dapat
menjiwai sikap secara permanen pada diri manusia Indonesia, sehingga dapat
diharap siap bertindak sesuai dengan cita-cita dan tujuan yang termuat dalam
Pancasila.
2.
Prinsip-prinsip
Pelaksanaan Pancasila.
Dalam kehidupan bersama pancasila dapat
dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dalam menyusun lembaga-lembaga
kemasyarakatan, kenegaraan maupun pemerintahan, dalam membuat kaidah-kaidah
atau norma-norma bagi kehidupan bersama, serta dalam menentukan arah tujuan
bagi kehidupan bersama. Dan pelaksanaan pancasila dalam kehidupan bersama ini
disebut subjektifikasi subjektif.
Sebagai yang memuat nilai-nilai luhur bangsa, Pancasila memiliki
daya tarik bagi bangsa Indonesia. Pelaksanaan nilainya tidak dipaksakan,
melainkan melalui kesadaran, sehingga yang dilakukan adalah merupakan
pilihannya secara otonom. Apabila orang belum menyadari suatu nilai, orang
tidak dapat dipaksa untuk melaksanakannya itu sebenarnya bukan merupakan
pelaksanaan nilai bagi orang tersebut. Apabila seseorang telah menangkap dan
menyadari bahwa hal tersebut memang bernilai baginya, tanpa dipaksa dia akan
tertarik untuk melaksanakannya. Perlu diingat bahwa pelaksanaan nilai-nilai
tersebut tidak harus dalam wujud-wujud yang telah dibakukan, namun bisa dalam
berbagai wujud yang sesuai dengan keadaan dan kemampuan seseorang.
Sebagai nilai-nilai dasar manusiawi, yang sesuai dengan kodrat
manusia, nilai-nilai luhur Pancasila mampu mendasari segala segi kehidupan
manusia. Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai moral dan luhur, yang
mengarahkan kehidupan bangsa Indonesia ke suatu tujuan yang sebaiknya
diusahakan oleh seluruh bangsa Indonesia. Nilai-nilai moral Pancasila terdapat
pada setiap tindakan manusia dalam berbagai bidang kehidupan, misalnya bidang
politik, ekonomi, dan sosial budaya. Segala kegiatan dalam berbagai bidang
kehidupan tersebut seharusnya didasarkan dan bersesuaian dengan nilai-nilai
Pancasila.
3.
Langkah-langkah
Pelaksanaan Pancasila.
Untuk mengusahakan hal-hal bernilai yang
sungguh-sungguh menarik dan memukau
tersebut ternyata tidak mudah. Hal itu menuntut ketekunan dan kesabaran dalam
usaha. Keuletan dalam menghadapi berbagai rintangan. Dan membutuhkan
petunjuk-petunjuk yang bermanfaat bagi penyampaiannya. Ini semua menuntut dan
menantang kehendak manusia untuk melaksanakannya. Sehingga meskipun manusia
telah memahami serta menyadari akan suatu yang bernilai. Tidak dengan
sendirinya manusia akan mengusahakan serta mencapainya.
Dalam melaksanakan Pancasila, kita perlu memahami Pancasila dengan
benar , yang meliputi fungsi dan kedudukannya dalam kehidupan kita. Usaha untuk
menyebarluaskan pemahaman tentang Pancasila, dalam segala fungsi dan
kedudukannya, telah diusahakan dengan mengadakan pelajaran berkenaan dengan
Pancasila dilembaga pendidikan formal, serta diadakan penataran P4 di berbagai
lembaga serta lapisan dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Berdasar pemahaman yang telah dimiliki, diharapkan bangsa Indonesia
menemukan, merasakan, serta menghayati nilai-nilai Pancasila, seseorang tidak
cukup hanya berfikir mengenai Pancasila, namun perlu terjun dalam kehidupan
nyata dan mulai merasakan kehidupan serta nilai-nilai yang terkandung dalamnya.
Setelah menemukan dan merasakan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan yang
nyata, barulah dia dapat diharapkan untuk menghayati serta mulai merasakan
adanya ketertarikan untuk melaksanakannya.
Kemudian setelah ada kehendak yang bulat serta suasana yang
mendukungnya, perlu dicari arah dan petunjuk bagi pelaksanaan Pancasila dalam
kehidupan bersama. Nilai-nilai Pancasila yang dirasa baik dan bernilai dalam
kehidupan bersama perlu didukung bagi pelaksanaannya. Dengan penuh kesadaran
kita perlu berusaha melaksanakan Pancasila bagi setiap orang maupun dalam
kehidupan bersama. Kita perlu membiasakan melakukan kegiatan-kegiatan yang
sekiranya merupakan pelaksanaan dari nilai-nilai Pancasila, misalnya:
mengadakan rapat rutin tingkat RT, mengadakan gotong-royong, serta mengadakan
kerja sama untuk saling membantu kebutuhan bagi kehidupan bersama.[1][1]
2.3 PELAKSANAAN
DASAR NEGARA PANCASILA SECARA MURNI DAN KONSEKUEN
A. Konsensus Nasional.
Pemahaman yang mantap mangenai konsensus nasional
akan memperkaya pemikiran-pemikiran yang akan terus kita krmbangkan selanjutnya
dalam melaksanakan pembangunan nasional sebagai pengamalan pancasla.
Sangatlah
perlu kita pahami bersama latar belakang pemikiran kita bersama yang
melahirkan konsensus Nasional. Pemahaman
yang mantap mengenai konsensus Nasional tadi akan memperkaya
pemikiran-pemikiran yang akan terus kita kembangkan selanjutnya dalam melaksanakan
pembangunan Nasional sebagai pengamalan Pancasila, khususnya dalam rangka
mengembangkan kehidupan demokrasi Pancasila.
Upaya
untuk menegakkan kembali kemurnian Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 telah
dilakukan oleh berbagai pihak, baik partai-partai politik maupun
organisasi-organisasi massa sebagai pendukung Orde Baru dan memperoleh tuntutan
untuk penataan kembali kehidupan kenegaraan yang sesuai dengan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Hal inidisebabkan oleh rasa ketidak puasan terhadap
pemerintah Orde Lama yang tidak melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 secara murni dan konsekuen.
Dalam
Sidang Umum MPRS bulan Juli 1966 telah dikeluarkan beberapa ketetapan dalam
rangka mengembalikan kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, antara lain:
1.
Tap MPRS No. XI tahun 1966 tentang pelaksanaan pemilihan umum yang
harus diselenggarakan selambat-lambatnya pada tanggal 5 Juli 1968.
2.
Tap MPRS No. XII tahun 1966 tentang pembentukan Kabinet Ampera.
Tugas untuk membentuk Kabinet ini diserahkan pada Letjen Soeharto sebagai
pengemban Tap MPRS No. IX tahun 1966.
Tugas
pokok kabinet ialah: menciptakan kestabilan politik dan ekonomi.
Program
Kabinet antara lain adalah: memperbaiki kehidupan rakyat, terutama dibidang
sandang dan pangan, melaksanakan pemilihan umum, sesuai dengan Tap MPRS No. XI.
Untuk
menunjang tugas yang berat dari Kabinet Ampera maka melalui Seminar II Angkatan
Darat pada bulan Agustus di Bandung, telah diterima sumbangan pikiran yang
secara pokok-pokoknya dapat dikemukakan sebagai berikut:
1)
Sesuai dengan dasar-dasar Demokrasi Pancasila seperti yang
dimaksudkan oleh Undang-Undang Dasar 1945, berarti bahwa seluruh rakyat harus
dapat merasakan adanya kepastian hukum, sedangkan penyalah gunaan kekuasaan
harus dihindarkan secara institutional.
2)
Kehidupan Demokrasi Pancasila tidak boleh diarahkan semata-mata
untuk mengejar kemenangan dan keuntungan pribadi atau golongan sendiri, apalagi
ditujukan untuk mematikan golongan lain.
Asas Demokrasi Pancasila ialah mengikut sertakan semua golongan yang mempunyai
kepentingan dalam kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan dengan jalan
musyawarah untuk mufakat.
3)
Bahwa yang dimaksud dengan Orde Baru pada hakikatnya adalah suatu
tatanan yang bertujuan menciptakan kehidupan sosial, politik, ekonomi, kultural
yang dijiwai oleh moral pancasila, khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa.
Konsep-konsep
yang dirumuskan dalam Seminar II Angkatan darat itu dipakai sebagai landasan
kerja pemerintah Orde Baru. Sesuai dengan semangat yang dikandungnya maka
pemerintah Orde Baru bertekad untuk menegakkan dan melaksanakan Demokrasi
Pancasila. Nilai-nilai dan norma dasar, hukum-hukum dasar dari Demokrasi
Pancasila telah diatur oleh Undang-Undang Dasar 1945
Sebenarnya
ada dua macam konsensus Nasional.
Konsensus yang pertama ialah Kebulatan tekad masyarakat dan
pemerintah untuk melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Konsensus kedua ialah konsensus mengenai cara-cara melaksanakan konsensus pertama
dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari padanya. Konsensus kedua
tercapai antara partai-partai politik dengan Pemerintah.
Konsensus
mengenai cara melaksanakan konsensus utama (disebut juga konsensus kedua)
merupakan produk dari pembicaraan antara partai-partai politik dan
organisasi-organisasi massa disatu pihak dengan Pemerintah dipihak yang lain.
Dalam
rapat Panitia Musyawarah tanggal 8 Desember 1967 oleh kelompok-kelompok dalam DPR
GR tercapai suatu konsensus, yang selanjutnya ditetapkan dengan Keputusan
Pimpinan DPR GR tanggal 16 Desember 1967 No. 20/Pimp/II/67-68 bahwa:
1.
RUU tentang Pemilu akan disahkan bersama-sama dengan RUU tentang
Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
2.
Materi RUU Pemilu yang sudah selesai tidak akan dipersoalkan lagi.
3.
12 pokok konsensus yang telah dicapai antara panitia khusus 3 RUU
dan Pemerintah tetap dipegang teguh dan tidak akan diadakan
perubahan-perubahan.
Isi dari 12 konsensus
tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Jumlah anggota DPR tidak boleh ngombro-ombro
2.
Ada perimbangan yang baik antara jumlah perwakilan jumlah pulau
jawa dan luar jawa
3.
Faktor jumlah penduduk diperhatikan
4.
Adanya anggota yang diangkat disamping anggota yang dipilih
5.
Tiap kabupaten dijamin minimal 1 wakil
6.
Persyaratan mengenai dimisili dihapuskan
7.
Yang diangkat adalah perwakilan ABRI dan non-ABRI
8.
Jumlah yang diangkat untuk MPR adalah 1/3 dari seluruh anggota
9.
Jumlah anggota DPR ditetapkan 460 orang, terdiri dari 360 orang
dipilih melalui pemilihan umum dan 100 orang diangkat
10.
Sistem pemilihan; proportional representation yang sederhana
11.
Sistem pemilihan; lijstenstelsel
12.
Daerah pemilihan; Daerah Tingkat 1
B. Referendum
Referendum adalah penyerahan suatu masalah
kepada rakyat atau bangsa.
Latar belakang perlunya Ketetapan MPR tentang
Referendum ini antara lain adalah:
1)
Bahwa Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945
adalah sesuai dengan kepribadian Indonesia yang memuat aturan-aturan yang
paling mendasar bagi kehidupan bangsa dan negar Indonesia serta dapat menjawab
tantangan-tantangan zaman dan mampu menjamin tercapainya cita-cita Kemerdekaan
Nasional.
2)
Bahwa dalam rangka makin menumbuhkan kehidupan Demokrasi Pancasila
dan keinginan untuk meninjau ketentuan pengangkatan 1/3 jumlah Anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat, perlu ditemukan jalan konstitusional agar pasal 37
Undang-Undang Dasar 1945 tidak mudah digunakan untuk mengubah Undang-Undang
Dasar 1945.
Undang-Undang
Dasar 1945 sendiri memungkinkan diadakan perubahan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 37. Mengubah Undang-Undang Dasar 1945 merupakan masalah yang mendasar dan
menyangkut kehidupan negara dan bangsa Indonesia. Walaupun Majelis Permusyawaratan
Rakyat mempunyai hak untuk melaksanakan sepenuhnya kedaulatan rakyat, namun
perlu dicarikan sarana yang konstitusional agar pasal 37 Undang-Undang Dasar
1945 tidak mudah digunakan daan rakyat harus dijamin haknya untuk menyatakan
pendapat mengenai soal kenegaraan yang sifatnya mendasar tersebut, yaitu
melalui referendum.
Berhubung
dengan hal-hal tersebut diatas apabila Majelis Permusyawaratan Rakyat berkehendak untuk mengubah Undang-Undang
Dasar 1945 dengan memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksuda dalam ketetapan
MPR RI Nomor 1/MPR/ 1983 dan Nomor IV/MPR/1983 maka hal itu harus dinyatakan
terlebih dahulu kepada rakyat melalui referendum yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1985.
Pengertian
referendum dinyatakan sebagai kegiatan untuk meminta pendapat rakyat secara
langsung mengenai setuju atau tidak setuju terhadap kehendak Majelis
Permusyawaratan Rakyat untuk mengubah Undang-Undang Dasar 1945.
Referendum
diadakan apabila MPR berkehendak untuk mengubah UUD 1945 sebagimana dimaksud
dalam ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1983. Referendum diselenggarakan dengan
mengadakan pemungutan pendapat rakyat secara langsung, umum, bebas dan rahasia.
Pelaksanaan
referendum dipimpin oleh Presiden, dengan cara memimpin dan membentuk suatu
badan atau lembaga u ntuk melaksanakan referendum yang dipimpin oleh Menteri
Dalam Negeri, yakni Panitia Pelaksana Referendum ditingkat Propinsi, Kabupaten/
Kotamadya, Kecamatan, Kelurahan/Desa dan perwakilan Republik Indonesia diluar
negeri.
2.4 UNDANG-UNDANG DASAR 1945
DALAM GERAK PELAKSANAANNYA
Semenjak ditetapkan dan disahkan UUD 1945 oleh PKKI
pada tanggal 18 agustus 1945, mulai saat itu berlaku undang-undang dasar 1945
sebagai undang-undang negara republik indonesia. Semenjak itu penyelenggaraan
negara didasarkan kepada ketentan-ketentuan menurut undang-undang dasar. Karena
pada saat itu negara indonesia baru saja
berdiri, maka dapat dimengerti bahwa untuk melaksanakan berdasarkan
penyelenggaraan UUD 1945, tentu saja tidak akan dapat sekaligus dilaksanakan
sepenuhnya dalam waktu yang singkat.
1.
Kurun waktu berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 yaitu:
Pertama:
Tanggal
18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949.
Pada
kurun waktu ini Undang-Undang Dasar 1945 belum dapat dilaksanakan dengan baik
karena bangsa Indonesia masih memusatkan kekuatan membela dan mempertahankan
kemerdekaan.
Penyimpangan
Pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 terjadi setelah kedua Maklumat Pemerintah
tanggal 14 November 1945 yaitu perubahan Kabinet Presidensial menjadi Kabinet
Parlementer.
Kedua:
Tanggal
5 Juli 1959 sampai sekarang, yang masih dapat dibagi lagi:
a.
Kurun waktu 1959-1965 (Orde Lama).
Lembaga-lembaga Negara belum dibentuk sesuai dengan yang dimaksud
Undang-Undang Dasar 1945 dan belum berfungsi sebagaimana mestinya.
b. Kurun waktu 1965- sekarang
(Orde Baru).
Orde Baru mengambil langkah-langkah koreksi dengan cara-cara
konstitusional dalam menegakkan, mengamankan dan mengamalkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.
2.
MPR(S) sejak dibentuk sampai sekarang telah mengadakan
sidang-sidang sebagai berikut:
Pertama:
Pada
masa Orde Lama mengadakan Sidang Umum tahun 1960, 1963 dan 1965. Ketetapan MPRS
yaang dihasilkannya (dari masa Orde Lama)sekarang tidak berlaku lagi.
Kedua:
Pada
masa Orde Baru telah mengadakan sidang pada tahun 1966, 1967, 1968, 1973, 1978,
1983 dan 1988, yang isi ketetapannya mencerminkan tahap-tahap perjuangan Orde
Baru dalam mewujudkan cita-citanya untuk melaksanakan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.
3.
Dalam mewujudkan kepemimpinan Nasional sesuai dengan Undang-Undang
Dasar 1945 Orde Baru Baru telah berhasil membentuk lembaga-lembaga negara
sesuai dengan Undang-Undangnya, baik MPR, DPR, DPRD, DPA, BPK, maupun MA.
Mekanisme lima 5 tahunan dalam kegiatan kenegaraan telah dapat
dibina dan dipelihara dengan baik.[2][3]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian karya ilmiah yang saya buat, kita
dapat membuat kesimpulan, bahwa kita sebagai generasi penerus banggsa haruslah
mengghargai atau bertindak sesuai kemampuan dan menjaga perjuangan-perjuangan
paara demokrasi serta promes-promes pancasila dan UUD1945 dan membawa harum
nama Indonesia bisa sampai saa ini demokrasi Undang-Undang dasar 1945 (UUd
1945) karna pancasila adalah ideologi dan filsafat negara Republik Indonesia,
serta penggerak pelaksanaan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen
Sebagai kategori tematis, Pancasila
merupakan suatu objek dihadapan kita, sebagai rumusan konsep-konsep yang memuat
ide-ide untuk dapat difikirkan dan pahami. Selain itu, Pancasila juga merupakan
kategori imperatif yang dapat dijadikan norma dalam kehidupan bersama,
termasuk norma hukum. Dan akhirnya sebagai kategori operatif, Pancasila
berwujud prinsip atau norma asasi yang meskipun tidak didasari atau malahan
tidak dimengerti-bahkan mungkin dipungkiri-menjadi asas bagi tindakan manusia.
Sebenarnya ada dua macam konsensus Nasional.
Konsensus yang pertama ialah Kebulatan tekad
masyarakat dan pemerintah untuk melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.
Konsensus kedua ialah konsensus mengenai cara-cara
melaksanakan konsensus pertama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
padanya. Konsensus kedua tercapai antara partai-partai politik dengan
Pemerintah.
Pelaksanaan referendum dipimpin oleh Presiden,
dengan cara memimpin dan membentuk suatu badan atau lembaga u ntuk melaksanakan
referendum yang dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri, yakni Panitia Pelaksana
Referendum ditingkat Propinsi, Kabupaten/ Kotamadya, Kecamatan, Kelurahan/Desa
dan perwakilan Republik Indonesia diluar negeri.
3.2 SARAN
(Dibidang
Pemerintahan/Demkrasi)
·
Tinggkat
persamaan tertentu di dalam negara
·
Tingkat
kebebasan atau kemardekaan tertentu yang di akui dan di pakai oleh warga negara
·
Jadikannlah
suaru pemerintahan mayoritas yang lebih baik
·
Jadilah
warga yang baik tanpa berbuat anarkis dan perbuatan yang bila kita eluh-eluhkan
bukan kepentingan negara
DAFTAR PUSTAKA
Darmodiharjo Darji, Pendidikan Pancasila diperguruan Tinggi, Ikip,
Malang, 1988
Wahana Paulus, Filsafat Pancasila, Kanisius,
Yogyakarta, 1993
Widjaa Ahmad. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Pancasila pada Perguruan Tinggi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 1996.
Parjanowati 2008, Demokrasi Pancasila dan
pengertian Pancasila secara murni dan konsekuen.
GAFFAN, Afan 1999, Politik Indonesia :
Demokrasi, Jakarta pustaka belajar penerbit “Bumi Aksara”, “Paradigma” Kurikulum
2000
Sudarmono SH. Bahan Penataran UUD 1945
Sudarmono SH. Bahan Penataran UUD 1945

0 komentar: