Stay in touch
Subscribe to our RSS!
Oh c'mon
Bookmark us!
Have a question?
Get an answer!

Tafsir Tarbawy tentang Makna Keberadaan alam Dunia

0 komentar




TAFSIR TARBAWY
 

 


TENTANG

MAKNA KEBERADAAN ALAM (DUNIA)


Dosen Pengampu :
IFROHAN,S.Pd.I









DISUSUN OLEH :

·       DESSY WULANDARI
·       BELLA ANJANI
·        KHOIRUN NA’IMAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
AS-SHIDDIQIYAH
TAHUN AKADEMIK 2015
JL. Lintas Timur Desa Lubuk Seberuk Kec. Lempuing Jaya Kab. OKI
Sum-sel 30657



KATA PENGANTAR

Segalah puji bagi Allah semesta alam yang mengajarkan manusia melalui perantaraan kalam yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis bisa mnyelesaikan makalah ini yang teah diamanahkan oleh bapak dosen pembimbing sebagai tuntutan dalam proses belajar mengajar tepat pada waktu yang ditentukan.
Kami dari penulis menyadari dalam pemaparan makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, apabila dala makalah ini terdapat banyak kesalahan, kami berharap kerendahan hati dari semuanya agar dapat memaklumi sebagai manusia biasa kami tak luput dari kesalahan. Adapun makalah yang kami paparkan  berjudul “ Makna Keberadaan Alam”.
Tak lupa kami haturkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini terlabih kepada dosen pembimbing kamiyang senantiasa memberikan arahan .



DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN............................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang.......................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah..................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kajian tentang alam ditinjau dari sejarah................................. 2
2.2 Kandungan Surat al-baqarah ayat 29....................................... 3
2.3 KandunganSurat al a’raf ayat 54.............................................. 5
BAB III  PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 8



BAB I
PENDAHULUAN
1.1         LATAR BELAKANG
Manusia sebagai mahluk yang paling mulia di sisi tuhan telah dikaruniai akal yang membuatnya berbeda dengan mahluk yang lain,menjadi mahluk yang membuatnya menguasai alam bukan alam yang menguasai manusia.melalui proses yang bertahap, kita diberikan petunjuk oleh allah swt dalam alquran yang mulia.
Oleh karena itu al-Qur’an membawa manusia terhadap Allah melalui ciptaannya dan realitas kongkret yang terdapat di bumi dan di langit. Inilah sesungguhnya yang terdapat pada ilmu pengetahuan yang mana mengadakan observasi lalu menarik hukum-hukum alam berdasarkan observasi dan eksperimen. Dengan demikian ilmu pengetahuan dapat mengetahui tentang segala hal yang telah diciptakan oleh Allah melalui observasi yang teliti dan terdapat hukum-hukum yang mengatur gejala alam dan al-Qur’an menunjukkan kepada realitas intelektual yang maha besar, yaitu Allah SWT, lewat ciptaannya termasuk alam. Sehingga kita bisa memahami dan memamfaatkan alm itu sendiri.

1.2     RUMUSAN MASALAH
                                          1.            Bagaiman Kajian tentang alam ditinjau dari sejarah?
                                          2.            Apa Isi Kandungan Surat al-baqarah ayat 29?
                                          3.            Apa Isi KandunganSurat al a’raf ayat 54?





BAB II
PEMBAHASAN
2.1     KAJIAN TENTANG ALAM DITINJAU DARI SEJARAH
Kajian tentang alm sudah lebih dulu dilakukan di masa yunani kuno. Pada saat itu manusia sudah tertarik membahas tentang alm dan memikirkan dari mana alam ini berasal, misalnya thales mengatakan bahwa alam ini easal dari air dan yang menjadi sumber dari segala yang ada di ala ini adalah uap,sementara anximander mengatakan alam ini daria  aperion, dan anaximenes membantah dan mengatakan alam ini dari air, dan masih banyak lagi pemikiran yang bermunculan pada saat itu. Dan tidak berhenrti sampai disitu, mereka ju ju bertanya-tanya mengapa gunung meletus, mengapa danau ang kering tidak pernah dalam, bagaimana manusia diciptakan, dan mengapa ada pohon yang bisa berusia ratusan tahun, sehingga tidak sedikit diantara masyarakat primitif trsebut yang musrik dengan menyembah hal-hal mistik tersebut.itu karena pendekna pengetahuan mereka dan karena tidak memahami bahwa allah telah menjawab peranyaan itu melalui alquran.
Saking maraknya kajian tentang alam maka muncul banyak golongan yang berbada pendapat tntang asal muasal alam ini. Pertama, aliran realisme yang mengatakan bahwa esensi dari segala sesuatu adala meteri itu sendiri.mashab realisme menganggap bahwa alam jagat itu sungguh ada, alam jagat adalah realitas seperti tampaknya. Persoalan dimana alam ini berasal tidak perlu di jawab.alam jagat itu wujud jadi terimalah apa dan bagaimana adanya.memang benar bahwa inda kita tak sempurna, indra kita sering keliru. Tetapi ini bukanlah prinsip ini semua soal waktu saja. Kedua, mazhab idealisme yang mengatakan bahwa realitas yang sebenrnya adalah ide. Ide itu tetap  dan tidak berubah. Pahamini tentu sangat jelas berlawanaan dengan paham materialisme. Berkenaan dengan ini, mazhab idealisme mengatakan bahwa realitas ini sungguh wujud, maka tidak mungk terkandung padanya ketidak wujudan. ketiga mazhab yang menggabungkan kedua paham tersebut sehingga mereka berkesimpulan bahwa alam ini disusun oleh alam materi dan ide. Keduanya saling berhubungan. Ketiga paham inilah yang berkembang dan mengkaji kebenaran alam. Dan sebenarnya paham in eksis bukan hanya sekarang tapi sampai sekarang ini. Dan bahkan ada yang melahirkan paham baru baik yang sifatnya melengkapi maupun membantah paham sebelumnya.[1]
2.2     KANDUNGAN SURAT ALBAQARAH AYAT 29
uqèd Ï%©!$# šYn=y{ Nä3s9 $¨B Îû ÇÚöF{$# $YèŠÏJy_ §NèO #uqtGó$# n<Î) Ïä!$yJ¡¡9$# £`ßg1§q|¡sù yìö7y ;Nºuq»yJy 4 uqèdur Èe@ä3Î/ >äóÓx« ×LìÎ=tæ ÇËÒÈ  
Artinya :
“Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dinadikan-Nya, Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. al-Baqarah: 29).
Allah yang menciptakan kita, juga telah mempersiapkan bebagai fasilitas kesejahteraan dan kemakmuran. Untuk itu Allah menciptakan bumi dan langit beserta isinya lalu menyerahkannya kepada manusia. Karena manusia adalah makhluk termulia diantara seluruh makhluk lain yang Allah ciptakan. Dan segala sesuatu, baik benda-benda mati, tumbuhan, hewan, tanah dan langit, semua diciptakan demi kepentingan manusia. Jadi bukan hanya bumi, tetapi langit dan segala isinya, Allah ciptakan untuk kepentingan manusia[2].



Dari ayat tadi terdapat lima poin pelajaran yang dapat dipetik:‎ ‎
1.      Manusia lebih mulia dibanding seluruh yang ada di bumi dan langit, bahkan ia merupakan tujuan penciptaan semua itu.
2.      Allah menciptakan alam ini untuk kita. Oleh sebab itu hendaklah kita menempatkan diri kita hanya untuk Allah semata.
3.      Tak ada satu pun ciptaan Allah di alam ini yang sia-sia, karena ia diciptakan untuk suatu kepentingan bagi manusia, meskipun manusia itu sendiri masih belum mengetahui letak kepentingan tersebut.
4.      Dunia diciptakan untuk manusia, bukan sebaliknya, manusia diciptakan untuk dunia. Dunia adalah sarana, bukan tujuan.
5.      Segala macam pemanfaatan nikmat-nikmat alam adalah halal bagi manusia, kecuali jika terdapat bukti khusus dari akal maupun syariat yang mengharamkannya[3].
2.3    KANDUNGAN SURAH AL A’RAF AYAT 54
žcÎ) ãNä3­/u ª!$# Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur Îû Ïp­GÅ 5Q$­ƒr& §NèO 3uqtGó$# n?tã ĸóyêø9$# ÓÅ´øóムŸ@ø©9$# u$pk¨]9$# ¼çmç7è=ôÜtƒ $ZWÏWym }§ôJ¤±9$#ur tyJs)ø9$#ur tPqàfZ9$#ur ¤Nºt¤|¡ãB ÿ¾Ín͐öDr'Î/ 3 Ÿwr& ã&s! ß,ù=sƒø:$# âöDF{$#ur 3 x8u$t6s? ª!$# >u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÎÍÈ  
Artinya :
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy[548]. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam[4].
Sayyid Quthb mengatakan, “Sesungguhnya aqidah tauhid Islam tidak meninggalkan celah apapun bagi persepsi manusiawi tentang dzat Allah swt. Juga tidak meninggalkan pendapat tentang penggambaran bagaimana kaifiat (cara) pekerjaan Allah.
Allah swt., tidak dapat diserupai dengan sesuatu apapun. Karena itu, tidak pada tempatnya bagi persepsi manusiawi untuk mengarang gambaran tentang Dzat Allah swt. Semua penggambaran manusia, sesungguhnya terbentuk dalam batasan yang mengelilinginya sebagai buah pemikiran akal manusia dari apa yang ada di sekitarnya.
Bila Allah swt. tidak dapat diserupai dengan sesuatu apapun, berarti penggambaran manusiawi itu mutlak terhenti untuk memberi gambaran spesifik bagi Dzat Allah swt. Dan hal ini praktis meliputi seluruh gambaran kaifiat pekerjaan Allah, sehingga tidak tertinggal satu celah pun di hadapan manusia kecuali dengan mantadabburkan ayat-ayat Allah yang ada di alam wujud.
Hanya inilah celahnya. Dan bila terdapat pertanyaan, “Bagaimana Allah menciptakan langit dan bumi? Bagaimana Allah istiwa di atas Arasy? Bagaimana Arasy tempat istiwa’nya Allah?
Bentuk-bentuk pertanyaan seperti ini merupakan perbuatan sia-sia yang bertentangan dengan kaidah aqidah Islamiyah. Ungkapan ini disebutkan oleh Sayyid Quthb dalam menjalaskan tafsir surat al-A’raf ayat 54.
Adapun tentang tafsir beliau dalam surat as-Sajdah ayat 4, al-Furqan ayat 59, Thaha ayat 5, ar-Ra’d ayat 2, Yunus ayat 3, al-Hadiid ayat 4, adalah kelompok tafsir yang mewakili penulisan Sayyid Quthb sebelum beliau menyadari dan memahami masalah.
Sayyid Quthb telah mengevaluasi kembali pandangannya yang telah beliau tulis dalam Dzilal. Beliau merevisi kitabnya, menambahkan, dan menghapus sebagian isinya. Akan tetapi ajal terburu menjemputnya dan menjadikan upaya beliau terhenti hingga juz 14.
Evaluasi tersebut dijelaskan dalam tafsirnya terhadap ayat-ayat surat al-A’raf. Dalam penafsiran surat al-A’raf Sayyid Quthb telah kembali kepada pemikiran yang benar, setelah beliau menyadari kekeliruannya[5].
Yang jelas, sikap Sayyid Quthb yang mau mengevaluasi kembali hasil tulisannya, adalah sikap mental yang istimewa yang jarang didapati di kalangan pemikir lainnya[6].
Dan adapun aspek pendidikan dari ayat tersebut yaitu :
1.             Allah mengajarkan kepada kita bahwa dalam melakukan sesuatu kita harus melalui proses.
2.             Allah menginginkan kita agar tidak serba instan sehinnga apa yang kita lakukan bernilai baik.
3.             Ilmu itu adalah sesuatu yang diperolah melalui perjuangan yang bertahap.

                                         


  



BAB III
PENUTUP
3.1     KESIMPULAN
Allah adalah tuhan yang maha besar sehingga apaun yang dia inginkan akan terjadi termasuk dalam menciptakan bumi yang kita pijak. Namun allah adalah dzat yang agung yang selalu membimbing hambanya dan mengajarkan hambanya kejalan menuju surganya. Seperti halnya dalam proses penciptaan alam, allah tidak langsung menciptakannya namun bertahap.
Dari sinilah kita bisa memetik pelajaran bahwa dalam melakukan sesuatu,kita harus melalui proses. Kita diajarkan sistem “cicil” dalam melakukan sesuatu bukan sistem “instan”. Karena hikma dari semua itu adalah kita akan lebih mudah dalam melakukannya karena tidak secara keseluruhan.












DAFTAR PUSTAKA

Musthafa Al-Maraghi Ahmad, Tafsir Al-Maraghi, Toha Putra, juz 22, 29, Semarang, 1989.
Katsir Ibnu, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Bina Ilmu, jilid 4, Surabaya, 1984.
Hamka, Prof. Dr. Tafsir Al-Athor, Pustaka Islam, juz 28, Surabaya, 1993.
Hasbi Ash Sgiddieqy, Muhammad Hasbi, Tafsir Al-Qur’an Majid, Annur , PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2000.
Universitas Islam Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya, PT. Dana Bhakti, Yogyakarta, 1995.
Nata Abudin, H., Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.



[1] H Abudin Nata., Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.Hal.101
[2] Ibid. Hal 105
[3] Hamka, Prof. Dr. Tafsir Al-Athor, Pustaka Islam, juz 28, Surabaya, 1993.
[4] Universitas Islam Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya, PT. Dana Bhakti, Yogyakarta, 1995
[5] Katsir Ibnu, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Bina Ilmu, jilid 4, Surabaya, 1984.
[6] Hasbi Ash Sgiddieqy, Muhammad Hasbi, Tafsir Al-Qur’an Majid, Annur , PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2000.

0 komentar: