Stay in touch
Subscribe to our RSS!
Oh c'mon
Bookmark us!
Have a question?
Get an answer!

Maqhasid Syariah tentang PENGHARAMAN KELAINAN SEKSUAL DAN MASTURBASI

0 komentar


MAQASHID SYARI’AH
Tentang
PENGHARAMAN KELAINAN SEKSUAL DAN MASTURBASI


 



DISUSUN OLEH :
·        SUGIARTI
·        KHUSNUL KHOTIMAH
Dosen Pengampu :
DRAUL ABROR, M.Pd.I

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
AS-SHIDDIQIYAH
TAHUN AKADEMIK 2015
JL. Lintas Timur Desa Lubuk Seberuk Kec. Lempuing Jaya Kab. OKI
Sum-sel 30657



KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami limpahan rahmat sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada junjungan kita nabi Muhammad SAW beserta para sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Makalah ini disusun dengan tujuan pertama memahami dan mendalami Keraharaman pada Kelainan seksual dan Msturbasi. Kedua memenuhi tugas diskusi dan pembuatan makalah secara kelompok. Adapun manfaat makalah ini adalah sebagai wahana pembelajaran Ilmu Pendidikan Islam agar dapat dipelajari oleh seluruh mahasiswa/mahasiswa khususnya jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah.

Kami menyadari  bahwa makalah yang kami susun ini masih jauh dari sempurna, karena itulah kritik dan saran yang membangun dari dosen dan teman-teman sangat kami harapkan.
Lempuing Jaya, Maret 2015
                                                                 PENULIS




DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN..................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iii     
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengharaman Pada Kelainan Seksual............................................... 2
2.2 Pengertian Mesturbasi (Onani).......................................................... 5
2.3 Hukum Masturbasi ( Onani).............................................................. 6
2.4 Efek Samping Masturbasi ( Onani)................................................... 10
2.5 Obat Penyembuhnya......................................................................... 12

BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan....................................................................................... 13
3.2 Saran................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 15



BAB I
PENDAHULUAN
1.1         LATAR BELAKANG
Salah satu fenomena yang dihadapi oleh para remaja, bahkan termsuk orang dewasa adalah tentang masalah masturbasi atau yang dikenal juga dengan onani, yaitu mengeluarkan sperma dengan sengaja, baik dengan tangan atau pun alat lainnya dengan tujuan mencapai kepuasan birahi sendiri.
Penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pria pernah malakukan onani. Bahkan, pada tanggal 1 Desember 2012 lalu, di Shengzen, Provinsi Guangdong, China diadakan lomba onani dalam rangka memperingati hari AIDS sedunia yang jatuh pada tanggal tersebut! Alamaak.
Seiring dengan perkembangan zaman, onani pun menjadi semacam 'gaya hidup' dengan maraknya dijual fasilitas-fasilitas onani, khususnya di media online, baik berupa kemaluan buatan dan lain sebagainya.
Banyak orang yang malu membicarakan hal ini dengan orang lain, atau sekedar menanyakannya, sehingga banyak orang -khusunya umat Islam- tidak mengetahui apa hukumnya.
Padahal, para ulama sejak dulu ternyata telah menguraikan hukum perbuatan ini dalam kitab-kitab mereka, hal ini bermakna bahwa fenomena ini sudah dikenal sejak lama.
Secara umum onani dalam hukum fiqih disebut sebagai istimna' yang secara bahasa berarti 'mengeluarkan air mani'.

1.2         RUMUSAN MASALAH
                                1.          Mengapa diadakannya Pengharaman Pada Kelainan Seksual?
                                2.          Apa yang dimaksud dengan Mesturbasi (Onani)?
                                3.          Bagaimana Hukum Masturbasi ( Onani)?
                                4.          Apa Efek Samping Masturbasi ( Onani)?
                                5.          Bagaimana Penyembuhnya ?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1     PENGHARAMAN PADA KELAINAN SEKSUAL
     Dalam pembahasan berikut kita akan memaparkan beberapa tema, diantaranya diantaranya masalah had  dan sanksi yang ditetapkan Islam untuk perbuatan zina dan perbuatan menghancurkan kehormatan; masalah had dan sanksi yang ditetapkan Islam untuk tindak kejahatan qadzaf ; masalah yang menginggung kehormatan manusia ; masalah masturbasi, onani dan kelainan seksual lainnya.
Para Ulama mendefinisikan bahwa ‘zina’ adalah hubungan seksual yang sempurna antara seorang laki-laki dan seoarang perempuan yang diinginkan (menggairahkan), tanpa akad pernikahan sah ataupun pernikahan yang menyerupai sah.
Dalam mazhab Hanafiyyah dikatakan : dengan zina hukum mahram mushaharah (menantu atau besan)menjadi ada. Adapu golongan Hanbali berpendapat : menurut mazhab shahih, dengan berzina hukum mahram menjadi ada; Orang yang berzina dengan seorang wanita, maka siibu dan putri siwanita haram baginya. Ayah dan anak laki-lakipun haram bagi siwanita.
Golongan Syafi’iyah berpendapat : zina tidak menjadikan tetapnya mahram mushaharah, bagaimanapun keadaannya. Karena hubungan mahram ini adalah hikmat Allah, maka ia tidak dapat didapatkan atau ditetapkan dengan berzina dan karena air zina adalah sia-sia, tidak ada kemuliaan padanya. Jadi, orang yang berzina dengan seseorang wanita maka halal baginya menikahi anak atau orang tuanya (ibu atau nenek), seperti halalnya si wanita tersebut halal untuk orang tua dan anak-anaknya. Namun, makruh hukumnya menikahi wanita tersebut.5  
Golongan Malikiyyah berpendapat : Menurut pendapat yang dijadikan pegangan, zina tidak dapat menyebabkan hukum kemahraman; orang yang berzina dengan seorang wanita, maka dia boleh menikahi anak atau orang tua si wanita.
Sanksi perbuatan zina sudah diterangkan dalam syari’at Islam dengan tahapan-tahapan berikut.
a.              Pada permulaan Islam, sanksi bagi wanita penzina adalah dengan dikurung di rumah keluarganta sampai mati atau sampai Allah memberikan jalan untuknya. Sedangkan sanksi bagi laki-laki penzina adalah dengan disiksa (ta’zir atau dipukul). Apabila setelah itu dia bertaubat dan memperbaiki amalnya, maka harus dibiarkan. 7


Artinya : 15. Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka Telah memberi persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya. 16.  Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, Maka berilah hukuman kepada keduanya, Kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, Maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

b.             Setelah itu turun ayat dalam Surah An-Núr yang menghapus hukum dari dua ayat di atas. Ayat inilah yang menjadi hukum sanksi penzina, yakni dengan pencambukan  dan pengasingan ghairu muhshan (bagi pelaku yang belum menikah), dan dengan hukum rajam bagi yang muhshan, yakni laki-laki yang baligh dan berakal, yang berhubungan seksual melalui qubul seorang wanita, sedang dia memiliki pernikahan yang sah, meskipun perbuatan ini dilakukan hanya sekali.


Artinya :  Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.




Rasulullah SAW bersabda,

Artinya : Ambillah dariku, sesungguhnya Allah telah membuat jalan untuk mereka (para wanita penzina); orang yang belum menikah berzina dengan sesama orang yang belum menikah didera seratus kali dan diasingkan selama satu tahun. Sedangkan orang sudah menikah berzina dengan sesama orang yang sudah menikah di dera seratus kali dan di rajam dengan batu.
Artinya, pada mulanya, sanksi perbuatan zina adalah sanksi ta’zir (pengajaran) saja, lalu sanksi ini dihapus dan menjadi sanksi tindak kriminal dengan hukum Had; dengan didera, diasingkan, dan dirajam.

Ada 2 (dua) pendapat mengenai hukum Had untuk perbuatan liwath (homo seksual).
1.         Tindakan homo seksual mengharuskan diberlakukannya hukum Had, seperti dalam perzinaan; didera dan diasingkan (bagi pelaku yang belum menikah), dan dirajam (bagi pelaku yang sudah menikah), sebagaimana hadist yang diriwayatkan Abu Musa Al-Asy’ari, bahwasanya Nabi bersabda :



Artinya : Jika seorang laki-laki menyetubuhi laki-laki, maka mereka berdua adalah dua pezina. Dan jika seorang wanita menyetubuhi wanita, maka mereka berdua adalah pezina (lesbi).
2.             Pelaku dan objek perbuatan harus dibunuh, sebagaimana hadist yang diriwayatkan Ibu Abbas bahwasanya Nabi bersabda :

Artinya : Orang yang kalian dapati melakukan perbuatan seperti perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah sipelaku dan objeknya, lalu bagaimana cara membunuhnya? Ada 2 (dua) cara :
a.              Dibunuh dengan pedang.
b.              Dirajam seperti pembunuhan karena perbuatan zina. Diantara ulama yang mengemukakan pendapat ini adalah Imam Ahmad, Malik, dan Al-Laits.

Adapun perbuatan lesbi mengharuskan diberlakukannya ta’zir, bukan Had karena lesbi adalah bersentuhan tanpa memasukkan kemaluannya, seperti halnya orang laki-laki memasukkan kemaluannya tidak pada lubang kemaluan siwanita, maka perbuatan ini tidak ada Had¬-nya.
Karena sanksi zina sangat berat, maka syari’ah mewajibkan diberlakukannya sanksi tersebut dengan pengakuan, ditetapkan dengan adanya saksi yang harus memenuhi syarat-syarat berikut.
a.              Saksi adalah 4 (empat) orang laki-laki adil,


Artinya :  Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.

b.              Kesaksian harus dengan menjelaskan masuknya kemaluan laki-laki dalam lubang kemaluan wanita.
c.              Kesaksian harus menggunakan ucapan jelas yang menyatakan perbuatan zina, bukan kinayah atau kiasan.
d.             Tempat dan waktu kesaksian tidak boleh berbeda; kesaksian empat orang tersebut harus ada di satu majelis.
e.              Kesaksian tidak diberikan setelah laporan sudah diajukan/ berlaku.
2.2      PENGERTIAN MESTURBASI (ONANI)
Onani (melancap) dalam Bahasa Arab disebut Istimna. Dalam ertikata mudanya bermaksud mengeluarkan sperma atau mani secara sendirian bukan dengan jalan yang dibenarkan oleh syarak. Ia merupakan satu istilah untuk menyatakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang itu dalam memenuhi syahwatnya dengan menggunakan tangan sendiri ataupun dengan bantuan alat-alat tertentu sehingga mengeluarkan mani.

2.3      HUKUM MASTURBASI ( ONANI)
Onani yang dilakukan oleh seorang laki-laki adalah merus etika dan adab. Para ulama sendiri berbeda pendapat dalam menetapkan hukumnya.
1.             Haram
Diantara ulama yang mengharamkannya adalah pengikut mazhab Maliki, Syafi’i, Hanafi ( menurut riwayat Imam Ahmad), Ibnu Taimiyah dan pengikut zaid.[1][1] Mereka beralasan kepada firman Allah:

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ)7)
Artinya: dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa yang mencari dibalik itu, maka mereka itulah orang yang melampaui batas.[2][2]

Dalam ayat-ayat diatas dapat dipahami, bahwa orang yang dapat dibenarkan untuk mengadakan hubungan seks adalah dengan istrinya. Jadi selain itu seperti zina, homoseksual dan onani, tidak dibenarkan karena melampaui batas sebagaimana ditegaskan pada akhir ayat diatas.

Dan ulama lain Al-Bakry ad-Damyathy dalam Kitab I’anah at-Thalibin, dalam pendalilian keharaman onani menyebut hadits di bawah ini, yaitu:

لعن الله من نكح يده و ان الله أهلك أمة كانوا يعبثون بفروجهم 
 
Artinya : Allah melaknat orang-orang yang menikahi tangannya (onani). Sesungguhnya    Allah telah menghancurkan umat yang suka bermain-main dengan kemaluannya.[3]
[3]

Imam al-Rafi’i, salah seorang ulama terkenal dikalangan Syafi’iyah menyebut hadits di bawah ini sebagai dalil pengharaman onani, yaitu ;
Artinya : terlaknat orang-orang yang menikahi tangannya (onani)[4][4]
                       
Dalil lain adalah Firman Allah:
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِه
Artinya: dan orang-orang yang tidak mampu kawin hemdaklah menjaga kesucian ( dirinya) sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya...[5][5]
Ayat tersebut mengharamkan onani dari dua sudut yaitu sebagai berikut:
1.             Sesungguhnya Allah memerintahkan orang islam yang belum mampu kawin supaya menjaga kesucian diri. Kalimat “ وليستعفف  mengandung perintah. Dengan demikian menjaga diri dari perbuatan- perbuatan yang tidak senonoh, hukumnya wajib ( ushul fiqh).
2.             Dalam ayat tersebut diatas dan ayat-ayat lain yang tidak pernah Allah memberikan jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan biologis, seperti onani, malahan diperintahkan untuk menjaga kesucian diri.[6][6]
Selanjutnya mereka berpegang pada hadis Rasulullah SAW:

عن عبد الله ابن مسعود رضى الله عنها قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج فانه له اغض للبصر واحسن للفرج ومن لم يستطع فعليه بالصوم فانه له وجاء ( رواه البخاري ومسلم )

Artinya: dari Abdullah bin Mas’ud ra. Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda wahai generasi muda, barang siapa diantara kalian yang sudah siap ( mampu) berumah tangga maka kawinlah. Sesungguhnya kawin itu dapat menjaga pandangan mata dan memlihara kemaluan ( dari perbuatan maksiat). Barang siapa yang belum mampu hendaklah ia berpuasa karena dengan berpuasa itulah dirinya akan terlindungi dari kemaksiatan.[7][7]

Dari hadis diatas dapat dipahami bahwa bagi orang yang belum mampu berumah tangga, jalan keluarnya adalah berpuasanuntuk menurunkan dorongan syahwat, bukan dengan cara lain seperti onani dan lain-lain.

2.       Makruh
Pengikut mazhab Hambali memandang onani itu sebagai perbuatan yang makruh. Mereka berdalil pada qiyas. Perbuatan onani ini sama halnya seperti mengeluarkan darah dari tubuhnya demi untuk kesembuahn penyakit.[8][8]
Diantara orang yang memandang makruh adalah Ibnu Umar dan ‘atha’. Kendatipun mereka membolehkan, tetapi tetap dibenci perbuatannya itu. Ibnu Hazm juga berpendirian demikian yaitu orang laki-laki dan perempuan yang menyentuh alat vital masing-masing dibolehkan.[9][9]
3.           Mubah
Hukum yang membolehkan onani berasal dari pendapat hasan, Amar bin Dinar, Ibnu Abbas dan Mujahid. Hal ini pernah terjadi pada waktu peperangan. Hal ini juga berarti bahwa onani itu dperbolehkan dalam keadaan yang sangat terpaksa dan mendesak.[10][10]
4.           Wajib
Diantara ulama yang menyatakan bahwa onani itu haram pada suatu ketika dan wajib pada situasi yang lain, adalah pengikut imam Hanafi. Andaikata seseorang dikhawatirkan akan berbuat zina, maka wajiblah ia menyalurkan nafsu seksualnya dengan onani.[11][11]
Mereka berpegang kepada kaidah:
اذا اجتمع الضرر فعليكم باخف الضررين
“ jika berkumpul dua bahaya, maka wajib kalian mengambil bahaya yang paling ringan”
     Jadi, jika onani dilakukan untuk merangsang dan membangkitkan syahwat, maka tetap haram hukumnya menurut mazhab ini. Mereka mengatakan bahwa onani menjadi wajib apabila ia takut jatuh kepada perzinahan jika tidak melakukannya. Hal ini juga didasarkan pada kaidah mengambil kemudharatan yang lebih ringan. Namun mereka mengharamkan apabila hanya sebatas untuk bersenang-senang dan membangkitkan syahwatnya. Mereka juga mengatakan bahwa onani tidak masalah jika orang itu sudah dikuasai oleh syahwatnya sementara ia tidak memiliki istri atau budak perempuan demi menenangkan syahwatnya.[12][12]




2.4     EFEK SAMPING MASTURBASI ( ONANI)
Perbuatan onani, walaupun ada diantara ulama mebolehkan, tetapi perlu dikaji segi lainnya.
1.             Efeknya terhadap rohani
Sebagian besar ulama mengatakan bahwa hukum onani adalah haram. Sebagaimana yang telah dikemukakan diatas, perbuatan haram menyangkut dengan dosa dan perbuatan dosa adakalanya sudah dibalas selagi hidup didunia. Ibnu qayyim pernah berkata,” setiap musibah, bencana, nasib sial, dan kekurangan, baik didunia ” aupun diakhirat penyebabnya dalah perbuatan dosa dan tidak melaksanakan perintah Allah”. Kemudian Beliau menambahkan,” kemaksiatan adalah api yang membakar nikmat keseluruhan seperti halnya api yang membakar kayu bakar”.
a.             Hilangnya sifat istiqomah ( lemah pendirian) dalam menjalankan ajaran islam. Rohaninya selalu diganggu oleh setan, kebiasaan-kebiasaan buruk selalu dilakukan. Lama-lama akan menjauh dari agama yang dianutnya dan sewaktu-waktu perasaan berdosa muncul dalam dirinya, akibatnya  jiwa selalu gelisah.
b.             Kendatipun pelaku onani tidak menyimpang dari agama secara keseluruhan, tetapi dia tetap dianggap meremehkan agama seperti yang telah dikemukakan diatas dalam surat Al-Mu;minun ayat 5-7 dan dalam surat An-Nur: 33 yang intinya seseorang tetap dituntut untuk mensucikan diri, jangan melakukan perbuatan yang menyimpang seperti onani.[13][13]

2.             Efeknya terhadap kesehatan
Perbuatan onani sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Ahli kedokteran mengatakan bahwa onani dapat menimbulkan beranekaragam efek samping. Diantaranya:
a.       Melemahnya alat kelamin, dan sedikit demi sedikit akan semakin lemah ( lemas)  sehingga tidak dapat melakukan hubungan seksual dengan sempurna.
b.      Melemahnya urat-urat tubuh, karena mengeluarkan mani tidak melalui hubungan seks, tetapi dengan tangan.
c.       Mempengaruhi perkembangan alat vital dan mungkin tidak akan tumbuh sebagamana lazimnya.
d.      Alat vital itu akan membengkak, sehingga sipelaku menjadi mudah mengeluarkan maninya.
e.       Mengakibatkan ( meninggalkan) rasa sakit pada sendi tulang punggung, tempat sumber air mani keluar. Akibatnya punggung akan menjadi bungkuk.
f.       Menyebabkan anggota badan sering merasa gemetaran, seperti dibagian kaki da sebagainya.
g.      Menyebabkan kelenjer otak menjadi lemah, sehingga daya berfikir menjadi semakin berkurang, daya tahan menurun dan daya ingat juga melemah.
h.        Penglihatan semakin berkurang ketajamannya, karena sudah tidak normal lagi.[14][14]

3.      Efeknya terhadap kejiwaan
a.       Menurut ahli ilmu jiwa, sebenarnya perbuatan yang beronani itu juga merasakan bahwa dirinya bersalah dan dia pun tahu, bahwa perbuatan itu berdosa. Tetapi dia selalu mengulanginya karena kebiasaan. Jadi perbuatannya itu selalu dirasakan bertentangan dengan hati kecilnya ( nuraninya). Karena perbuatannya itu merupakan pelanggaran ajaran Allah, maka jiwanya selalu gelisah. Perhatiannya terhadap agama Allah telah terkalahkan oleh hawa nafsunya. 
b.      Perbuatan onani secara berlebihan akan menyebabkan urat saraf tidak stabil lagi, kepercayaan diri menjadi hilang, hidup menyendiri, karena perasaan malu yang tertanam dalam dirinya.
c.       Kesenangan dalam beronani yang melampaui batas akan mebuat orang kecanduan. Akhirnya terbawa arus dan terus-menerus memperturutkan hawa nafsu.[15][15]

2.5     OBAT PENYEMBUHNYA
Adapun untuk mengobati penyakit onani ada beberapa jalan yang harus ditempuh yaitu: melangsungkan perkawinan bila sudah memungkinkan. Kalau belum memungkinkan lakukanlah ibaddah puasa. Cara lain dengan mendekatkan diri kepada Allah, menjaga pandangan mata yang sifatnya merangsang, melatih kemauan untuk menentang kemaksiatan. Selain itu, juga membantu bila telah terlatih memerangi pola fikir yang negatif, menyibukkan diri tatkala nafsu birahi timbul, mengingat-ingat akibat buruk dari onani itu menjauhi segala sesuatu yang mungkin mempengaruhi nafsu syahwat dan berdoa kepada Allah agar terhindar dari segala perbuatan maksiat. Demikian diantara upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam pengobatan penyakit onani.[16][16]




BAB III
PENUTUP
3.1     KESIMPULAN
Para Ulama mendefinisikan bahwa ‘zina’ adalah hubungan seksual yang sempurna antara seorang laki-laki dan seoarang perempuan yang diinginkan (menggairahkan), tanpa akad pernikahan sah ataupun pernikahan yang menyerupai sah.
Onani (melancap) dalam Bahasa Arab disebut Istimna. Dalam ertikata mudanya bermaksud mengeluarkan sperma atau mani secara sendirian bukan dengan jalan yang dibenarkan oleh syarak. Ia merupakan satu istilah untuk menyatakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang itu dalam memenuhi syahwatnya dengan menggunakan tangan sendiri ataupun dengan bantuan alat-alat tertentu sehingga mengeluarkan mani.
Onani yang dilakukan oleh seorang laki-laki adalah merus etika dan adab. Para ulama sendiri berbeda pendapat dalam menetapkan hukumnya.
1.             Haram
2.             Makruh
3.             Mubah
4.             Wajib
Perbuatan onani, walaupun ada diantara ulama mebolehkan, tetapi perlu dikaji segi lainnya.
                                     1.              Efeknya terhadap rohani
                                     2.              Efeknya terhadap kesehatan
Perbuatan onani sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Ahli kedokteran mengatakan bahwa onani dapat menimbulkan beraneka ragam efek samping.
Adapun untuk mengobati penyakit onani ada beberapa jalan yang harus ditempuh yaitu: melangsungkan perkawinan bila sudah memungkinkan. Kalau belum memungkinkan lakukanlah ibaddah puasa. Cara lain dengan mendekatkan diri kepada Allah, menjaga pandangan mata yang sifatnya merangsang, melatih kemauan untuk menentang kemaksiatan. Selain itu, juga membantu bila telah terlatih memerangi pola fikir yang negatif, menyibukkan diri tatkala nafsu birahi timbul, mengingat-ingat akibat buruk dari onani itu menjauhi segala sesuatu yang mungkin mempengaruhi nafsu syahwat dan berdoa kepada Allah agar terhindar dari segala perbuatan maksiat. Demikian diantara upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam pengobatan penyakit onani

3.2     SARAN
Bagi mahasiswa, makalah ini penting untuk dibaca karena agar kita selaku mahasiswa yang dipandang baik oleh masyarakat awam dapat menjaga tingkah kita agar tak terjebak kepada tindakan seksbebas . Bagi dosen, makalah ini penting sebagai bahan untuk penyampaian materi mengenai pengharaman seks dan masturbasi. Bagi penulis  selanjutnya diharapkan bisa membuat makalah tentang materi ini  lebih baik lagi.



DAFTAR  PUSTAKA

M. Hasan, Ali, Masail Fiqiyah Al-Hadist ( pada masalah- masalah kontemporer hukum islam) , Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998, hlm. 94. 
ad-Damyathy, Al-Bakry I’anah at-Thalibin Juz III, Thaha Putra, Semarang, Hal. 340.
Mulaqqan, Ibnu Badr al-Munir, Maktabah Syamilah, Juz. VII,
Bukhari, Shahih Bukhari, Darul Thauq an-Najh, Juz. VII,
Sabiq, sayid Fiqhus Sunnah juz III,
Jauhar, AhmadAl-Musi Husain, Muqasid Syari’ah, Amzah; Jakarta, 2009
Prof , H. A, Djazuli,Fiqih Siyasah,Kencana Jakarta, cetakan ke II, 2003.
Abdul Wahhab Khallaf,Al-Siyasah Al-Syari’ah, Daral-Ansr, Kairo,1977
M. Zein, Satria Efendi,ushul-figh, Jakarta : Kencana, 2008.


[1][1]M. Ali Hasan, Masail Fiqiyah Al-Hadist ( pada masalah- masalah kontemporer hukum islam) , Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998, hlm. 94. 
[2][2]QS. Al-Mu’minun ayat: 5-7. Argumentasi mereka akan pengharaman onani ini adalah bahwa Allah swt telah memerintahkan untuk menjaga kemaluan dalam segala kondisi kecuali terhadap istri dan budak perempuannya. Apabila seseorang tidak melakukannya terhadap kedua orang itu kemudian melakukan onani maka ia termasuk kedalam golongan orang-orang yang melampaui batas-batas dari apa yang telah dihalalkan Allah bagi mereka dan beralih kepada apa-apa yang diharamkan-Nya atas mereka. Lihat sayid Sabiq, Fiqhus Sunnah juz III, hal 424.
[3][3] Al-Bakry ad-Damyathy, I’anah at-Thalibin Juz III, Thaha Putra, Semarang, Hal. 340.
[4][4] Ibnu Mulaqqan, Badr al-Munir, Maktabah Syamilah, Juz. VII, Hal. 662.
[5][5]QS. An-Nur: 33.
[6][6] M. Ali Hasan, Masail Fiqiyah Al-Hadist ( pada masalah- masalah kontemporer hukum islam) , hlm. 95.
[7][7]. Bukhari, Shahih Bukhari, Darul Thauq an-Najh, Juz. VII, Hal. 3.
[8][8]Dari referensi lain Para ulama madzhab Hambali berpendapat bahwa onani itu diharamkan kecuali apabila dilakukan karena takut dirinya jatuh kedalam perzinahan atau mengancam kesehatannya sementara ia tidak memiliki istri atau budak serta tidak memiliki kemampuan untuk menikah, jadi onani tidaklah masalah. Lihat sayid Sabiq, Fiqhus Sunnah juz III, hal 425.
[9][9] M. Ali Hasan, Masail Fiqiyah Al-Hadist ( pada masalah- masalah kontemporer hukum islam) , hlm. 96. Dari referensi lain menjelaskan Ibnu Hazm berpendapat bahwa onani itu makruh dan tidak ada dosa didalamnya karena seseorang yang menyentuh kemaluannya dengan tangan kirinya adalah boleh menurut ijma seluruh ulama… sehingga onani itu bukanlah suatu perbuatan yang diharamkan. Firman Allah swt
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُم مَّا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ                                                                               
Artinya : “Padahal Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu.” (QS. Al An’am : 119)
Dan onani tidaklah diterangkan kepada kita tentang keharamannya maka ia adalah halal sebagaimana firman-Nya :
Artinya : “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” (QS. Al Baqoroh : 29). Lihat  sayid Sabiq, Fiqhus Sunnah juz III, hal 426.
[10][10] M. Ali Hasan, Masail Fiqiyah Al-Hadist ( pada masalah- masalah kontemporer hukum islam) , hlm. 96.
[11][11] ibid  hlm. 97.
[12][12] sayid Sabiq, Fiqhus Sunnah juz III, hal 425.
[13][13] M. Ali Hasan, Masail Fiqiyah Al-Hadist ( pada masalah- masalah kontemporer hukum islam) , hlm. 97-98.
[14][14] ibid  98-99.
[15][15] Ibid hlm. 99.
[16][16] Ibid hlm. 99-100.

0 komentar: