Makalah Ulumul Quran tentang Ruang lingkup dan pembagian quran
MAKALAH
Ulumul Qur’an
“Ruang lingkup dan Pembagian
Ulumul Qur’an”
Disusunoleh:
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
AS-SHIDDIQIYAH
LEMPUING JAYA KAB. OKI
SUM-SEL
TAHUN AKADEMIK 2014 / 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Al-Qur’an itu diturunkan dalam bahasa Arab. Oleh karena itu, ada
anggapan bahwa setiap orang yang mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi
Al-Qur’an. Lebih dari itu, ada orang yang merasa telah dapat memahami dan
menafsirkan Al-Qur’an dengan bantuan terjemahnya, sekalipun tidak mengerti
bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti kandungan
Al-Qur’an.
Maka dari itu, untuk dapat mengetahui isi kandungan Al-Qur’an
diperlukanlah ilmu yang mempelajari bagaimana tata cara menafsiri Al-Qur’an
yaitu Ulumul Qur’an dan juga terdapat faedah-faedahnya.
Dengan adanya pembahasan ini, kita sebagai generasi islam supaya lebih
mengenal Al-Qur’an. Begitu pentingnya kita mempelajari ulumul qur’an karena
dengan itu kita akan mengerti isi kandungan Al-Quran tersebut yang tidak lain
adalah wahyu Allah SWT sebagai pedoman hidup kita semua.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah setelah
kita mengetahui tentang pengertian Ulumul Qur’an dan sejarah perkembangannya
dengan jelas, maka kita dengan ini kita bermaksud melanjutkan dengan pembahasan
selanjutnya yaitu mengenai ruang lingkup ulumul qur’an, yang meliputi pembagian
serta cabang-cabang dari Ulumul Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Dan Perkembangan
Ulumul Qur’an
Di
masa Rasul SAW dan para sahabat,Ulumul Qur’an belum di kenal sebagai suatu ilmu
yang berdiri sendiri dan tertulis.Para sahabat adalah orang-orang Arab asli
yang dapat merasakan struktur bahasa arab yang tinggi dan bila mereka tidak
menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu mereka dapat menanyakan
langsung kepada Rasul SAW.Dengan demikian ada tiga faktor yang menyebabkan
Ulumul qur’an tidak di bukukan di masa Rasul dan sahabat.Pertama kondisinya
tidak membutuhkan karena kemampuan mereka yang besar dalam memahami Al-Qur’an
dan Rasul dapat menjelaskan maksudnya.Kedua,sahabat sedikit sekali yang bisa
menulis.Ketiga,adanya larangan Rasul untuk menuliskan selain Al-Qur’an.
Di
masa Khalifah Usman wilayah islam bertambah luas,keadaan ini menimbulkan
kekhawatiran sahabat akan tercemarnya keistimewaan bahasa arab dari bangsa arab
dan akan terjadinya perpecahan di kalangan kaum muslimin tentang bacaan
Al-Qur’an selama tidak memiliki sebuah Al-Qur’an yang menjadi standar
bacaan.Maka dari itu di salinlah dari tulisan-tulisan aslinya sebuah Al-Qur’an
yang di sebut Mushhaf Imam.Dengan terlaksananya penyalinan ini maka Usman telah
meletakkan suatu dasarUlumul Qur’an yang di sebut Rasm Al-Qur’an atau ‘ilm
al-Rasm al-Usmani.
Di
masa Ali terjadi perkembangan baru dalam ilmu Al-qur’an,karena umat islam
banyak yang berasal dari non arab.Ali menyuruh Abu al-Aswad al-Duali (w.69 H)
menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab.Hal ini di lakukan uintuk memelihara bahasa
Arab dari pencemaran dan menjaga Al-Qur’an dari keteledoran pembacanya.Tindakan
Khalifah Ali ini di anggap perintis lahirnya ilmu nahwu dan I’rab al-qur’an.
Setelah
berakhirnya zaman khalifah yang empat,timbul zaman bani umayyah.Kegiatan para
sahabat dan tabi’in terkenal dengan usaha-usaha mereka yang tertumpu pada
penyebaran ilmu-ilmu Al-Qur’an melalui jalan periwayatan dan pengajaran secara
lisan bukan melalui tulisan atau catatan.
Para
penulis pertama dalam tafsir adalah syu’bah ibnal-Hajjaj 160 H, Sufyan ibn
‘Uyaynah 198 H,dan Wali’ibn al-Jarrah 197 H. Kitab-kitab tafsir mereka
menghimpun pendapat-pendapat sahabat dan tabi’in.
Kemunculan
istilah Ulumul Qur’an dan orang yang pertama menggunakannya terdapat tiga
pendapat di kalangan para penulis Ulumul Qur’an, yaitu:
1.
Pendapat
umum mengatakan bahwa masa lahirnya istilah Ulumul Qur’an pertama kali pada
abad ke-7.
2.
Al-Zarqani
berpendapat bahwa istilah ini lahir dengan lahirnyakitab Al-Burhan fi ulum
al-Qur’an,karya Ali ibn Ibrahim ibn sa’id yang terkenal dengan sebutan Al-Hufi
w.430 H..
3.
Subi
al-Salih tidak setuju dengan kedua pendapat ini. Dia berpendapat orang yang
pertama kali mengguinakan istilah Ulumul Qur’an adalah ibn al-Mirzaban pada
abad ke-3 H. M. Hasbi Ash-Shiddieqy juga setuju dengan pendapat ini.
Dari
ketiga pendapat di atas pendapat Shubhi al-Shalih jelas lebih kuat.Sebab ibn
al-Mirzabanlah penulis yang pertama menggunakan istilah Ulumul Qur’an pada
kitabnya yang berjudul Al-Hawi fi Ulum al-Qur’an.
2.2 Pengertian Ulumul Qur’an
Kata
Ulumul Qur’an berasal dari bahasa arab yang terdiri dari dua kata yaitu “ulum”
dan “Al-Qur’an”.Kata “ulum” adalah bentuk jamak dari kata “ilm” yang berarti
ilmu-ilmu.Al-Qur’an adalah kitab suci umat islam yang di turunkan kepada Nabi
Muhammad SAW.Ulumul Qur’an merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan
dengan Al-Qur’an,baik dari segi keberadaannya sebagai Al-Qur’an maupun dari
segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya.
Al-Zarqani
merumuskan definisi ulumul Qur’an sebagai berikut:
Beberapa
pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an al-karim,dari segi turunnya, urut
urutannya, pengumpulannya, penulisannya,bacaannya, penafsirannya, kemu’jizatannya,nasikh
dan mansuknya,penolakan hal-hal yang bias menimbulkan keraguan terhadapnya dan
sebagainya.
Manna’al-Qaththan
memberikan definisi sebagai berikut:
Ilmu
yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an,dari segi
pengetahuan tentang sebab turunnya, pengumpulan Al-qur’an dan
urut-urutannya,pengetahuan tentang ayat-ayat makkiah dan madaniah,dan hal-hal
yang berhubungan dengan Al-qur’an.
Kedua
definisi diatas menunjukan bahwa Ulumul Qur’an adalah kumpulan sejumlah pembahasan
yang pada mulanya merupakan ilmu-ilmu yang berdiri sendiri.Ilmu-ilmu ini tidak
keluar dari ilmu agama dan bahasa.Masing-masing menampilkan sejumlah aspek
pembahasan dalam Al-qur’an yang di anggapnya penting.
Perbedaan
kedua definisi di atas terletak pada tiga hal, antara lain:
1.
Pada
aspek pembahasannya, definisi pertama menampilkan sembilan aspek pembahasan dan
yang kedua menampilkan lima dari padanya.
2.
Meskipun
keduanya tidak membataskan pembahasannya pada aspek-aspek yang di
tampilkan,namun definisi pertama lebih luas cakupannya dari yang kedua dan
menyebutkan secara eksplisit penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan
keragu-raguan terhadap Al-qur’an sebagai bagian dari pembahasannya,sedangkan
definisi yang kedua tidak demikian.
3.
Perbedaan
aspek pembahasan yang di tampilkan tidak semuanya sama di antara
keduanya.Misalnya definisi pertama di sebutkan bahwa penulisan
Al-qur’an,qiraat,penafsiran,dan kemu’jizatan Al-quraan sebagai bagian
pembahasannya sedangkan definisi kedua,semua itu tidak di sebutkan.Namun,pengetahuan
tentang ayat-ayat makkiah dan madaniah serta ayat-ayat muhkamat dan
mutasyabihat yang tidak tersebut dalam definisi pertama di sebutkan dalam
definisi kedua.
2.3. Ruang Lingkup Ulumul
Qur’an
Di
dalam Ulumul Quran masih banyak Ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya di
antaranya ilmu Gharib al-qur’an, ilmu badai al-qur’an, ilmu tanasub ayat
al-qur’an, ilmu aqsam al-qur’an, ilmu amtsal al-qur’an, ilmu jidal
al-qur’an,ilmu Adab tilawah al-qur’an,dan sebagainya.Al-suyuti memperluasnya
sehingga memasukan astronomi,ilmu ukur, kedokteran dan sebagainya.
Kemudian
dia mengutip Abu Bakar Ibn al-Arabi yang mengatakan bahwa ulumul qur’an terdiri
dari 77450 ilmu.Hal ini di dasarkan jumlah kata yang terdapat dalam Al-Qur’an
dengan di kalikan empat,sebab dalam Al-Qur’an mengandung makna
zahir,bathin,terbatas dan tak terbatas.
Namun
demikian Ash-shiddiqy memandang segala macam pembahasan ulumul Qur’an itu
kembali kepada beberapa pokok persoalan saja sebagai berikut:
1.
Persoalan Nuzul
Meliputi hal menyangkut dengan ayat-ayat yang diturunkan di
Mekkah yang disebut Makkiah,ayat-ayat yang diturunkan di Madinah disebut
Madaniah, ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi berada di
kampung disebut Hadhariah, ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi dalam
perjalanan disebut Safariah, ayat-ayat yang diturunkan di waktu siang hari
disebut Nahariah, yang diturunkan pada malam hari disebut Lailaiah, yang
diturunkan di musim dingin disebut Syitaiah, yang diturunkan di musim panas
disebut Shaifiah, dan yang diturunkan ketika Nabi di tempat tidur disebut
Firasyiah. Juga meliputi hal yang menyangkut sebab-sebab turun ayat, yang
mula-mula turun, yang terakhir turun,
yang berulang-ulang turun, yang turun terpisah-pisah, yang turun sekaligus,
yanng pernah diturunkan kepada seorang nabi, dan yang belum pernah turun sama
sekali.
2.
Persoalan Sanad
Meliputi hal-hal yang menyangkut sanad yang
mutawatir, yang ahad, yang syaz, bentuk-bentuk qira’at Nabi, para periwayat dan
para penghafal Al-Qur’an, dan cara tahammul(penerimaan riwayat).
3.
Ada’al –qiraah(cara membaca Al-Qur’an)
Hal ini menyangkut waqf (cara berhenti), ibtida’ (cara memulai), imalah, madd (bacaan yang dipanjangkan),
takhfif hamzah(meringankan bacaan hamzah), idgham(memasukkan bunyi huruf yang
sakin kepada bunyi sesudahnya).
4.
Pembahasan yang menyangkut lafal Al-Qur’an
Yaitu tentang gharib(pelik),mu’rab(menerimaperubahan akhir
kata),majaz(metafora), musytarak(lafal yang mengandung lebih dari satu makna),
muradif(sinonim), isti’arah(metafor), dan tasybih(penyerupaan).
5.
Persoalan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan hokum
Yaitu ayat yang bermakna umum dan tetap dalam keumumannya,
umum yang dimaksudkan khusus, umum yang dikhususkan oleh sunnah, yang nash,
zahir, mujmal(bersifat global), mufashshal(dirinci), manthuq(makna yang
berdasarkan pengutaraan), mafhum(makna yang berdasarkan pemahaman),
muthlaq(tidak terbatas), muqayyad(terbatas), muhkam(kukuh,jelas),
mutasyabih(samar), musykil(maknanya pelik), nasikh(menghapus),
mansukh(dihapus), muqaddam(didahulukan), muakhkhar(dikemudiankan), ma’mul(diamalkan)
pada waktu tertentu, dan yang hanya ma’mul(diamalkan) oleh seorang saja.
6.
Persoalan makna
Al-Qur’an yang berhubungan dengan lafal
yaitu fashl(pisah), washl(berhubung), ijaz(singkat),
ithnab(panjang),musawah(sama), dan qashr(pendek).
Pada dasarnya dan yang menjadi pokok pembahasan Ulumul Qur’an
itu adalah ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab. Namun, melihat kenyataan adanya
ayat-ayat yang menyangkut berbagai aspek kehidupan dan tuntutan yang semakin
besar kepada petunjuk Al-Qur’an, maka untuk menafsirkan ayat-ayat menyangkut
disiplin ilmu tertentu memerlukan pengetahuan tentang ilmu tersebut.
2.4 Ulumul Qur’an Pada Masa
Tabi’-Tabi’in
Mengenai para tabi'in, diantara mereka ada satu kelompok
terkenal yang mengambil ilmu
ini dari para sahabat disamping mereka sendiri bersungguh-sungguh atau
melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat. Yang terkenal di antara mereka
masing-masing sebagai berikut :
1.
Murid Ibnu Abbas di Mekah yang terkenal ialah, Sa'id bin
ubair, Mujahid, 'iKrimah bekas sahaya (maula) Ibnu Abbas, Tawus bin kisan al
Yamani dan 'Ata' bin abu Rabah.
2.
Murid Ubai bin Ka'ab, di Madinah : Zaid bin !slam, abul
Aliyah, dan Muhammad bin Ka'b
al Qurazi.
3.
Abdullah bin Masud di Iraq yang terkenal : 'Alqamah bin Qais,
Masruq al Aswad bin Yazid,
'Amir as Sya'bi, Hasan Al Basyri dan Qatadah bin Di'amah as Sadusi. Dan
yang diriwayatkan mereka itu semua meliputi ilmu tafsir, ilmu Gharibil
Qur'an, ilmu Asbabun Nuzul, ilmu Makki Wal madani dan ilmu Nasikh dan
Mansukh, tetapi semua ini tetap didasarkan pada riwayat dengan cara
didiktekan.
2.5 Ruang lingkup dan
Pembagian Ulumul Qur’an
Secara garis besar, Ulumul Qur’an terbagi menjadi 2 pokok
bahasan, yaitu :
1.
Ilmu
yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang
macam-macam bacaan, tempat turun ayat-ayat Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya dan
sebab-sebabnya.
2.
Ilmu
yang berhubungan dengan dirayah, yaitu ilmu yang diperoleh dengan jalan
penelaahan secara mendalam, seperti memahami lafadz yang ghorib (asing) serta
mengetahui makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum[1].
Mengenai ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an, para
ulama’ saling mengeluarkan pendapatnya masing-masing. Diantaranya adalah :
a)
As-Suyuthi dalam kitab Al-Itqan
menguraikan bahwa Ulumul Qur’an mempunyai banyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap
cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu.
b)
Abu Bakar Ibnu Al-Araby mengatakan
bahwa Ulumul Qur’an terdiri dari 77.450 ilmu. Hal ini didasarkan pada jumlah
kata yang terdapat dalam Al-Qur’an dengan dikalikan empat. Sebab setiap kata
dalam Al-Qur’an mengandung makna dzhohir, bathin, terbatas dan tidak terbatas,
serta dilihat dari sudut mufrodnya[2].
c)
Sebagian jumhur ulama’ berpendapat,
objek pembahasan Ulumul Qur’an yang mencakup berbagai segi kitab Al-Qur’an
berkisar antara ilmu-ilmu bahasa Arab dan pengetahuan agama islam[3].
d)
M. Hasbi Ash-Shiddiqy berpendapat,
ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an terdiri atas tujuh belas pokok, yaitu:
1.
Ilmu
Mawathin al-Nuzul
Ilmu ini
menerangkan tempat-tempat turun ayat, masanya, awalnya, dan akhirnya.
2.
Ilmu
tawarikh al- Nuzul
Ilmu ini menjelaskan masa turun
ayat dan urutan turunnya satu persatu, dari permulaan sampai akhirnya serta
urutan turun surah dengan sempurna.
3.
Ilmu
Asbab al-Nuzul
Ilmu ini
menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat.
4.
Ilmu
Qiraat
Ilmu ini
menerangkan bentuk-bentuk bacaan Al-Qur’an yang telah diterima dari Rasul SAW.
Ada sepuluh Qiraat yang sah dan beberapa macam pula yang tidak sah.
5.
Ilmu
Tajwid
Ilmu ini
menerangkan cara membaca Al- Qur’an dengan baik.
Ilmu ini menerangkan di mana tempat memulai, berhenti, bacaan panjang dan pendek, dan sebagainya.
Ilmu ini menerangkan di mana tempat memulai, berhenti, bacaan panjang dan pendek, dan sebagainya.
6.
Ilmu
Gharib Al-Qur’an
Ilmu ini
menerangkan makna kata-kata yang ganjil dan tidak terdapat dalam kamus-kamus
bahasa Arab yang biasa atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu
ini berarti menjelskan makna kata-kata yang pelik dan tinggi.
7.
Ilmu
I’rab Al-Qur’an
Ilmu ini menerangkan
baris kata-kata Al- Qur’an dan kedudukannya dalam susunan kalimat.
8.
Ilmu
Wujuh wa al- Nazair
Ilmu ini
menerangkan kata-kata Al-Qur’an yang mengandung banyak arti dan menerangkan
makna yang dimaksud pada tempat tertentu.
9.
Ilmu
Ma’rifah al- Muhkam wa al- Mutasyabih
Ilmu ini
menjelaskan ayat-ayat yang dipandang muhkam (jelas maknanya) dan yang
mutasyabihat (samar maknanya, perlu ditakwil).
10. Ilmu Nasikh wa al-
Mansukh
Ilmu ini
menerangkan ayat-ayat yang dianggap mansukh (yang dihapuskan) oleh sebagian mufassir.
11. Ilmu Badai’ Al-Qur’an
Ilmu ini
bertujuan menampilkan keindahan-keindahan Al- Qur’an dari sudutkesusastraan,
keanehan-keanehan, dan ketinggian balaghahnya.
12. Ilmu I’jaz Al-Qur’an
Ilmu ini
menerangkan kekuatan susunan dan kandungan ayat-ayat Al- Qur’an sehingga dapat
membungkam para sastrawan Arab.
13. Ilmu Tanasub Ayat
Al-Qur’an
Ilmu ini
menerangkan persesuaian dan keserasian antara suatu ayat dan ayat yang didepan
dan yang dibelakangnya.
14. Ilmu Aqsam Al-
Qur’an
Ilmu ini
menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah Tuhan yang terdapat dalam Al- Qur’an.
15. Ilmu Amtsal Al-
Qur’an
Ilmu ini
menerangkan maskud perumpamaan-perumpamaan yang dikemukan Al-Qur’an.
16. Ilmu Jidal Al-Qur’an
Ilmu ini
membahas bentuk-bentuk dan cara- cara debat dan bantahan Al-Qur’an yang
dihadapkan kepada kamu Musyrik yang tidak bersedia menerima kebenaran dari
Tuhan.
17. Ilmu Adab Tilawah Al-
Qur’an
Ilmu ini
memaparkan tata-cara dan kesopanan yang harus diikuti ketika membaca Al-Qur’an[4].
Ramli Abdul Wahid juga menambahkan ilmu tafsir sebagai bagian
dari Ulumul Qur’an . Ilmu tafsir berfungsi sebagai alat untuk mengungkap isi
dan pesan yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an. Menurunya, Ulumul Qur’an
lebih umum dari ilmu tafsir karena Ulumul Qur’an ialah segala ilmu-ilmu yang
mempunyai hubungan dengan Al-Qur’an. Ilmu tafsir tidak kurang penting dari
ilmu-ilmu tersebut di atas, terutama setelah berkembang dengan menampilkan
berbagai metodologi, corak, dan alirannya. Pintu ilmu ini selalu terbuka kepada
setiap ulama yang datang kemudian untuk memasuki persoalan-persoalan yang belum
terjamah para ulama terdahulu karena faktor-faktor tertentu. Dengan ilmu ini
seseorang akan dapat menunjukkan dan mempertahankan kesucian dan kebenaran
Al-Qur’an.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa secara
terminologi, Ulumul Qur’an adalah kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan
dengan Al-Qur’an yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. Jadi, Al-Qur’an
adalah pedoman hidup bagi manusia yang disajikan dengan status sastra yang
tinggi. Kitab suci ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia semenjak
Al-Qur’an diturunkan, terutama terhadap ilmu pengetahuan, peradaban serta
akhlak manusia.
3.2. Saran
Demikianlah tugas penyusunan makalah ini kami persembahkan. Harapan
kami dengan adanya tulisan ini bisa menjadikan kita untuk lebih menyadari bahwa
agama islam memiliki khazanah keilmuan yang sangat dalam untuk mengembangkan
potensi yang ada di alam ini dan merupakan langkah awal untuk membuka cakrawala
keilmuan kita, agar kita menjadi seorang muslim yang bijak sekaligus intelek.
Serta dengan harapan dapat bermanfaat dan bisa difahami oleh para
pembaca.Kritik dan saran sangat kami harapkan dari para pembaca, khususnya dari
dewan guru yang telah membimbing kami dan para siswa demi kesempurnaan makalah
ini.Apabila ada kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahid Ramli, Drs.2002.Ulumul Qur’an. Jakarta : Raja Grafindo
Persada
Abdul, Halim M.1999. Memahami
Al-Qur’an. Bandung : Marja’Anwar, Rosihan.2006.Ulumul Qur’an. Bandung : Pustaka Setia
Nata, Abuddin.1992.Al-Qur’an dan Hadits.Jakarta : Raja Grafindo Persada
Shaleh, K.H.1992. Asbabun Nuzul. Bandung : C.V Diponegoro
Zuhdi, Masfuk.1997. Pengantar Ulumul Qur’an.Surabaya : Karya Abditama
0 komentar: