Makalah Aswaja Tentang Bid'ah
MAKALAH ASWAJA
Tentang
“BID’AH”
Dosen
Pengampu :
Ust.
ROFI’I, M.Pd.I
D
I S U S U N :
GALIH PERMADI
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM ( STAI )
AS-SHIDDIQIYAH
TAHUN AKADEMIK 2019
JL.
Lintas Timur Desa Lubuk Seberuk Kecamatan Lempuing Jaya
Kabupaten
Ogan Komering Ilir Provinsi Sum-Sel
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rakhmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Bid’ah”.
Makalah ini merupakan suatu hasil dari upaya
penulis atas dapat menyampaikan ide dan gagasannnya tentang bahaya bid’ah yang
terjadi di era sekarang ini.
Makalah diharapkan dapat menggugah kesadaran kita dan generasi muda, akan bahaya yang ditimbulkan oleh
bid’ah bagi pelakunya maupun bagi agama dan umat Islam, serta dapat
meningkatkan keimanan kita melalui pengamalan Islam secara murni dan konsekwen,
dengan mematuhi perintah Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW.
Sepenuhnya penulis menyadari, bahwa masih terdapat berbagai
kekurangan dalam penyusunan karya ilmiah yang telah dikerjakan. Segala kritik
dan saran sangat penulus harapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga
karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Lempuing Jaya, Oktober 2019
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 1
BAB II :
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bid’ah................................................................................... 2
B. Macam-Macam Bid’ah........................................................................... 4
C. Bahaya Bid’ah........................................................................................ 6
BAB III :
PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................. 13
B. Saran....................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 14
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Sesuatu yang diadakan (baru) dan
bertentangan dengan kitab suci al Quran, sunnah rasul, ijma' para ulama, atau
atsar (para shahabat), maka itulah bid'ah dan ini dilarang. Sedangkan
suatu kebaikan yang tidak bertentangan sedikitpun dengan al Quran, sunnah, ijma'
atau atsar
maka yang demikian itu adalah terpuji.
Bid’ah adalah mengadakan suatu
perkara yang baru dalam agama. Adapun mengadakan suatu perkara yang tidak
diniatkan untuk agama tetapi semata diniatkan untuk terealisasinya maslahat
duniawi seperti mengadakan perindustrian dan alat-alat sekedar untuk
mendapatkan kemaslahatan manusia yang bersifat duniawi tidak dinamakan bid’ah.
Bid’ah tidak mempunyai dasar yang
ditunjukkan syariat. Adapun apa yang ditunjukkan oleh kaidah-kaidah syariat
bukanlah bid’ah, walaupun tidak ditentukan oleh nash secara khusus.Bid’ah dalam
agama terkadang menambah dan terkadang mengurangi syariat sebagaimana yang
dikatakan oleh Suyuthi di samping dibutuhkan pembatasan yaitu apakah motivasi
adanya penambahan itu agama. Adapun bila motivasi penambahan selain agama,
bukanlah bid’ah. Contohnya meninggalkan perkara wajib tanpa udzur, maka
perbuatan ini adalah tindakan maksiat bukan bid’ah. Demikian juga meninggalkan
satu amalan sunnah tidak dinamakan bid’ah.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa Yang Dimaksud
Dengan Bid’ah?
2.
Sebutkan Macam-Macam
Bid’ah?
3.
Apa Bahaya Dari
Bid’ah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN BID’AH
1.
Menurut Bahasa
Bid’ah menurut bahasa, diambil dari bida’ yaitu
mengadakan sesuatu tanpa ada contoh. Sebelumnya Allah berfirman.
ßìÏt/ ÅVºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur (
....... ÇÊÊÐÈ
Artinya : “Allah pencipta langit dan bumi” [Al-Baqarah
: 117]
Artinya adalah Allah yang mengadakannya tanpa ada
contoh sebelumnya.
Bid’ah juga disebut dengan Ibtida’(membuat sesuatu
yang baru) ada dua makna :
1.
Membuat sesuatu yang
baru dalam hal adat(urusan keduniaan), seperti penemuan-penemuan modern,hal
semacam ini boleh saja karena hukum asal dalam adat itu adalah mubah.
2.
Membuat sesuatu yang
baru dalam agama,dan hal ini haram hukumnya.karena hukum asal dalam agama
adalah tawqif (terbatas pada apa yang diajarkan oleh syari’at).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Barangsiapa yang mengadakan hal yang baru (berbuat yang baru) di
dalam urusan kami ini yang bukan dari urusan tersebut, maka perbuatannya di
tolak (tidak diterima)”. Dan di dalam riwayat lain disebutkan
Artinya : “Barangsiapa yang berbuat suatu amalan yang bukan
didasarkan urusan kami, maka perbuatannya di tolak”.
Hukum dari bid’ah ini adalah haram. Perbuatan dimaksud ialah perbuatan baru atau penambahan dalam hubungannya
dengan peribadatan dalam arti sempit (ibadah
mahdhah), yaitu ibadah yang tertentu syarat dan rukunnya.
Pemakaian kata tersebut di antaranya ada pada :
1.
Firman Allah
ta’ala : بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ
وَالأَرْضِ
” (Dialah Allah)
Pencipta langit dan bumi.” (Q.s.2:117)
2.
Firman Allah
ta’ala : قُلْ مَا كُنتُ بِدْعاً
مِّنْ الرُّسُلِ
”Katakanlah (hai
Muhammad), “ Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rosul-rosul.” (Q.s:46:9)
3.
Dari makna bahasa
diambil oleh para ulama.
اِبتدع فلانٌ بدعة
Maknanya : Dia telah merintis suatu cara yang belum pernah ada yang
mendahuluinya.
هذاأمرٌبديعٌ
Maknanya: sesuatu yang dianggap baik yang kebaikannya belum pernah ada
yang menyerupai sebelumnya.
a)
Jadi membuat cara-cara
baru dengan tujuan agar orang lain mengikuti disebut bid’ah (dalam segi
bahasa).
b)
Sesuatu perkerjaan yang
sebelumnya belum pernah dikerjakan orang juga disebut bid’ah (dalam segi bahasa).
c)
Terlebih lagi suatu
perkara yang disandarkan pada urusan ibadah (agama) tanpa adanya dalil syar’i
(Al-Qur’an dan As-Sunnah) dan tidak ada contohnya (tidak ditemukan perkara
tersebut) pada jaman Rosulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam maka inilah makna
bid’ah sesungguhnya.
2.
Bid’ah
Menurut Istilah
Bid’ah menurut istilah (syar’i/terminologi)
adalah : sesuatu yang diada-adakan menyerupai syariat tanpa ada tuntunannya
dari Rasulullah yang diamalkan seakan-akan bagian dari ibadah. Dalam hal ini
Rasūlullôh Shallallahu ’alaihi wa Salam bersabda : ”Barangsiapa yang
mengamalkan suatu amalan yang tiada ada tuntunannya dariku, maka tertolak” (HR
Bukhari Muslim) dan hadits : ”Setiap bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan
neraka tempatnya.” Adapun menurut etimologi (bahasa), makna bid’ah adalah al-ikhtira’,
sesuatu yang diada-adakan tanpa ada contohnya sebelumnya. Seperti firman Alloh
: ”Allôhu Badî’us Samâwât..” (Allôh-lah yang menciptakan langit, maksudnya
mengadakan langit tanpa ada contoh sebelumnya). Termasuk makna etimologi ini
adalah, ucapan Sahabat ’Umar : ”sebaik-baik bid’ah adalah ini” ketika beliau
memerintahkan untuk sholat tarawih berjama’ah…
Untuk memudahkan pemahaman, berikut ini beberapa poin
penting mengenai bid’ah :
1.
Makna bid’ah secara
bahasa diartikan mengadakan sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya.
2.
Makna bid’ah secara
istilah adalah suatu cara baru dalam beragama yang menyerupai syari’at dimana
tujuan dibuatnya adalah untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah.
3.
Tiga unsur yang selalu
ada pada bid’ah adalah; (a) mengada-adakan, (b) perkara baru tersebut
disandarkan pada agama, (c) perkara baru tersebut bukan bagian dari agama.
4.
Setiap bid’ah adalah
sesat.
5.
B.
MACAM-MACAM BID’AH
1.
Izzu bin Abdu Assalam
dalam bukunya Qawaidu Alahkam fi mashalihi alanam hal:204, ia menganggap bahwa
segala sesuatu yang belum dan tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah SAW
adalah Bid’ah yang terbagi menjadi lima bagian, Bid’ah Wajiba (Wajib), Bid’ah
Muharramah (Haram), Bid’ah Makruha (Makruh), Bid’ah Mandubah (Sunnah) dan
Bid’ah Mubaha (boleh) dan untuk mengetahuinya maka bidah tersebut haruslah
diukur berdasarkan Syar’i, apabila bid’ah tersebut termasuk ke dalam sesuatu
yang diwajibkan oleh syar’i berarti bida’ah itu wajib, apabila termasuk
perbuatan yang diharamkan berarti haram dan seterusnya. Defenisi ini kemudian
diperkuat oleh Imam Nawawi dalam Fath Albari karangan Ibnu hajar hal:394, bahwa
segala sesuatu yang belum dan tidak pernah ada pada zaman Nabi adalah bid’ah
namun ada yang terpuji dan ada pula yang tercela.
2.
Imam Nawawi dalam
kitabnya Alazkar, mengatakan bahwa bid’ah itu terbagi menjadi:
a.
Bid’ah Wajiba
Contoh:mempelajari ilmu
Nahwu untuk lebih memahami kalamullah dan sunnah rasul adalah sesuatu yang
wajib dipelajari dan untuk menjaga syariat maka bid’ah itu adalah wajib
b.
Muharramah
Contoh:Mazhab-mazhab
yang sesat, seperti Qadariyah, jabariah dan Khawarij, juga termasuk menciptakan
sesuatu yang mendatangkan mudharat bagi diri dan orang lain.
c.
Mandubah
Contoh Bid’ah Mandubah:
Pembangunan sekolah, jembatan, shalat tarawih berjamaah di mesjid dan
lain-lain.
d.
Mubaha
Contoh Bid’ah mubaha:
menambah kelezatan makanan dan minuman serta memperindah pakaian
Dan beliau pun berbicara mengenai berjabat tangan
setelah menunaikan shalat, dimana berjabat tangan adalah sunnah pada setiap
kali bertemu, namun orang-orang terbiasa dengan berjabat tangan dan
menjadikannya adat hanya pada setiap kali selesai shalat subuh dan ashar saja,
padahal tidak mempunyai dasar dalam syara’, namun tidak apa-apa karena asal
hukum berjabatan tangan adalah sunnah.
3.
Dalam kitab
Annihayah,Ibnu Atsir berkata: Bid’ah itu terbagi menjadi dua yaitu Bid’ah
hasanah dan dhalalah, jika bertentangan dengan perintah Allah dan rasulnya maka
bid’ah itu termasuk golongan sesat dan tercela (bid’ah dhalalah) conthnya :
a.
Mendekatkan diri kepada
Allah swt dengan cara menjadi Rahib.
b.
Menyerahkan hukum agama
kepada ‘aqal-fikiran manusia, dan menolak nash-nash yang terang dari Allah dan Rasul-Nya.
c.
Menyamakan urusan riba
dengan jual beli dengan dalih sama2 mencari keuntungan.
Namun jika sesuai dengan nilai-nilai yang telah dianjurkan oleh agama maka
bid’ah itu tergolong kedalam bid’ah yang terpuji, bahkan menurut beliau, bid’ah
hasanah pada dasarnya adalah sunnah. hal serupa pun dikemukakan oleh Ibnu
Mandzur, dan di dalam Alquran Allah berfirman: yangdi artikan bahwa sesuatu
yang baru selama tidak bertentangan dengan agama meskipun tidak ada dasar
hukumnya adalah baik dan terpuji dan mendapat pahala. Contohnya :
a.
Membaca shalawat dan
salam sehabis adzan dengan nyaring, dan menjadikannya sebagai lafaz adzan.
b.
Membaca adzan dan
iqamat dengan suara keras pada saat menguburkan mayat.
c.
Membaca istighfar
sehabis sholat berjamaah dengan suara nyaring dan dibacakan bersama-sama.
C.
BAHAYA BID’AH
1.
Bahaya bagi
pelakunya
a.
Ditolak amalannya
Betapa melelahkan dia ibadah, namun itu sia-sia baginya. Dari
‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa
Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
مَنْ
أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa
yang mengada-ngada dalam urusan (agama) kami ini, dengan apa-apa
yang bukan darinya maka itu tertolak.” (HR.
Bukhari No. 2550 dan Muslim No. 1718)
Dalam riwayat lain, juga dari
‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
وَمَنْ
عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Dan
barangsiapa yang melakukan amalan yang tidak terdapat dalam urusan (agama) kami
maka itu tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
b.
Disebut sebagai pelaku kesesatan
dengan ancaman neraka
Dari
Jabir bin Abdillah Radhiallahu ‘Anhu,
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:
إِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ
اللَّهِ وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا
وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّار
“Sesungguhnya,
sebenar-benarnya perkataan adalah kitabullah, dan sebaik-baiknya petunjuk
adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruknya perkara adalah hal yang
diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan adalah bid’ah, dan setiap bid’ah
adalah sesat, dan setiap kesesatan adalah di neraka.” (HR. An Nasa’i)
c.
Tidak dterima tobatnya kecuali dia meninggalkan
bid’ahnya
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إن الله حجب التوبة عن صاحب كل بدعة
“Sesungguhnya Allah menutup taubat dari pelaku
setiap bid’ah.” (HR. Ath Thabarani )
d.
Dia akan terus mendapatkan dosa
jika bid’ahnya itu diikuti orang lain. Dari Jarir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً
سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ
بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
“Barangsiapa dalam Islam
membuat kebiasaan buruk, maka tercatat baginya dosa dan dosa orang yang
mengikutinya setelahnya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka.” (HR.
Muslim)
e.
Pelaku bid’ah diancam dengan laknat Allah
Dari
Ibrhahim At-taimi dia berkata: “Bapakku telah menceritakan kepadaku, dia
berkata: Ali Radhiallahu wa Anhu berkhutbah kepada kami di atas mimbar dari
batu bata dan beliau membawa sebuah pedang, yang pada pedang tersebut terdapat
sebuah lembaran yan tergantung, kemudian Ali berkata: “Demi Allah Subhanahu wa
Ta’ala kami tidak mempunyai kitab yang di baca kecuali
kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala dan apa yang ada di lembaran ini.” Kemudian Ali
membukanya, maka didalam lembaran itu tertulis:…maka barang siapa yan membuat
perkara-perkara baru (bid’ah) di madinah niscaya dia mendapatkan laknat Allah
Subhanahu wa Ta’ala, malaikat-malaikatnya dan seluruh Manusia.” (Bukhari dan Muslim)
f.
Pelaku bid’ah akan di usir dari telaga
Rasululah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam pada
hari kiamat. Rasululah
Shallallahu
‘Alahi wa Sallam bersabda: “Sesung-guhnya aku mandahului dan menanti kamu
di telaga. Barang siapa yang melewatiku niscaya dia minum, dan barang siapa
yang minum niscaya dia tidak akan haus selama-lamanya. Sesungguhnya sekelompok
orang akan mendatangiku, aku mengenal mereka, dan mereka mengenalku, kemudian
dihalangi antara aku dengan mereka, maka aku berkata: “Sesungguhnya mereka dari
pengikutku” tetapi di jawab “Sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa yang
mereka ada-adakan secara baru setelahmu.” Maka aku (Nabi Shallallahu ‘Alahi wa
Sallam) berkata: “jauh ! jauh!! Bagi orang-orang yang merubah agama setelahku.”
(HR. Bukhari -Muslim)
2.
Bahaya Bagi Agama
a.
Membuat bid’ah berarti membuat hukum syariat
baru, padahal yang berwenang secara mutlak dalam membuat hukum dan
syariat hanyalah Allah dan RasulNya Shallallahu ’Alaihi wa Sallam. Dengan demikian pembuat bid’ah
telah memposisikan diri sebagai pesaing dan perampas hak mutlak Allah dan
Rasul-Nya dalam membuat hukum dan syariat.
b.
Membuat bid’ah berarti mengada-ada dan berdusta
atas nama Allah dan RasulNya.
c.
Setiap bid’ah mengandung muatan tuduhan bahwa
syariat Allah masih kurang, sehingga harus ditambah dengan ”syariat” baru yang
dibuat-buat oleh pencetus dan pelaku bid’ah
d.
Setiap bid’ah mengandung muatan pendustaan
terhadap Al Qur’an (QS. 5 :
3 )
e.
Setiap bid’ah mengandung muatan tuduhan bahwa
Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam
itu bodoh karena ada yang luput dari perhatian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sehingga harus ditambahkan, dan
mengesankan seakan ahli bid’ah itu lebih mengetahui syariat daripada beliau Shallallahu ’Alaihi Wa Sallam.
f.
Ada dan maraknya bid’ah mengakibatkan umat
Islam merasa tidak butuh kepada Al Qur’an dan sunnah Rasul Shallallahu ’Alaihi Wa Sallam.
3.
Pemaparan
tentang bahayanya bid’ah
a.
Kebid’ahan
adalah kesesatan, orang yang melakukannya berarti melakukan kesesatan menurut
nash Kitab dan Sunnah, yang demikian itu karena apa yang dibawa oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah haq, sedang Allah telah berfirman (yang
artinya), "Maka
tidak ada sesudah kebenaran itu melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu
dipalingkan (dari kebenaran)?" (QS Yunus: 32). Rosulullah
menyatakan (yang artinya), "Setiap kebid’ahan adalah sesat."
b.
Kebid’ahan
adalah sikap menyimpang dan keluar dari mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dimana Allah berfirman (yang artinya), "Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar)
mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni
dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS
Ali Imran: 31). Maka siapa yang melakukan kebid’ahan, beribadah kepada Allah
dengannya, sungguh dia telah keluar dari mengikuti Nabi yang berarti keluar dari
apa yang disyariatkan Allah.
c.
Kebid’ahan
melenyapkan pembuktian syahadat "Muhammadar Rosulullah" karena yang
menjadi konsekuensi dari syahadat tersebut adalah berkomitmen penuh terhadap
syariatnya, tidak menambahi atau mengurangi. Adapun kebid’ahan menggugurkan
komitmen yang agung ini.
d.
Kebid’ahan
mengandung celaan terhadap Islam, sebab orang yang melakukan suatu kebid’ahan
secara tidak langsung dia menganggap Islam belum sempurna, sementara Allah
telah berfirman (yang artinya), "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk
kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridhai Islam
itu jadi agama bagimu." (QS Al Maidah: 3).
e.
Kebid’ahan
mengandung celaan terhadap diri Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
karena bid’ah yang dianggap ibadah secara tidak langsung pelakunya menuduh
bahwa Rosul tidak mengetahuinya atau Rosul mengetahuinya tapi
menyembunyikannya, keduanya perkara yang sangat berbahaya.
f.
Kebid’ahan
penyebab perpecahan umat Islam, karena jika pintu bid’ah dibuka lebar-lebar di
hadapan umat Islam, tentu masing-masing akan membuat bid’ah, akibatnya apa yang
terjadi di tengah-tengah umat sekarang ini dimana tiap-tiap golongan merasa
bangga dengan apa yang ada padanya. Allah berfirman (yang artinya), "Tiap-tiap
golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka."
(QS Ar Rum: 32).
Tiap-tiap
golongan mengklaim bahwa "kebenaran ada pada kami dan kesesatan ada pada
selain kami"
Jadi jika umat
Islam melakukan kebid’ahan-kebid’ahan maka merekapun akan terpecah-belah.
g.
Kebid’ahan bila
merebak di tengah-tengah umat, maka akan melenyapkan sunnah, umat akan menjadi
asing terhadap sunnah karenanya, meski didapati orang-orang yang melakukan
bid’ah mengira tujuannya baik dan amalannya baik namun tepatlah atas mereka
firman Allah (yang artinya), "Katakanlah: Apakah akan kami beritahukan
kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang
yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka
menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya." (QS . Al- Kahfi : 103-104).
Sebab-sebab yang menyebabkan
terjadinya kebid’ahan sangatlah banyak yang semuanya kembali pada tiga sebab
yang utama:
1)
Kebodohan akan
sumber-sumber hukum dan wasilah untuk memahaminya, sumber hukum syar’i adalah
Kitabullah dan Sunnah Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang
diikutsertakan ke dalam keduanya dari perkara ijma’ dan qiyas.
2)
Mengikuti hawa
nafsu dalam mengambil hukum, sehingga hawa nafsu dijadikan landasan utama
sedangkan dalil dipaksa untuk mengikuti kemauan.
3)
Berbaik sangka
terhadap akal dalam hal penetapan syariat, padahal Allah menjadikan bagi akal
batasan-batasan dalam mengetahui sesuatu dan tidak menjadikannya sebagai jalan
untuk mengetahui segala sesuatu.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.
Bid’ah
merupakan sesuatu yang baru yang diciptakan tanpa ada contoh sebelumnya.
2.
Bid’ah tidak
mempunyai dasar yang ditunjukkan syariat. Adapun apa yang ditunjukkan oleh
kaidah-kaidah syariat bukanlah bid’ah, walaupun tidak ditentukan oleh nash
secara khusus..
3.
Bid’ah terbagi
atas beberapa macam-macam, diantaranya menurut asal terjadinya, yang terbagi
menjadi bid’ah haqiqiyah dan Idhafiyah.
4.
Bid’ah dalam
agama terkadang menambah dan terkadang mengurangi syariat sebagaimana yang
dikatakan oleh Suyuthi di samping dibutuhkan pembatasan yaitu apakah motivasi
adanya penambahan itu agama. Adapun bila motivasi penambahan selain agama,
bukanlah bid’ah.
5.
Semua bid’ah
adalah tercela dan memiliki bahaya yang ditimbulkan bila bid’ah tersebut
dilakukan.
B.
SARAN
Berdasarkan pembahasan yang telah
dikemukakan di atas, penulis mengajukan beberapa saran, sebagai berikut:
1.
Diharapkan umat
Islam memahami syariat Islam dan menjadikan Al Qur’an dan As sunnah sebagai
pedoman dalam melakukan semua aktivitas dalam beribadah kepada allah.
2.
Diharapkan umat
Islam segera meninggalkan bid’ah, karena bid’ah adalah kesesatan yang keluar
dari mengikuti Nabi.
DAFTAR
PUSTAKA
Asyur,Musthafa.1995. “Amalan Baru
Dalam Pandangan Iman As Suyuti”. Surabaya: Darul Hikmah.
Dr.Muhammad.2006. “Dzikir
Berjamaah antara sunah dan bid’ah”. Solo : Daru alhidayah an-Nabawi
Hasan,Ali.2000.”Membedah akar bid’ah”.J
akarta Timur: Pustaka Al Kautsar.
http://majalahnikah.com/index.php?option=com_content&viewarticle&id=14:kedudukan-bidah-dan-maksiat-dalam-agama&catid=18:shirathalmustaqim&Itemid=28 Dikases Pada Tanggal 19 Oktober 2019 Pukul 23.00
http://www.eramuslim.com/ustadz/aqd/8627070701-bid039ah-hukumnya-mubah-atau-wajib-adakah.htm Dikases Pada Tanggal 17 Oktober 2019 Pukul 22.00
https://singgihcongol.wordpress.com/artikel-2/makalah-bidah/ Dikases Pada Tanggal 18 Oktober 2019 Pukul 17.00
0 komentar: