Makalah Sejarah Perkembangan Ekonomi Islam Tentang Islam Dan Perkembangan Ekonomi Islam
Tentang
“ ISLAM DAN PERKEMBANGAN EKONOMI ISAM ”
DISUSUN OLEH :
1.
ERNI KUSUMA DEWI
2.
MISLIN ISMIARTI
3.
NURUL KHAFIYATUS S.
4.
KHOIRUDDIN
Dosen Pengampu :
AHMAD YAIM.S.Pd.I
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM
AS-SHIDDIQIYAH
TAHUN
AKADEMIK 2015
JL.
Lintas Timur Desa Lubuk Seberuk Kec. Lempuing Jaya Kab. OKI
Sum-sel
30657
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan
atas kehadirat Allah SWT. karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Adapun judul dari makalah ini yaitu
“SEJARAH ISLAM DAN PERKEMBANGAN EKONOMI ISLAM” yang merupakan salah satu tugas
dari mata kuliah SEJARAH PERKEMBANGAN EKONOMI ISLAM di Fakultas Ekonomi Jurusan
Hukum ekonomi syari’ah STAI As-shiddiqiyah.
Kami
berharap makalah ini dapat digunakan sebagai awal pembelajaran untuk menambah
spirit dalam mencari pengetahuan yang luas dimana saja dan memberi manfaat bagi kita semua yaitu dapat
menambah wawasan kita.
Kami menyadari betul bahwa isi maupun penyajian makalah ini
masih jauh dari sempurna, untuk itu
kami mengharapkan adanya kritik dan saran sebagai penyempurna makalah
ini demi perbaikan menuju arah yang
lebih baik.
Kami
mengucapkan terimakasih kepada dosen mata kuliah Sejarah Perkembanga Ekonomi Islam yaitu Bapak Ismail Jamil atas bimbingan dan arahan
dalam pembuatan makalah ini. Tanpa bimbingan dari beliau mungkin kami tidak akan dapat menyelesaikan tugas ini.
Lempuing Jaya, Maret
2015
PENULIS
DAFTAR ISI
Halaman Depan.............................................................................................. i
Kata Pengantar............................................................................................... ii
Daftar Isi......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Perkembangan Ekonomi Islam............................................. 2
2.2 Perkembangan Pemikiran Teori
Ekonomi Islam............................... 6
2.3 Perkembangan Praktik Ekonomi Islam............................................. 13
2.4 Gerakan Ekonomi Islam Di Indonesia.............................................. 14
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan....................................................................................... 18
3.2 Saran................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Islam adalah satu-satunya agama yang
sempurna yang mengatur seluruh sendi kehidupan manusia dan alam semesta.
Kegiatan perekonomian manusia juga diatur dalam Islam dengan prinsip illahiyah.
Harta yang ada pada kita, sesungguhnya bukan milik manusia, melainkan hanya
titipan dari Allah swt agar dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kepentingan umat
manusia yang pada akhirnya semua akan kembali kepada Allah swt untuk
dipertanggungjawabkan.
Islam adalah sistem
kehidupan (way of life). Islam menyediakan berbagai perangkat aturan
yang lengkap bagi kehidupan manusia, termasuk dalam bidang ekonomi. Ekonomi
Islam dibangun atas dasar agama Islam, sehingga ekonomi Islam bagian tak
terpisahkan (integral) dari agama Islam. Sebagai derivasi dari agama Islam,
ekonomi Islam akan mengikuti agama Islam dalam berbagai aspeknya. Ciri khas
ekonomi Islam adalah tidak memisahkan antara norma dan fakta, serta konsep yang
rasional.
1.2
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Sejarah Perkembangan Ekonomi
Islam?
2. Bagaimana Perkembangan Pemikiran Teori Ekonomi
Islam?
3. Bagaimana Perkembangan Praktik Ekonomi
Islam?
4. Bagaimana Gerakan Ekonomi Islam Di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SEJARAH PERKEMBANGAN EKONOMI ISLAM
Perkembangan
ekonomi Islam adalah wujud dari upaya menerjemahkan visi Islam rahmatan lil
‘alamin, kebaikan, kesejahteraan dan kemakmuran bagi alam semesta, termasuk
manusia di dalamnya. Tidak ada penindasan antara pekerja dan pemilik modal,
tidak ada eksploitasi sumber daya alam yang berujung pada kerusakan ekosistem,
tidak ada produksi yang hanya berorientasi untung semata, jurang kemiskinan
yang tidak terlalu dalam, tidak ada konsumsi yang berlebihan dan mubadzir,
tidak ada korupsi dan mensiasati pajak hingga trilyunan rupiah, dan tidak ada
tipuan dalam perdagangan dan muamalah lainnya. Dalam kondisi tersebut, manusia
menemukan harmoni dalam kehidupan, kebahagiaan di dunia dan insya Allah
di kehidupan sesudah kematian nantinya.
Ekonomi
Islam yang ada sekarang, teori dan praktik, adalah hasil nyata dari upaya
operasionalisasi bagaimana dan melalui proses apa visi Islam tersebut dapat
direalisasikan. Walau harus diakui bahwa yang ada sekarang belum merupakan
bentuk ideal dari visi Islam itu sendiri. Bahkan menjadi sebuah ironi, sebagian
umat Islam yang seharusnya mengemban visi tersebut, saat ini distigmakan
sebagai teroris, koruptor, munafik, pembalak. Dan sebagian umat Islam yang lain
tidak henti-hentinya saling mencurigai, berburuk sangka, berperang dan bahkan
saling mengkafirkan antarsesama mereka.
Perkembangan
ekonomi Islam adalah salah satu harapan untuk mewujudkan visi Islam tersebut.
Hal ini karena ekonomi Islam adalah satu bentuk integral dalam mewadahi,
sebagaimana dinyatakan Masrhal[1],
dua kekuatan besar yang mempengaruhi kehidupan dunia, yaitu ekonomi dan agama.
Terintegrasikannya dua kekuatan ini dalam satu wadah ekonomi Islam adalah
merupakan penyatuan kembali bahwa kehidupan ini berhulu dan bermuara pada satu,
yaitu Allah SWT (tawhīd). Secara prinsip tauhid adalah menekankan
kesatuan alam semesta, kesatuan kebenaran dan pengetahuan serta kesatuan hidup
atas dasar dan menuju Allah SWT. Dalam pemahaman Islam seharusnya tidak
ditemukan kontradiksi antara dua hal, yang apalagi mempengaruhi pribadi-pribadi
muslim menjadi pribadi yang pecah (split personality).
Prinsip-prinsip
ekonomi dalam Islam berasal dari ayat Al-Qur’an: “Dan carilah pada apa yang
telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah
kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan.”[2]
Ekonomi
Islam adalah salah satu jawaban dari bagaimana visi Islam direalisasikan,
proses realisasi visi Islam adalah mewujudkan ekonomi Islam dalam bentuk
realitas. Proses mewujudkan ekonomi Islam menjadi sebuah realitas dapat dilihat
dari dua wujud yang saat ini sudah berkembang, yaitu wujud teori ekonomi Islam
dan praktik ekonomi Islam.
2.2 PERKEMBANGAN PEMIKIRAN
TEORI EKONOMI ISLAM
Perkembangan teori ekonomi Islam
dimulai dari diturunkannya ayat-ayat tentang ekonomi dalam al-Qur’an, seperti:
QS. Al-Baqarah ayat ke 275 dan 279 tetang jual-beli dan riba; QS. Al-Baqarah
ayat 282 tentang pembukuan transaksi; QS. Al-Maidah ayat 1 tentang akad; QS.
Al-A’raf ayat 31, An-Nisa’ ayat 5 dan 10 tentang pengaturan pencarian,
penitipan dan membelanjakan harta. Ayat-ayat ini, menurut At-Tariqi[3]
menunjukkan bahwa Islam telah menetapkan pokok ekonomi sejak pensyariatan Islam
(Masa Rasulullah SAW) dan dilanjutkan secara metodis oleh para penggantinya
(Khulafaur Rosyidin). Pada masa ini bentuk permasalaan perokonomian belum
sangat variatif, sehingga teori-teori yang muncul pun belum beragam. Hanya saja
yang sangat subtansial dari perkembangan pemikiran ini adalah adanya wujud
komitmen terhadap realisasi visi Islam rahmatan lil ‘alamin. Perkembangan
Pemikiran Ekonomi Islam dari sejak masa nabi sampai sekarang dapat dibagi
menjadi 6 tahapan.[4]
Tahap Pertama (632-656M), Masa Rasulullah SAW. Tahap
Kedua (656-661M), pemikiran ekonomi Islam di Masa Khulafaur Rosyidin. Tahap
Ketiga atau Periode Awal (738-1037), Pemikir Ekonomi Islam periode
ini diwakili Zayd bin Ali (738M), Abu Hanifa (787 M), Awzai (774), Malik (798),
Abu Yusuf (798 M), Muhammad bin Hasan Al Syaibani (804), Yahya bin Dam (818 M),
Syafi’I (820 M), Abu Ubayd (838 M), Amad bin Hambal (855 M), Yahya bin Hambal
(855 M), Yahya bin Umar (902 M), Qudama bin Jafar (948 M), Abu Jafar al Dawudi
(1012 M), Mawardi (1058 M), Hasan Al Basri (728 M), Ibrahim bin Dam (874 M)
Fudayl bin Ayad (802 M), Makruf Karkhi (815 M), Dzun Nun Al Misri (859), Ibn
Maskawih (1030 M), Al Kindi (1873 M), Al Farabi (950 M), Ibnu Sina (1037).
Tahap Keempat atau Periode Kedua
(1058-1448 M). Pemikir Ekonomi Islam Periode ini Al Gazali (1111 M), Ibnu
Taymiyah (1328 M), Ibnu Khaldun (1040 M), Syamsuddin Al Sarakhsi (1090 M),
Nizamu Mulk Tusi (1093 M), Ibnu Masud Al kasani (1182 M), Al-Saizari (1993),
fakhruddin Al Razi (1210 M), Najnudin Al Razi (1256 M), Ibnul Ukhuwa (1329 M),
Ibnul Qoyyim (1350 M), Muhammad bin Abdul rahman Al Habshi (1300 M), Abu Ishaq
Al Shatibi (1388 M), Al Maqrizi (1441 M), Al Qusyairi (857), Al Hujwary (1096),
Abdul Qadir Al Jailani (1169 M), Al Attar (1252 M), Ibnu Arabi (1240), Jalaluddin
Rumi (1274 M), Ibnu Baja (1138 M), Ibnulk Tufayl (1185 M), Ibnu Rusyd (1198 M).
Tahap Kelima atau Periode Ketiga
(1446-1931 M). Shah Walilullah Al Delhi (1762 M), Muhammad bin Abdul Wahab
(1787 M), Jamaluddin Al Afghani (1897 M), Mufti Muhammad Abduh (1905 M),
Muhammad Iqbal (1938 M), Ibnu Nujaym (1562 M), Ibnu Abidin (1836), Syeh Ahmad
Sirhindi (1524M).
Tahap Keenam atau Periode Lanjut (1931
M – Sekarang). Muhammad Abdul Mannan (1938), Muhammad Najatullah Siddiqi (1931
M), Syed Nawad Haider Naqvi (1935), Monzer Kahf, Sayyid Mahmud Taleghani,
Muhammad Baqir as Sadr, Umer Chapra.
Hasil pemikiran ekonomi Islam dari
beberapa pemikir di atas sebagai berikut :
1.
Zaid bin Ali (80-120H./699-738M), adalah pengagas awal
penjualan suatu komoditi secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dari
harga tunai.[5]
2.
Abu Hanifah (80-150H/699-767M), Abu Hanifah lebih dikenal
sebagai imam madzhab hukum yang sangat rasionalistis, Ia juga menggagas
keabsahan dan kesahihan hukum kontrak jual beli dengan apa yang dikenal dewasa ini
dengan bay’ al-salām dan ah%al-murābah.[6]
3.
Al-Awza’i (88-157H./707-774M.). Nama lengkapnya Abdurahman
al-Awza’i yang berasal dari Beirut, Libanon dan hidup sezaman dengan Abu
Hanifah. Ia adalah pengagas orisinal dalam ilmu ekonomi syariah.
Gagasan-gagasanya, antara lain, kebolehan dan kesahihan sistem muzara’ah
sebagai bagian dari bentuk mura`bahah dan membolehkan peminjaman modal, baik
dalam bentuk tunai atau sejenis.[7]
4.
Imam Malik Bin Anas (93-179H./712-796M.). Imam Malik
lebih dikenal sebagai penulis pertama kitab hadis al-Muwatha’, dan Imam Madzhab
hukum. Namun, ia pun memiliki pemikiran orisinal di bidang ekonomi, seperti: Ia
menganggap raja atau penguasa bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyatnya.
Para pengusaha harus peduli terhadap pemenuhan kebutuhan dasar rakyat. Teori
istislah dalam ilmu hukum Islam yang diperkenalkanya mengandung analisis nilai
kegunaan atau teori utility dalam filsafat Barat yang di kemudian hari
diperkenalkan oleh Jeremy Benthan dan John Stuart Mill. Di samping itu, ia pun
tokoh hukum Islam yang mengakui hak negara Islam untuk menarik pajak demi
terpenuhinya kebutuhan bersama.[8]
5.
Abu Yusuf (112-182H./731-798H.). Abu Yusuf adalah seorang
hakim dan sahabat Abu Hanifah. Ia dikenal dengan panggilan jabatanya (akīm%al-Qadli H) Abu Yusuf Ya’qub Ibrahim dan dikenal
perhatianya atas keuangan umum serta perhatianya pada peran negara, pekerjaan
umum, dan perkembangan pertanian.[9]
Ia pun dikenal sebagai penulis pertama buku perpajakan, yakni Kitab al-Kharaj.
Karya ini berbeda dengan karya Abu ‘Ubayd yang datang kemudian. Kitab ini,
sebagaimana dinyatakan dalam pengantarnya, ditulis atas permintaan dari
penguasa pada zamanya, yakni Khalifah Harun al-Rasyid, dengan tujuan untuk
menghindari kedzaliman yang menimpa rakyatnya serta mendatangkan kemaslahatan
bagi penguasa. Oleh karena itu, buku ini mencakup pembahasan sekitar jibayat
al-kharaj, al-‘usyur, al-shadaqat wa al-jawali (al-jizyah).[10]
Sedangkan pemikiran kontroversialnya ada pada pandanganya yang menentang
pengendalian harga atau tas’ir, yakni penetapan harga oleh penguasa. Sedangkan
Ibn Taymiyyah memperjelas secara lebih rinci dengan menyatakan bahwa tas’ir
dapat dilakukan pemerintah sebagai bentuk intervensi pemerintah dalam mekanisme
pasar. Hanya saja, ia mempertegas, kapan tas’ir dapat dilakukan oleh pemerintah
dan kapan tidak, dan bahkan kapan pemerintah wajib melakukanya.[11]
6.
Al-Farabi (260-339 H/870-950 M). Al Farabi mengemukakan
tentang tingkat-tingkat pertumbuhan ekonomi manusia, yaitu 1) Madinatu an
Nawabit, masyarakat kayu-kayuan atau negara liar; 2) Madinatu al Bahimiyyah,
masyarakat binatang atau negara primitif; 3) Madinatu adl-dlaruroh, negara
kebutuan; 4) Madinatu al hissah wa as-saqro, negara keinginan; 5) Madinatu
A-Tabadul auw al-badalah, negara bertukar kebutuhan; 6) Madinatu An-Nadzalah,
negara kapitalis; 7) Madinatu al-Jama’iyyah, negara anarki atau masyarakat
komunis; Madinatu al fadhilah, Negara utama.[12]
7.
Abu ‘Ubayd al-Qasim bin Sallam (157-224H/774-738M). Pembahasan
ekonomi syariah dalam karya Abu ‘Ubayd, al-Amwa’l, diawali dengan enam belas
buah hadis di bawah judul haqq al-ima`m ‘ala` al-ra’iyyah, wa haqq al-ra’iyyah
ala al-ima`m (hak pemerintah atas rakyatnya dan hak rakyat atas pemerintahnya).
Buku ini dapat digolongkan sebagai karya klasik dalam bidang ilmu ekonomi
syariah karena sistimatika pembahasanya dengan merekam sejumlah ayat Al-Quran
dan Hadis di bidangnya. Bab pertama buku ini, umpamanya, diawali dengan
mengutip hadis yang menyatakan bahwa agama itu adalah kritik: al-din
al-nshihat; disusul hadis yang menyatakan bahwa setiap orang adalah
“penggembala” yang bertanggungjawab atas gembalaanya yang secara tegas
dicontohkan: seorang pemimpin adalah penggembala rakyatnya dan bertanggung
jawab atasnya; seorang suami bertanggung jawab atas gembalanya, yakni
keluarganya; seorang isteri adalah penggembala dan bertanggung jawab atas rumah
suaminya dan anak-anaknya; seorang pekerja penggembala harta tuannya dan
bertanggung jawab atasnya.
8.
Ibnu Sina (270-428 H/980-1037). Ia mengemukakan pendapatnya
antara lain:
a. manusia adalah makhluk berekonomi;
b. ekonomi membutukan negara;
c. perkembangan ekonomi melalui
perkembangan ekonomi keluarga ekonomi masyarakat, dan ekonomi negara;
d. ekonomi negara ia berpendapat
bahwa tujuan politik negara harus diarahkan kepada keseragaman seluruh
masyarakat dalam mewujudkan perekonomian dan kestabilan ekonomi harus dijaga;
e. Prinsip yang lain adalah arta milik
berasal dari warisan dan hasil kerja;
f. wajib bekerja untuk mendapatkan harta
ekonomi menurut jalannya yang sah;
g. pengeluaran dan pemasukan harus diatur
dengan anggaran;
h. pengeluaran wajib atau nafaqah yang
sifatnya konsumtif harus dikeluarkan sehemat mungkin, pengeluaran untuk
kepentingan umum (masyarakat dan negara) yang sifatnya wajib juga harus
dicukupkan dengan hati yang iklas;
i.
setiap orang harus mempunyai rencana simapanan yang menjadi
jaminan baginya pada saat kesukaran atau saat diperlukan.[13]
9.
Abu Hamid al-Ghazali (450-505 H/1058-1111). Tokoh yang lebih
dikenal sebagai sufi dan filosof serta pengkritik filsafat terkemuka ini
melihat bahwa:
a) perkembangan ekonomi bertolak dari hd)
akikat dunia terdiri dari 3 unsur, yaitu materi, manusia dan pembagunan. Ketiga
unsur ini interdependence;
b) perkembangan ekonomi perlu adanya
transportasi;
c) uang bukanlah komoditi, melainkan alat
tukar;
d) perkembangan ekonomi meningkat menjadi
ekonomi Jasa, yaitu hubungan jasa di antara manusia;
e) perlu adanya pemerintah;
f) mata uang negara Islam;
g) perlunya institut perbankan; h)
hati-hati terhadap riba;
10.
Al-Mawardi (w. 450
H.). Penulis al-Ahkam al-Sulthaniyyah,[15]
adalah pakar dari kubu Syafi’iyyah yang menyatakan bahwa institusi negara dan
pemerintahan bertujuan untuk memelihara urusan dunia dan agama atau urasan
spiritual dan temporal (li hara`sat al-di`n wa al-umur al-dunyawiyyah).
Jika kita amati, persyaratan-persyaratan kepala negara dalam karyanya, maka
akan segera nampak bahwa tugas dan fungsi pemerintah dan negara yang dibebankan
di atas pundak kepala negara adalah untuk mensejahterakan (al-falah) rakyatnya,
baik secara spiritual (ibadah), ekonomi, politik dan hak-hak individual
(privat: hak Adami) secara berimbang dengan hak Allah atau hak publik. Tentu
saja termasuk di dalamnya adalah pengelolaan harta, lalu lintas hak dan
kepemilikan atas harta, perniagaan, poduksi barang dan jasa, distribusi serta
konsumsinya yang kesemuanya adalah obyek kajian utama ilmu ekonomi.
11.
Tusi (1201-1274).
Tusi adalah penulis buku dalam bahasa Persia, Akhlaq Nasiri yang menjelaskan
bahwa: Apabila seseorang harus tetap menghasilkan makanan, pakaian, rumah, dan
alat-alatnya sendiri, tentu dia tidak akan dapat bertahan hidup karena tidak
akan mempunyai makanan yang cukup untuk jangka lama.
12.
Ibnu Taymiyyah (1262-1328). Ibnu Taymiyyah dalam kitabnya,
al-Siyasat al-Syar’iyyah fi` Ishlah al-Ra’iy wa al-Ra’iyyah menegaskan tugas,
fungsi dan peran pemerintah sebagai pelaksana amanat untuk kesejahteraan rakyat
yang ia sebut ada al-amanat ila hliha. Pengelolaan negara serta sumber-sumber
pendapatanya menjadi bagian dari seni oleh negara (al-siyasat l-syariyyah)
pengertian al-siyasah al-dusturiyyah maupun al-siyasat al-maliyyah (politik
hukum publik dan privat).[16]
13.
Ibn Khaldun (1332-1406). Cendekiawan asal Tunisia ini lebih
dikenal sebagai Bapak ilmu sosial. Namun demikian, ia tidak mengabaikan
perhatianya dalam bidang ilmu ekonomi. Walaupun kitabnya, al-Muqaddimah,[17] tidak membahas bidang ini dalam bab
tertentu, namun ia membahasnya secara berserakan di sana sini. Ia
mendefinisikan ilmu ekonomi jauh lebih luas daripada definisi TusiDi Indonesia,
Secara informal ilmu ekonomi islam dikembangkan oleh elemen masyarakat mulai
dari mahasiswa, akademisi maupun para profesional. Diantaranya adalah
Internasional Institute of Islamic Thougt yang telah menyelenggarakan Kuliah
Informal ekonomi Islam di beberapa perguruan tinggi terkemuka di Indonesia.
Kuliah Informal Ekonomi Islam telah diselenggarakan di Universitas Indonesia,
Universitas Islam Negeri, Universitas Gajah Mada dan Universitas Brawijaya.[18]
Para pemikir ekonomi Islam diwakili
oleh tokoh-tokoh yang menulis buku ekonomi Islam dan banyak dijadikan rujukan
(dengan tidak mengesampingkan pemikir ekonomi Islam yang lain) antara lain:
Syafi’i Antonio, Dawan Rahardjo, Adiwarman Karim, Suroso Imam Zadjuli, M.
Akhyar Adnan, Muhammad. Seiring dengan perkembangan pemikiran ekonomi Islam
tersebut, beberapa perguruan tinggi yang mengawali membuka pendidikan tinggi
ekonomi Islam adalah UNAIR dengan S-3 ekonomi Islam, UII dengan Ekonomi Islam
di Magister Studi Islamnya (1997), Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Islam Tazkia,
Sekolah Tinggi Ilmu Syariah dengan Jurusan Muamalahnya (1997).
2.3 PERKEMBANGAN
PRAKTIK EKONOMI ISLAM
Praktek perbankan di zaman Rasulullah
dan Sahabat telah terjadi karena telah ada lembaga-lembaga yang melaksanakan
fungsi-fungsi utama opersional perbankan, yakni:
1)
menerima simpanan uang;
2)
meminjamkan uang atau memberikan pembiayan dalam bentuk
mudharabah, musyarakah, muzara’ah dan musaqah;
3)
memberikan jasa pengiriman atau transfer uang.
Istilah-istilah fiqh di bidang ini pun
muncul dan diduga berpengaruh pada istilah teknis perbankan modern, seperti
istilah qard yang berarti pinjaman atau kredit menjadi bahasa Inggris
credit dan istilah suq jamaknya suquq yang dalam bahasa Arab
harfiah berarti pasar bergeser menjadi alat tukar dan ditransfer ke dalam
bahasa Inggris dengan sedikit perubahan menjadi check atau cheque dalam bahasa
Prancis.
Fungsi-fungsi yang lazimnya dewasa ini
dilaksanakan oleh perbankan telah dilaksanakan sejak zaman Rasulullah hingga
Abbasiyah. Istilah bank tidak dikenal zaman itu, akan tetapi pelaksanaan
fungsinya telah terlaksana dengan akad sesuai syariah. Fungsi-fungsi itu di
zaman Rsulullah dilaksanakan oleh satu orang yang melaksanakan satu fungsi
saja. Sedangkan pada zaman Abbasiyah, ketiga fungsi tersebut sudah dilaksanakan
oleh satu individu saja. Perbankan berkembang setelah munculnya beragam jenis
mata uang dengan kandungan logam mulia yang beragam. Dengan demikian, diperluan
keahlian khusus bagi mereka yang bergelut di bidang pertukaran uang. Maka
mereka yang mempunyai keahlian khusus itu disebut naqid, sarraf, dan jihbiz[19]
yang kemudian menjadi cikal bakal praktek pertukaran mata uang atau money
changer.
Peranan bankir pada masa Abbasiyah
mulai populer pada pemerintahan Khalifah al-Muqtadir (908-932).[20]
Sementara itu, suq (cek) digunakan secara luas sebagai media pembayaran.
Sejarah pebankan Islam mencatat Saefudaulah al-Hamdani sebagai orang pertama
yang menerbitkan cek untuk keperluan kliring antara Bagdad, Iraq dengan Alepo
(Spanyol).[21]
Mengingat penting dan strategisnya
institusi dan sistem perbankan untuk menggerakan roda perekonomian, maka
berbagai upaya dilakukan ahli ekonomi Islam. Pertengahan tahun 1940-an Malaysia
mencoba membuka bank non bunga, namun tidak sukses. Akhir tahun 1950-an
Pakistan mencoba mendirikan lembaga perkreditan tanpa bunga di pedesaan. Sedangkan
uji coba yang relatif sukses dilakukan oleh Mesir dengan mendirikan Mit Ghamr
Local Saving Bank tahun 1963 yang disambut baik oleh para petani dan
masyarakat pedesaan. Namun, keberhasilan ini terhenti karena masalah politik,
yakni intervensi pemerintah Mesir. Dengan demikian, operasional Mit Ghamr
diambil alih oleh National Bank of Egypt dan Bank Sentral Mesir (1967). Baru
pada masa rezim Anwar Sadat (1971) sistim nirbunga dihidupkan kembali dengan
dibukanya Nasser Social Bank. Keberhasilan di atas mengilhami para petinggi OKI
hinga akhirnya berdirilah Islamic Development Bank (IDB) bulan Oktober 1975
2.4 GERAKAN EKONOMI
ISLAM DI INDONESIA
Akar sejarah pemikiran dan aktivits
ekonomi Islam Indonesia tak bisa lepas dari awal sejarah masuknya Islam di negeri
ini. Bahkan aktivitas ekonomi syariah di tanah air tak terpisahkan dari
konsepsi lingua franca. Menurut para pakar, mengapa bahasa Melayu menjadi
bahasa Nusantara, ialah karena bahasa Melayu adalah bahasa yang populer dan
digunakan dalam berbagai transaksi perdagangan di kawasan ini. Para pelaku
ekonomi pun didominasi oleh orang Melayu yang identik dengan orang Islam.
Bahasa Melayu memiliki banyak kosa kata yang berasal dari bahasa Arab. Ini
berarti banyak dipengaruhi oleh konsep-konsep Islam dalam kegiatan ekonomi.
Maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas ekonomi syariah tidak dalam bentuk
formal melainkan telah berdifusi dengan kebudayaan Melayu sebagaimana
terceriman dalam bahasanya. Namun demikian, penelitian khusus tentang institusi
dan pemikiran ekonomi syariah nampaknya belum ada yang meminatinya secara
khusus dan serius. Oleh karena itu, nampak kepada kita adalah upaya dan gerakan
yang dominan untuk penegakan syariah Islam dalam kontek kehidupan politik dan
hukum. Walaupun pernah lahir Piagam Jakarta dan gagal dilaksanakan, akan tetapi
upaya Islamisasi dalam pengertian penegakan syariat Islam di Indonesia tak
pernah surut.
Pemikiran dan aktivitas ekonomi syariah
di Indonesia akhir abad ke-20 lebih diorientasikan pada pendirian lembaga
keuangan dan perbankan syariah. Salah satu pilihanya adalah gerakan koperasi
yang dianggap sejalan atau tidak bertentangan dengan syariah Islam. Oleh karena
itu, gerakan koperasi mendapat sambutan baik oleh kalangan santri dan pondok
pesantren. [22]
Kelahiran bank Islam di Indonesia hari
demi hari semakin kuat karena beberapa faktor:
1) adanya kepastian hukum perbankan yang
melindunginya;
2) tumbuhnya kesadaran masayarakat
manfaatnya lembaga keuangandanperbankan syariah;
3) dukungan politik atau political will
dari pemerintah.
Akan tetapi, kelahiran bank syariah di
Indonesia tidak diimbangi dengan pendirian lembaga-lembaga pendidikan perbankan
syariah. Sejak tahun 1990-an ketika Dirjen Bimbaga Islam Depag RI melakukan
posisioning jurusan-jurusan di lingkungan IAIN, penulis pernah mengusulkan
kepada Menteri Agama dan para petinggi di Depag RI agar mempersiapkan institusi
untuk mengkaji kecenderungan dan perkembangan ekonomi syariah di tanah air.
Usaha maksimal saat itu ialah memilah jurusan Muamalat/Jinayat pada Fakultas
syariah IAIN menjadi dua, yakni Jurusan Muamalat dan Jurusan Jinayah-Siyasah.
Maraknya perbankan syariah di tanah air
tidak diimbangi dengan lembaga pendidikan yang memadai. Akibatnya, perbankan
syariah di Indonesia baru pada Islamisasi nama kelembagaanya. Belum Islamisasi
para pelakunya secara individual dan secara material. Maka tidak heran jika
transaksi perbankan syariah tidak terlalu beda dengan transaksi bank
konvensional hanya saja ada konkordansi antra nilaisuku bungan dengan nisbah
bagihasil. Bahkan terkadang para pejabat bank tidak mau tahu jika nasabahnya
mengalami kerugian atau menurunya keuntungan. Mereka “mematok” bagi hasil
dengan rate yang benar-benar menguntungkan bagi pihak bank secara sepihak. Di
lain pihak, kadangkala ada nasabah yang bersedia mendepositkan dananya di bank
syariah dengan syarat meminta bagi hasilnya minimal sama dengan bank
konvensional milik pemerintah.[23]
Terlepas dari kekurangan dan kelebihan
perbankan syariah, yang pasti dan faktual adalah bahwa ia telah memberikan
konstribusi yang berarti dan meaningfull bagi pergerakan roda perekonomian
Indonesia dan mengatasi krisis moneter.
DSN-MUI sejak tahun 1997 sampai dengan
tahun 2005 telah banyak mengeluarkan fatwa-fatwa tentang ekonomi Islam
(mu’amalah maliyah) untuk menjadi pedoman bagi para pelaku ekonomi Islam
khususnya perbankan syari’ah. Dalam metode penerbitan fatwa dalam bidang
mu’amalah maliyah diyakini menggunakan kempat sumber hukum yang disepakati oleh
ulama suni; yaitu Al-Quran al Karim, Hadis Nabawi, Ijma’ dan Qiyas, serta
menggunakan salah satu sumber hukum yang masih diperselisihkan oleh ulama;
yaitu istihsan, istishab, dzari’ah, dan ‘urf.
Dalam proses penerbitan fatwa
diperkirakan mempelajari empat mazhab suni, yaitu imam mazhab yang empat:
Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali disamping pertimbangan lain yang bersifat
temporal dan kondisional. Oleh karena itu, perlu mengkaji secara seksama dan
perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sifat fatwa-fatwa MUI dalam bidang
ekonomi Islam dari segi metode perumusannya, sisi ekonomi di sekelilingnya dan
respons masyarakat terhadap fatwa-fatwa itu.[24]
Di Indonesia, atas prakarsa Majelis
Ulama Indonesia bersama kalangan pengusaha muslim sejak 1992 telah beroperasi
sebuah bank syari’ah, yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang sistem
operasionalnya mengacu pada No. 72 tahun 1992 tentang bank bagi Hasil. Pada
tahun 1998, disahkan Undang-undang RI No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas
UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan. Secara legal, perbankan syari’ah telah
diakui sebagai subsistem perbankan nasional.
Di tengah dinamika tumbuh dan
berkembangnya lembaga keuangan syari’ah, pada tahun 1997 krisis ekonomi datang
menerjang memporak-porandakan sistem perbankan nasional. Sebagaimana diungkap
oleh Warkum, mulai bulan Juli 1997 sampai dengan 13 Maret 1999 pemerintah
menutup 55 bank, mengambil alih 11 bank (BTO) dan 9 bank lainnya dibantu
melakukan rekapitalisasi. Pada Oktober 2001, sebagaimana laporan Majalah
Investasi[1][1] terjadi lagi satu bank konvensional yang dibekukan atau Bank
Beku Kegiatan Usaha (BBKU). Dari 240 bank sebelum krisis, kini hanya tinggal 73
bank swasta yang dapat bertahan tanpa bantuan pemerintah.[1][2]
Di antara lembaga keuangan syari’ah
yang berkembang secara pesat di tengah sistem perbankan yang sedang sakit
adalah antara lain bank syari’ah, BPRS dan BMT. Bank Syari’ah berkembang
berdampingan dengan bank-bank konvensional. Hal tersebut dibuktikan dengan
munculnya Bank BNI Syari’ah, Bank Mandiri Syari’ah, Bank Bukopin Syari’ah, Bank
Danamon Syari’ah, BII Syariah. Di samping itu berkembang juga lembaga keuangan
syari’ah yang bersifat mikro, yang bergerak di kalangan ekonomi bawah, yaitu
BMT (Baitul Maal wat-Tamwil).
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Baru tiga dasawarsa menjelang abad
21, muncul kesadaran baru umat Islam untuk mengembangkan kembali kajian ekonomi
syari’ah. Ajaran Islam tentang ekonomi, kembali mendapat perhatian serius dan
berkembang menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Pada era tersebut lahir
dan muncul para ahli ekonomi syariah yang handal dan memiliki kapasitas
keilmuan yang memadai dalam bidang mu’amalah. Sebagai realisasi dari ekonomi
syariah, maka sejak tahun 1975 didirikanlah Internasional Development Bank (
IDB ) di Jeddah. Setelah itu, di berbagai negara, baik negeri- negeri muslim
maupun bukan, berkembang pula lembaga – lembaga keuangan syariah.
Momentum Indonesia Syariah Expo
hendaknya bisa menyentakkan dan membuka mata pemerintah untuk melirik dan
menerapkan ekonomi syariah sebagai solusi perekonomian Indonesia.
Pemerintah harus melihat ekonomi syari’ah dalam konteks penyelamatan ekonomi
Nasional. Sehubungan dengan itu, pembentukan Dewan Ekonomi Nasional (DEN) perlu
kembali diwujudkan dengan memasukkan para pakar ekonomoi syariah di dalamnya.
Ekonomi syariah di Indonesia telah menunjukkan ketangguhannya di masa krisis
dan lagi pula dalam praktek perekonomian di Indonesia selama ini, Indonesia
sudah menerapkan dual system, yakni konvensional dan sistem
ekonomi syari’ah, terutama yang berkaitan dengan lembaga perbankan dan
keuangan.
3.2 SARAN
1)
Semoga makalah yang dibuat oleh
penyusun ada manfaatnya bagi pembaca khususnya bagi penulis.
2)
Ekonomi syariah islam telah
terbukti dalam membangun ekonomi nasional jadi pemerintah harus segera
mempergunakan system ekonomi islam untuk mencapai keadilan dan kemakmuran bagi
rakyat.
3)
Pemerintah jangan menghilangkan
system ekonomi islam pada era sekarang ini melainkan harus terus menjaga ekonomi
syariah islam.
DAFTAR PUSTAKA
Abu ‘Ubayd al-Qasim bn Sallam. 1981. Al-Amwa’l.
Beirut Libanon. Mu’assassat al-Nashir.
Abu al-Hasan ‘Ali bin Muhammad bin
Habib al-Bashriy al-Bagdady al-Mawardy, t.t. al-Ahkam al-Sulthaniyyah,
Dar al-Fikr, Beirut.
Adiwarman A. Karim, Refleksi dan
Proyeksi Ekonomi Islam Indonesia. At-Tariqi, Abdullah Abdul Husain. Ekonomi
Islam: Prinsip, Dasar dan Tujuan. (Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2004)
Cf. The Muqaddimah yang diterjemahkan
ke dalam bahasa Inggris dri bhasaArab oleh Franz Rosenthal (3 jilid)
diterbitkan oleh Bollingen Foundation Inc., New York
Dawam Raharjo, Menegakan Syariat Islam
di Bidang Ekonomi, dalam Adiwarman Karim, Bank Islam: analisis fiqh dan
Keuangan, IIIT Indonesia, Jakarta, 2003
Fakta penerimaan kalangan santri,
antara lain, berdirinya Induk Koperasi Pondok Pesantren (INKOPONTREN) di
Jakarta tahun 1996 oleh Puskopontren Jawa Barat, DKI, DI Yogyakarta, Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Perkembangan Kopontren semakin menjamur setelah digulirkanya
proyek P2KR (Proyek Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (baca:Pessantren) oleh
BAPPENAS, 1998
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam:
Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Ekonisia, 2002), hal. 149. Penulis buku ini
menkompilasi dari Sumber M. Najatullah Siddiqi (1995), M. Aslam Hannaef (1995),
dan A. Karim (2001).
Ibn Taymiyyah, al-Hisbah fi al-Islam,
[nd.] Cf. Juhaya S Praja, al-Hisbah sebagai Bentuk Intervensi Pemerintah
dalam Mekanisme Pasar, makalah disajikan dalam Seminar Nasional yang
diselenggarakan bersama oleh Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII)
Yogyakarta dengan BAPPEBTI Deperindag RI Jakarta, di Hotel Radison Yogyakarta,
November, 1999.
M Cholil Nafis. Corak Pemikiran Hukum
Ekonomi Islam di Indonesia. Diakses dari
http://www.republika.co.id/suplemen/cetak_detail.asp?mid=5&id=245626&kat_id=105&kat_id1=147&kat_id2=217 tanggal 30 Nov 2006.
[1]
mūd Abū Su’ūd, Marshal sebagaimana dikutip
oleh Mah ād al-Islāmiyy%ut Ra’isiyyah fī al-Iqtis Khut, (Maktabat al-Manār al-Islāmiyyah,
Kuwait,1968), hal. 56.
[3] At-Tariqi, Abdullah
Abdul Husain. Ekonomi Islam: Prinsip, Dasar dan Tujuan. (Yogyakarta: Magistra Insania
Press, 2004), hal. 26
[4]
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam:
Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Ekonisia, 2002), hal. 149. Penulis buku ini
menkompilasi dari Sumber M. Najatullah Siddiqi (1995), M. Aslam Hannaef (1995),
dan A. Karim (2001).
[6] Muhammad Abu Zahrah, Abu`Hani`fah,
Cairo, Dar al-Fikr al-‘Araby [nd]., hal. 404-410, 432-442, 539.
[7] Shobhi Mahmashani, al-Awza’i:
Ta’limuhu al-Insaniyyah wa al-Qa`nuniyyah, Beirut, Dar al- ‘Ilmli
al-Mala’in, 1978, hal. 426, 314-318, 447.
[8] Muhammad Abu Zahrah, Ma`lik,
Cairo, Dar al-Fikr al-‘Araby, 1952, hal. 73-74, 335-383, 432.
[9] Muhammad Abdul Mannan, Ekonomi
Islam: Teori dan Praktek, h. 24
[10] al-Qadli AbuYusuf Ya’qub Ibrahim
(112-182H), Kitab al-Kharaj, Muhib al-Din al-Khatib, [nd.]
[11] Ibn Taymiyyah, al-Hisbah fi al-Islam,
[nd.] Cf. Juhaya S Praja, al-Hisbah sebagai Bentuk Intervensi
Pemerintah dalam Mekanisme Pasar, makalah disajikan dalam Seminar Nasional
yang diselenggarakan bersama oleh Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
(UII) Yogyakarta dengan BAPPEBTI Deperindag RI Jakarta, di Hotel Radison
Yogyakarta, November, 1999.
[13] Zainal
Abidin Ahmad, Dasar-dasar Ekonomi Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal.
242-250.
[14] Abu
‘Ubayd al-Qasim bn Sallam (157-224H/774-738M) dalam kitabnya, al-Amwa’l,
Mu’assassat al-Nashir, Beirut, Libanon, cet.i, 1981
[15] Zainal Abidin Ahmad, Dasar.,
hal.251-274.
[16]
Ibid., hal. 275-300.
[17] Abu
al-Hasan ‘Ali bin Muhammad bin Habib al-Bashriy al-Bagdady al-Mawardy, al-Ahka`m
al-Sultha`niyyah, Dar al-Fikr, Beirut [nd].
[18] Ibn Taymiyyah, al-Hisbah fi
al-Islam,
[19] Adiwarman A. Karim, Refleksi dan Proyeksi Ekonomi Islam
Indonesia. Diakses dari
http://www.dilibrary.net/images/topics/Materi%20-%20Adiwarman.pdf. Tanggal 30
Januari 2007.
[20] Istilah
jihbiz mulai dikenal pada masa Muawiyah (661-680M). Istilah ini dipinjam
dari bahasa Persia kahbad atau kihbud. Pada masa pemerintahan
Sasanid, istilah jihbiz digunakan untuk orang yang melaksanakan fungsi
dan tugas mengumpulkan pajak tanah.
[21] Pada
masa ini setiap wazir (menteri) mempunyai bankirnya masing-masing. Misalnya:
Ibnu Furat menunjuk Harun Ibnu Imran dan Josep Ibnu Wahab sebagai bankirnya.
[22] Fakta penerimaan kalangan santri,
antara lain, berdirinya Induk Koperasi Pondok Pesantren (INKOPONTREN) di
Jakarta tahun 1996 oleh Puskopontren Jawa Barat, DKI, DI Yogyakarta, Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Perkembangan Kopontren semakin menjamur setelah
digulirkanya proyek P2KR (Proyek Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (baca:Pessantren)
oleh BAPPENAS, 1998
[23] Data diperoleh dari nasabah dan
investigasi penulis terhadap Bank Syariah Lembur Kuring (nama samaran)
[24] M Cholil Nafis. Corak Pemikiran Hukum
Ekonomi Islam di Indonesia. Diakses dari http://www.republika.co.id/suplemen/cetak_detail.asp?mid=5&id=245626&kat_id=105&kat_id1=147&kat_id2=217 tanggal 30 Nov 2006.
Salam kepada semua warga negara Indonesia, nama saya INDALH HARUM, TOLONG, saya ingin memberikan kesaksian hidup saya di sini di platform ini sehingga semua warga negara Indonesia berhati-hati dengan pemberi pinjaman di internet, Tuhan mendukung saya melalui ibu yang baik, LASSA JIM , Setelah beberapa waktu mencoba mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan, dan menolak, maka saya memutuskan untuk mendaftar melalui pinjaman online tetapi saya curang dan saya kehilangan lebih dari 50 juta rupiah dengan pemberi pinjaman yang berbeda karena saya mencari pinjaman (Rp800) setelah membayar biaya dan tidak mendapat pinjaman. Saya menjadi sangat putus asa dalam mendapatkan pinjaman, jadi Salam kepada semua warga negara Indonesia, nama saya INDALH HARUM, TOLONG, saya ingin memberikan kesaksian hidup saya di sini di platform ini sehingga semua warga negara Indonesia berhati-hati dengan pemberi pinjaman di internet, Tuhan mendukung saya melalui ibu yang baik, LASSA JIM, Setelah beberapa waktu mencoba mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan, dan menolak, jadi saya memutuskan untuk mendaftar melalui pinjaman online tetapi saya menipu dan kehilangan lebih dari 50 juta rupiah dengan Pemberi pinjaman karena saya mencari pinjaman (Rp800) setelah membayar biaya dan tidak mendapat pinjaman. Saya menjadi sangat putus asa dalam mendapatkan pinjaman, jadi saya berdiskusi dengan seorang teman saya, Harum kemudian memperkenalkan saya kepada Ny. LASSA JIM, seorang pemberi pinjaman di sebuah perusahaan bernama ACCESS LOAN FIRM sehingga teman saya meminta saya untuk melamar ibu LASSA, jadi saya mengumpulkan keberanian dan menghubungi Ms. LASSA.
BalasHapusSaya mengajukan pinjaman 2 miliar rupiah dengan tingkat bunga 2%, sehingga pinjaman disetujui tanpa tekanan dan semua pengaturan dilakukan dengan transfer kredit, karena tidak memerlukan jaminan dan keamanan untuk transfer pinjaman yang baru saja saya katakan kepada dapatkan perjanjian lisensi, aplikasi mereka untuk mentransfer kredit saya dan dalam waktu kurang dari 48 jam pinjaman itu disetorkan ke rekening bank saya.
Saya pikir itu hanya lelucon sampai saya menerima telepon dari bank saya bahwa akun saya dikreditkan dengan jumlah 2 miliar. Saya sangat senang bahwa Tuhan akhirnya menjawab doa saya dengan memesan pinjaman saya dengan pinjaman asli saya, yang memberi saya keinginan hati saya. mereka juga memiliki tim ahli yang akan memberi tahu Anda tentang jenis bisnis yang ingin Anda investasikan dan cara menginvestasikan uang Anda, sehingga Anda tidak akan pernah bangkrut lagi dalam hidup Anda. Semoga Tuhan memberkati Mrs. LASSA JIM untuk membuat hidup saya lebih mudah, jadi saya sarankan siapa pun yang tertarik mendapatkan pinjaman untuk menghubungi Mrs. LASSA melalui email: lassajimloancompany@gmail.com
Anda juga dapat menghubungi nomor JIM ibu LASSA whatsApp +1(301)969-1955.
Akhirnya, saya ingin berterima kasih kepada Anda semua karena telah meluangkan waktu untuk membaca kesaksian sejati dalam hidup saya tentang kesuksesan saya dan saya berdoa agar Tuhan akan melakukan kehendak-Nya dalam hidup Anda. Sekali lagi nama saya adalah INDALH HARUM, Anda dapat menghubungi saya untuk informasi lebih lanjut melalui email saya: Indalhharum@gmail.com
CUKUP CUKUP UNTUK KEBIJAKSANAAN.
BalasHapusPERUSAHAAN PINJAMAN ROLAND KARINA ELENA ADALAH SATU-SATUNYA JALAN KELUAR DARI KESULITAN KEUANGAN (karinarolandloancompany@gmail.com)
whatsapp .... + 1585 708-3478
facebook ..... elena karina roland
instagram ..... karina roland
Salam, pikiran yang hebat, Ini akan menjadi kesenangan terbesar saya menyelamatkan Individu dan perusahaan dari pemerasan, saya tahu tidak semua orang akan mau mengambil sendiri untuk mengungkapkan kebenaran pahit tentang Pinjaman online karena ketidakamanan, Waktu melakukannya dan semua itu. i ”m AFIZAH NAZERI, seorang pengusaha wanita terkemuka yang tinggal di TERENGGANU CITY OF MALAYSIA telah memutuskan untuk membagikan artikel ini kepada siapa saja yang berkepentingan sehingga mereka dapat belajar dan mendidik diri sendiri darinya. Ini buruk sampai Anda melihat kesaksian online tentang mendapatkan pinjaman dan itu ternyata palsu. Sungguh saya telah jatuh untuk trik itu berkali-kali sampai memperpanjang saya kehilangan hampir Rm14.000 total semua atas nama mendapatkan pinjaman untuk diinvestasikan dalam bisnis yang sangat menguntungkan. Setelah begitu banyak upaya yang gagal untuk mendapatkan pinjaman, saya dan Manajer saya online untuk melakukan pencarian menyeluruh dan menemukan perusahaan ini KARINA ELENA ROLAND LOAN COMPANY tetapi sebelum mencobanya, kami juga melanjutkan untuk memastikannya nyata, periksa ulasan mereka dan juga pergi ke keberadaan dan kemampuan mereka. Kami sangat berhati-hati karena kami tidak ingin kehilangan sepeser pun lagi dan harapan terbesar kami, mereka memberikan sesuai tinjauan mereka dan memberi kami jumlah pinjaman yang kami inginkan sebesar Rm80.000. Sebuah kata untuk semua orang di luar sana ketika datang ke Pemberi Pinjaman Online hanya hubungi KARINA ELENA ROLAND LOAN COMPANY melalui email: {karinarolandloancompany@gmail.com} atau whatsapp +1585 708-3478, dan pertimbangkan semua masalah keuangan Anda ditangani dan diselesaikan. # SHARE, Anda dapat menyelamatkan seseorang dari korban hari ini, Terima kasih.
negara ...... Malaysia
nama ......... Afizah Nazeri
Jumlah yang disetujui ..... Rm80.000
bank ....... BSN (Malaysia)
email ....... afizahnazeri@gmail.com