makalah musyarokah dan mudhorobah
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Dalam pandangan jumhur
ulama bunga adalah riba nasi’ah yang
haram. Implikasinya, ia harus dihapus secara mutlak. Sebagai alternatif
penggantinya ajaran Islam menawarkan konsep loss
- profit sharing atau bagi untung dan rugi (sering disebut bagi hasil saja)
yang dipandang lebih mencerminkan keadilan bagi para pelaku ekonomi. Konsep ini
dengan mudah dijumpai dalam praktek masyarakat Islam pada masa Rasulullah dan
sahabat hingga masyarakat muslim saat ini.
Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk berusaha, termasuk
melakukan kegiatan-kegiatan bisnis. Dalam kegiatan bisnis, seseorang dapat
merencanakan suatu dengan sebaik-baiknya agar dapat menghasilkan sesuatu yang
diharapkan, namun tidak ada seorangpun yang dapat memastikan hasilnya seratus
persen. Suatu usaha, walaupun direncanakan dengan sebaik-baiknya, namun tetap
mempunyai resiko untuk gagal. Faktor ketidakpastian adalah faktor yang given,
sudah menjadi sunnatullah, sebagaimana Allah SWT Berfirman
ان الله عنده علم الساعة وينزل الغيث وتعلم ما فى الارحام. وما تدرى نفس
ماذا تكسب غدا.
وما تدرى باي ارض تموت. ان الله عليم خبير.
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang
hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada
dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang
akan diusahakannya besok.dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi
mana Dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Konsep Bagi hasil, dalam menghadapi ketidakpastian merupakan salah
satu prinsip yang sangat mendasar dari ekonomi Islam, yang dianggap dapat
mendukung aspek keadilan. Keadilan merupakan aspek mendasar dalam perekonomian
Islam (Antonio, 2001). Penetapan suatu hasil usaha didepan dalam suatu kegiatan
usaha dianggap sebagai sesuatu hal yang dapat memberatkan salah satu pihak yang
berusaha, sehingga melanggar aspek keadilan.
1.2 Rumusan Masalah
- Apakah
yang dimaksud Musyarakah dan Mudharabah?
- apakah
dalil yang di jadikan landasan Musyarakah dan Mudharabah?
- Apakah
Perbedaan Musyarakah dan Mudharabah?
- Bagaimanakah
Ketentuan-ketentuan yang diterapkan oleh Musyarakah dan Mudharabah?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
MUSYARAKAH
2.1.1 Pengertian
Musyarakah adalah Kerja sama
antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing
pihak memberikan kontribusi dana (amal/expertise) dengan kesepakatan
bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Penerapan yang dilakukan Bank
Syariah, musyarakah adalah suatu kerjasama antara bank dan nasabah dan
bank setuju untuk membiayai usaha atau proyek secara bersama-sama dengan
nasabah sebagai inisiator proyek dengan suatu jumlah berdasarkan prosentase
tertentu dari jumlah total biaya proyek dengan dasar pembagian keuntungan dari
hasil yang diperoleh dari usaha atau proyek tersebut berdasarkan prosentase
bagi-hasil yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
2.1.2 Landasan Syariah
- Al-Qur’an
فهم شركاء فى الثلث…………………..
“Maka mereka berserikat pada
sepertiga……(An-Nisa’ 12)
Ayat ini menunjukkan pengakuan Allah SWT akan adanya perserikatan
dalam kepemilikan harta. Hanya saja perkongsian dalam ayat ini terjadi secara
otomatis (jabr) karena waris.
- Al-Hadist
عن ابى هريرة رفعه قال :ان الله يقول انا ثالث الشريكين مالم يخن
احدهما صاحبه………………………
“Dari Abu Hurairah, Rasulullah
Bersabda: Sesungguhnya Allah Berfirman: Aku pihak ketiga dari dua orang yang
berserikat selama salah satunya tidak menghiyanati lainnya” (HR. Abu Daud 2936,
dalam kitab Al-Buyu’ dan Hakim)
Hadist qutsi tersebut menunjukkan kecintaan Allah kepada
hamba-hambanya yang melakukan perserikatan selama saling menjunjung tinggi
amanah kebersamaan dan menjahui penghiyanatan.
- Ijma’
Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mughni
telah berkata: kaum muslimin
telah berkonsensus terhadap legimasi Musyarakah secara global walaupun terdapat
perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.
2.1.3 Jenis-jenis Musyarakah
Musyarakah ada dua jenis: Musyarakah pemilikan dan Musyarakah
akad (Kontrak). Musyarakah kepemilikan tercipta karena warisan, wasiat,
atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu asset oleh dua orang
atau lebih. Dalam musyarakah ini kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam
sebuah asset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan asset tersebut.
Musyarakah akad tercipta dengan cara
adanya kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari
mereka memberikan modal musyarakah. Merekapun sepakat berbagi keuntungan dan
kerugian. Musyarakah akad terbagi menjadi: al-‘inan, almufawwadhah,
al-a’maal, al-wujuh dan al-Mudhrabah. Meskipun Al-mudharabah masih ada
perdebatan apakah termasuk kategori Musyarakah atau tidak?
2.1.4 Aplikasi dalam Pembiayaan Produktif
- Pembiyaan Proyek
Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk
pembiyaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk
membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan
dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati
- Modal Ventura
Pada lembaga Keuangan khusus yang dibolehkan melakukan
investasi dalam kepemilikan perusahaan, Musyarakah diterapkan dalam skema modal
ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu
bank melakukan diinvestasi atau menjual bagian sahamnya. Baik secara singkat
atau bertahap.
2.1.5 Manfaat Musyarakah
Terdapat banyak manfaat dari pembiyaan secara Musyarakah ini
diantaranya sebagai berikut:
- Bank akan menikmati penigkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
- Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan /hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
- Pengambilan pokok pembiyaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
- Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
- Prinsip bagi hasil dalam Musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiyaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
Ketentuan umum:
Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah
dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam
menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek. Pemilik modal
dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah tidak boleh melakukan tindakan
seperti:
Ø Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi.
Ø Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa ijin pemilik
modal lainnya.
Ø Memberi pinjaman kepada pihak lain.
Ø Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan
oleh pihak lain.
Ø Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama apabila:
a.
Menarik diri dari perserikatan
b.
Meninggal dunia,
c.
Menjadi tidak cakap hukum
Ø
Biaya yang timbul dalam
pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama. Keuntungan
dibagi sesuai kesepakatan sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan porsi
kontribusi modal.
Ø
Proyek yang akan dijalankan
harus disebutkan dalam akad. Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana
tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
2.2 MUDHARABAH
2.2.1
Pengertian
“Mudarabah” adalah jenis khusus kemitraan di mana salah satu
pasangan memberikan uang kepada orang lain untuk berinvestasi di perusahaan
komersial. Investasi berasal dari mitra pertama yang disebut
“rabb-ul-mal”, sementara pengelolaan dan bekerja adalah tanggung jawab
eksklusif yang lain, yang disebut “mudharib”.
Mudharabah Adalah suatu pernyataan yang mengandung pengertian bahwa
seseorang memberi modal niaga kepada orang lain agar modal itu diniagakan
dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak sesuai
perjanjian, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
- Kontrak mudharabah dalam pelaksanaannya pada Bank Syariah nasabah bertindak sebagai mudharib yang mendapat pembiayaan usaha atas modal kontrak mudharabah. Mudharib menerima dukungan dana dari bank, yang dengan dana tersebut mudharib dapat mulai menjalankan usaha dengan membelanjakan dalam bentuk barang dagangan untuk dijual kepada pembeli, dengan tujuan agar memperoleh keuntungan (profit).
- Filosofi dasar dari mudharabah adalah untuk menyatukan capital dengan labour (Skill dan enterpreneur) yang selama ini senantiasa terpisah dalam sistem konvensional. Dalam mudharabah akan tampak jelas sifat dan semangat kebersamaan dan keadilan, Hal ini terbukti melalui kebersamaan dalam menanggung resiko kerugian yang dialami proyek dan membagikan keuntungan pada waktu ekonomi sedang booming. (Perwataatmaja, 1999)
Mudharabah lebih cocok dalam perbankan Islam dibandingkan dengan
syirkah. Syirkah hanya cocok unjtuk bank apabila bank tersebut berfungsi
sebagai bank partisipan yang aktiv dalam menjalankan bisnis. Bagi bank, hal
tersebut tidak praktis dan merupakan tindakan pemborosan, selain melanggar
peraturan perbankan. Mudharabah bukan hanya cocok dengan bak syariah , namun
fungsi pokok perbankan adalah memberikan modal kepada individu atau kelompok
yang ingin berusaha, dan ini adalah mudharabah (rahman 436).
2.2.2
Landasan Syaria
Secara Umum, landasan dasar syariah Al-Mudharabah lebih
mencerminkan Anjuran untuk melaksanakan usaha. Hal ini tanpak dalam ayat-ayat
dan hadist berikut ini
- Al-Qur’an
واخرون يضربون فى الارض يبتغون من فضل الله…….
”dan dari orang-orang yang
berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT (Al-Muzzammil: 20)
Yang menjadi
wajhud-dilalah (وجه الدلاله) atau argument dari ayat
diatas adalah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha.
فاذا قضيت الصلاة فانتشروا فى الارض وابتغوا من فضل الله………………..
“apabila telah ditunaikan
shalat maka bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah SWT…. (Al-Jumu’ah
10)
- Al-Hadist
عن
صالح ابن صهيب عن ابيه قال: قال رسول الله. ثلاث فيهن البركة البيع الى اجل
والمقارضة واخلاط البر
بالشعير للبيت لا للبيع……………..
“ Dari Shalih bin Suhaib RA bahwa Rasulullah Bersabda: tiga hal
yang didalamnya terdapat kebaikan: jual-beli secara tangguh, MuQoradhah
(Mudaharabah), dan mencampur Gandum dengan Gandum untuk keperluan rumah bukan
untuk dijual”
- Ijma’
Imam Zailai telah menyatakan
bahwa para sahabat telah berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta
yatim secara mudharabah. Kesepakatan para sahabat ini sejalan dengan spirit
hadist yang dikutip Abu Ubaid.
2.2.3. Jenis-jenis Al-Mudharabah
Secara umum, Mudharabah terbagi menjadi dua jenis: Mudharabah
muthalaqah dan mudharabah muqayyadah
- Mudharabah Muthlaqah
Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah muthlaqah adalah
bentuk kerja sama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas
dan tidak dibatasi oleh spesikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Dalam
pembahasan fiqh ulama seringkali mencontohkan dengan ungkapan if’al ma
syi’ta (lakukanlah sesukamu) dari shahibulmaal ke mudharib yang
member kekuasaan sangat besar.
- Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah Muqayyadah atau disebut juga
dengan istilah restricted mudharabah/specified mudharabah adalah
kebalikan dari mudharabah muthlaqah, si Mudharib dibatasi dengan
batasan jenis usaha,waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali
mencerminkan kecenderungan umum si Shahibul-maal dalam memasuki jenis usaha.
2.2.4 Aplikasi Dalam Pembiyaan Produktif
Secara teknis, mudharabah adalah akad kerja sama usaha antra dua
pihak,dimana pihak pertama (shahibul mal) menyediakan modal, sedangkan
pihak lainnya menjadi pengelola. Karena sifatnya itulah mudharabah lebih
praktis untuk dijalankan pada perbankan Islam dibandingkan dengan syirkah.
Aplikasi mudharabah dalam perbankan syariah dapat berupa :
Pada sisi penghimpunan dana :
- Tabungan berjangka, dimaksudkan untuk tujuan umum, yang dapat dipakai untuk usaha apa saja yang tidak melanggar syariat. Misalnya deposito biasa.
- Deposito spesial, dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk usaha tertentu saja.
Pada sisi pembiayaan :
- Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja untuk perdagangan, industri atau jasa
- Investasi khusus, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul mal.
2.2.5
Manfaat Mudharabah :
- Bank akan menikmati peningkatan hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat
- Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap , tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank sehingga bank tidak mengalami negative spread.
- Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow sehingga tidak memberatkan nasabah.
- Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang bukan hanya sesuai dengan syariah, namun juga mempunyai prospek yang baik.
2.2.6 Permasalahan Mudharabah
Walaupun mudharabah dikatakan sebagai sesuatu yang ideal
untuk perbankan Islam, dan mempunyai banyak keuntungan dan ” lebih baik”
dibandingkan dengan siatem lainnya, namun ternyata mudharabah dalam
kenyataaannya belum menjadi skema pembiayaan yang utama pada bank syariah.
Berdasarkan data dari Internatioanl Assosiation of Islamic Bank (1996), skema
mudharabah hanya diapakai sebesar 20% secara rata-rata pada bank Islam seluruh
dunia. Islamic Development bank juga hanya memakai mudharabah pada sedikit
poyeknya yang kecil. Kondisi perbankan syariah dalam menjalankan Mudharaba juga
tidak terlihat baik. Berdasar statistik perbankan syariah pada Bank Indonesia,
akad murabahah sekitar 70 persen dari total kredit. Di BRI, hampir 96
persen pembiayaan masih murabahah. Sementara di BSM, pembiayaan mudharabah mencapai
12 persen. (Republika, 19 Juli 2004).
Beberapa permasalahan yang dihadapai sehingga mudharabah menjadi
kurang berkembang, diidentifikasikan natara lain sebagai berikut :
Pertama, kontrak profit loss sharing
dikaitkan dengan agency problems manakala seorang pengusaha tidak
mempunyai insentif untuk memberikan usaha tetapi mempunyai insentif untuk
melaporkan profit yang lebih rendah dibandingkan dengan pembiayaan pribadi dari
manager. Argumen ini berdasarkan ide bahwa pihak-pihak pada transaksi bisnis
akan melalaikan jika mereka dikompensasi kurang dari kontribusi marginal pada
proses produksi, dan manakala ini terjadi pada kasus profit loss sharing,
kaum kapitalis ragu-ragu untuk berinvestasi berdasarkan basis profit loss sharing.
Sebagai contoh A meminjam uang pada bank syariah AZ kemudian ia melaporkan
keuntungannya pada laporan laba rugi yang usahanya lebih rendah. Sehingga,
tingkat profit-loss sharing yang diberikan kepada bank lebih rendah.
Kedua, kontrak profit loss sharing membutuhkan
jaminan agar dapat berfungsi secara efisien. Sedikitnya jaminan hak property
pada kontrak profit loss sharing menyebabkan kegagalan adopsi karena
tidak ada aturan yang melandasi. Pada praktiknya di Indonesia, jaminan hak
property atas profit-loss sharing belum diatur dengan tegas dan jelas
Ketiga, perbankan Islam menawarkan
risiko yang lebih kecil dari pembiayaan dibandingkan dengan perbankan
konvensional. Hal ini berdasarkan konsep mudharabah dan musharakah yang
dianutnya. Tetapi seringkali pelaksanaannya manajemen asset dari mudharabah dan
musharakah tidak sesuai ketentuan yang berlaku. Idealnya, dana pada perbankan
syariah disalurkan melalui kegiatan investasi pada asset riil. Tetapi pada
kenyataannya di Indonesia, pengelolaan asset pada perbankan syariah masih
terpusat pada Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
Keempat, batasan peran investor pada
manajemen dan dikotomi struktur keuangan dari kontrak profit loss sharing menimbulkan
ketidak partisipasian. Mereka tidak berbagi kontrak berdasarkan partisipasi
pengambilan keputusan. Disatu sisi terlihat hanya pihak manajemen yang
mengelola dana sedangkan investor hanya menikmati hasilnya.
Kelima, pembiayaan ekuitas tidak tepat
bagi pembiayaan proyek jangka pendek manakala dihadapkan pada tingkat risiko
yang tinggi (efek diversifikasi waktu pada ekuitas). Pada kasus di Indonesia,
dimana banyak pengelolaan dana perbankan syariah yang disalurkan melalui
sertifikat wadiah bank Indonesia, menimbulkan risiko yang tinggi jika
pembiayaan tersebut berjangka pendek dan lebih berisiko lagi jika bank syariah
menyalurkan pengelolaan dana melalui Jakarta Islamic Index. (Humayon A. Dar and
John R. Presley, 2001)
2.3
Perbedaan Musyarakah dan
Mudharabah
Perbedaan
yang esensial dari musyarakah dan mudharabah terletak pada besarnya kontribusi
atas manajemen dan keuangan atau salah satu diantara itu. Dalam mudharabah
modal hanya berasal dari satu pihak, sedangkan dalam musyarakah modal berasal
dari dua pihak atau lebih. musyarakah dan mudharabah dalam literatur fiqih
berbentuk perjanjian kepercayaan (uqud al amanah) yang menuntut tingkat
kejujuran yang tinggi dan menjunjung keadilan. Karenanya masing-masing pihak harus
menjaga kejujuran untuk kepentingan bersama dan setiap usaha dari masing-masing
pihak untuk melakukan kecurangan dan ketidakadilan pembagian pendapatan
betul-betul akan merusak ajaran Islam.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari
pembahasan diatas kita dapat menyimpulkan hal-hal sebagai berikut :
- Kerja sama, baik dalam Mudharabah atau Musyarakah adalah sesuatu yang sangat dianjurkan dalam Islam agar kita dapat saling membantu dalam menanggung resiko usaha tentu yang sesuai dengan syariah
- Mudharabah yang termasuk salah satu jenis Kerjasama, yang saat ini memiliki banyak kendala dalam perkembangannya sehingga shahibul mal/bank enggan memakai skema kontrak ini.
- Nilai-nilai yang terkandung dalam Islam dapat menjadi satu keunggulan preferensi individu muslim.
Potensi
masalah yang timbul dalam pelaksanaan mudharabah dan Musyarakah agar dapat
mengatasi kelemahannya dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu (Muljawan,
2001) :
a.
Peningkatan kualitas preferensi
Mudharib dalam menerima amanah dan shahibul mal
b.
Peningkatan kualitas
transparansi dalam kontrak seperti penyusunan kontrak yang lebih terperinci dan
pemakaian benchmarking.
c.
Penerapan standar akuntansi
yang memadai.
3.2 Saran
Penulis meyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, itu semua hayalah keterbatasan ilmu pengetahuan yang
penulis miliki dan hanya mengandalkan buku atau pun media referensi. maka
dari itu penulis meyarankan agar para pembaca yang ini mendalami al-qur’an
agar setelah membaca makalah ini, membaca sumber-sumber lain yang lebih
komplit. tidak haya membaca makalah ini saja. Akhirnya penulis ucapkan, semoga
makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Daftar
Pustaka
- Syafi’I Antonio, Muhammad (2002) “Bank Syariah dari teori kepraktek” Gema Insani Jakarta.
- Muljawan, Dadang. 2001. Bank Syariah, Filosofi dan Operasi. Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia.
- Al Jaziri, Abdurrahman Al Fiqh Alaa al Madzahibul Arba’ah, (Lebanon : Darul Fikri, 1994), Jilid 3, h. 63
- Antonio, M. Syafei Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, (Jakarta: Tazkia Institute dan BI, 1999) Cet. ke-I, h. 129
- lubis, Indra Jaya Tinjauan Mengenai
Konsepsi Akuntansi Bank Syariah, Disampaikan pada Pelatihan – Praktek
Akuntansi Bank Syariah BEMJ-Ekonomi Islam, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2001. h. 18
- al Jaziri Abdurrahman, Op. Cit. h. 34
- Saeed Abdullah, Bank Islam dan Bunga; Studi Kritis dan Interpretasi Kontemporer tentang Riba dan Bunga, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), Cet. ke-1. h. 100
- Abdul Azis, et al.,(ed.) Ensiklopedi Hukum Islam. (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996) h. 1198
- http://jejakimawan.wordpress.com/2012/05/24/mudharabah/
- http://ekonomihardi52.wordpress.com/2010/07/21/mudharabah-musyarakah-dalam-ekonomi-islam/
- http://dhanismart.wordpress.com/2011/01/21/musyarakah-vs-mudharabah/
- http://www.ekonomisyariah.org/
0 komentar: