makalah MSDM tentang PHK
![]() |
|||
![]() |
PENEMBANGAN KARYAWAN
DOSEN PENGAMPU : NAILA ROHMANIYAH, S.Psi
1.
Muhammad Muklis
2.
Adi saputra
3.
Abdul karim
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
AS-SHIDDIQIYAH
TAHUN AKADEMIK 2013 / 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemberhentian adalah fungsi operatif terakhir manajemen
sumber daya manusia. istilah pemberhentian sinonim dengan separation,
pemisahan, atau pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan dari suatu organisasi
perusahaan. fungsi pemberhentian harus mendapat perhatian yang serius dari
manajer perusahaan, karena telah diatur oleh Undang-undang dan memberika resiko
bagi perusahaan maupun untuk karyawan yang bersangkutan. pemberhentian harus
sesuai dengan Undang-undang No.12 Tahun 1964 KUHP dan seizin P4D atau P4P atau
dengan keputusan pengadilan. pemberhentian juga harus memperhatikan Pasal 1603
ayat 1 KUHP yaitu mengenai “ tenggang waktu saat dan izin pemberhentian”.
perusahaan yang melakukan pemberhentian akan mengalami kerugian karena karyawan
yang dilepas membawa biaya penarikan, seleksi, pengembangan, dan proses
produksi berhenti.
Karyawan yang dilepas akan kehilangan
pekerjaan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, ekonomis,
dan kejiwaanya. manajer dalam melaksanakan pemberhentian harus memperhitungkan
untung dan ruginya, apalagi kalau diingat bahwa saat karyawan diterima adalah
dengan cara baik-baik, sudah selayaknya perusahaan melepas mereka dengan cara
yang baik pula.
Pemberhentian harus didasarkan atas Undang-undang No.12
Tahun 1964 KUHP, berperikemanusiaan dan menghargai pengabdian yang diberikannya
kepada perusahaan, misalnya memberikan uang pensiun dan pesangon. apakah
pengertian atau definisi yang mencakup semua pemberhentian (separation)
itu? untuk merumuskan definisi yang mencakup semua hakikat pemberhentian sangat
sulit karena pemberhentian mempunyai makna yang sangat luas dan kompleks,
berikut ini adalah beberapa definisi mengenai pemberhentian .
Pemberhentian adalah pemutusan hubungan kerja seseorang
karyawan dengan suatu organisasi perusahaan. dengan pemberhentian, berarti
berakhirnya keterikatan kerja karyawan terhadap perusahaan.
Apa saja sebab-sebab terjadinya
pemberhentian karyawan itu? pada dasarnya tidak ada tang abadi di dunia ini,
jika ada pengadaan akan ada pula pemberhentian. pemberhentian terjadi karena
undang-undang, perusahaan, dan karyawan bersangkutan.
Pemberhentian terjadi karena
perundang-undangan, artinya seseorang karyawan terpaksa diberhentikan dari
organisasi perusahaan karena terlibat organisasi terlarang atau karyawan
bersangkutan dihukum karena perbuatannya. misalnya, karyawan itu terlibat
G-30-S/PKI atau melanggar hukum. pemberhentian seperti itu bukan keinginan
perusahaan atau keinginan karyawan, tetapi karyawan diberhentikan berdasarkan
ketetapan undang-undang yang berlaku.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian PHK?
2. Bagaimana cara PHK?
3.
Apa penyabab
PHK?
BAB II
PEMBAHASAN
PHK ( PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA )
2.1
Pengertian PHK
a.
PHK : Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha.
Apabila kita mendengar istilah PHK, yang biasa
terlintas adalah pemecatan sepihak oleh pihak pengusaha karena kesalahan
pekerja. Karenanya, selama ini singkatan ini memiliki konotasi negatif.
Padahal, kalau kita tilik definisi di atas yang diambil dari UU No. 13/2003
tentang Ketenagakerjaan, dijelaskan PHK dapat terjadi karena bermacam sebab. Intinya
tidak persis sama dengan pengertian dipecat.
Tergantung alasannya, PHK mungkin membutuhkan
penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial (LPPHI) mungkin juga tidak. Meski begitu,
dalam praktek tidak semua PHK yang butuh penetapan dilaporkan kepada instansi
ketenagakerjaan, baik karena tidak perlu ada penetapan, PHK tidak berujung
sengketa hukum, atau karena pekerja tidak
mengetahui hak mereka.
Sebelum Pengadilan Hubungan Industrial berdiri pada
2006, perselisihan hubungan Industrial masih ditangani pemerintah lewat Panitia Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan Pusat (P4P) dan Panitia Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan Daerah (P4D) serta Pengadilan Tata Usaha Negara.
b.
Pekerja kontrak dan tetap
Pengaturan kompensasi PHK
berbeda untuk pekerja kontrak (terikat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu-PKWT) dan pekerja tetap (terikat Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu-PKWTT). Dalam
hal kontrak, pihak yang memutuskan kontrak diperintahkan membayar sisa nilai
kontrak tersebut. Sedangkan bagi pekerja tetap, diatur soal wajib tidaknya
pengusaha memberi kompensasi atas PHK tersebut. Dalam PHK terhadap pekerja
tetap, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon, dan atau uang penghargaan
masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima pekerja. Perlu
dicatat, kewajiban ini hanya berlaku bagi pengusaha yang melakukan PHK terhadap
pekerja untuk waktu tidak tertentu. Pekerja dengan kontrak mungkin menerima
pesangon bila diatur dalam perjanjiannya.
2.2 Alasan/Sebab PHK :
Terdapat bermacam-masam alasan PHK, dari mulai
pekerja mengundurkan diri, tidak lulus masa percobaan hingga perusahaan pailit. Selain itu:
d. Pekerja
mengajukan PHK karena pelanggaran pengusaha
e. Pekerja
menerima PHK meski bukan karena kesalahannya
f. Pernikahan
antar pekerja (jika diatur oleh perusahaan)
j. Pekerja
meninggal dunia
l. Pekerja sakit
berkepanjangan
2.3 Macam - macam PHK
a)
PHK Sukarela
Pekerja dapat mengajukan pengunduran diri
kepada pengusaha secara tertulis tanpa paksaan/intimidasi.Terdapat
berbagai macam alasan pengunduran diri, seperti pindah ke tempat lain, berhenti
dengan alasan pribadi, dan lain-lain. Untuk mengundurkan diri, pekerja
harus memenuhi syarat:
1.
mengajukan permohonan selambatnya 30 hari
sebelumnya,
2.
tidak ada ikatan dinas,
3.
tetap melaksanakan kewajiban sampai
mengundurkan diri.
Undang-undang melarang pengusaha memaksa
pekerjanya untuk mengundurkan diri. Namun dalam praktik, pengunduran diri
kadang diminta oleh pihak pengusaha. Kadang kala, pengunduran diri yang tidak
sepenuhnya sukarela ini merupakan solusi terbaik bagi pekerja maupun pengusaha.
Disatu sisi, reputasi pekerja tetap terjaga. Disisi lain pengusaha tidak perlu
mengeluarkan pesangon lebih besar apabila pengusaha harus melakukan PHK tanpa
ada persetujuan pekerja. Pengusaha dan pekerja juga dapat membahas besaran
pesangon yang disepakati.
Pekerja yang mengajukan pengunduran diri hanya
berhak atas kompensasi seperti sisa cuti yang masih ada, biaya perumahan serta
pengobatan dan perawatan, dll sesuai Pasal 156 (4). Pekerja mungkin
mendapatakan lebih bila diatur lain lewat perjanjian. Untuk biaya perumahan
terdapat silang pendapat antara pekerja dan pengusaha, terkait apakah pekerja
yang mengundurkan diri berhak atas 15% dari uang pesangon dan penghargaan masa
kerja.
1. PHK oleh Pengusahan
Seseorang dapat dipecat
(PHK tidak sukarela) karena bermacam hal, antara lain rendahnya performa kerja,
melakukan pelanggaran perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
kebijakan-kebijakan lain yang dikeluarkan pengusaha. Tidak semua
kesalahan dapat berakibat pemecatan. Hal ini tergantung besarnya tingkat
kesalahan. Pengusaha dimungkinkan memPHK pekerjanya dalam hal pekerja melakukan
pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan
atau perjanjian kerja bersama. Ini, setelah sebelumnya kepada pekerja diberikan
surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut. Surat
peringatan masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali
ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian
kerja bersama. Pengusaha dapat memberikan surat peringatan kepada pekerja untuk
berbagai pelanggaran dan menentukan sanksi yang layak tergantung jenis
pelanggaran.
Pengusaha dimungkinkan juga mengeluarkan
misalnya SP 3 secara langsung, atau terhadap perbuatan tertentu langsung
memPHK. Hal ini dengan catatan hal tersebut diatur dalam perjanjian kerja (PK),
peraturan perusahaan (PP), atau perjanjian kerja bersama (PKB), dan dalam
ketiga aturan tersebut, disebutkan secara jelas jenis pelanggaran yang dapat
mengakibatkan PHK. Tak lupa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial. Selain karena kesalahan pekerja, pemecatan mungkin dilakukan karena
alasan lain. Misalnya bila perusahaan memutuskan melakukan efisiensi,
penggabungan atau peleburan, dalam keadaan merugi, pailit, maupun PHK terjadi
karena keadaan diluar kuasa pengusaha (force majeure).
v Undang-Undang
tegas melarang pengusaha melakukan PHK dengan alasan:
1.
Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit
menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan
secara terus-menerus;
2.
Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya
karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
3.
Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan
agamanya;
4.
Pekerja menikah;
5.
Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur
kandungan, atau menyusui bayinya;
6.
Pekerja mempunyai pertalian darah dan/atau
ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu
perusahaan, kecuali telah diatur dalam PK, PP, atau PKB;
7. Pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja,
pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di dalam jam
kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang
diatur dalam PK, PP/PKB;
8. Pekerja yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan
pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan,
jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
10. Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau
sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang
jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
v
Kesalahan Berat (eks Pasal
158)
Semenjak Mahkamah
Konstitusi (MK) menyatakan Pasal 158 UU Ketenagakerjaan inkonstitusional, maka
pengusaha tidak lagi dapat langsung melakukan PHK apabila ada dugaan pekerja
melakukan kesalahan berat. Berdasarkan asas praduga tak bersalah,
pengusaha baru dapat melakukan PHK apabila pekerja terbukti melakukan kesalahan
berat yang termasuk tindak pidana. Atas putusan MK ini, Depnaker mengeluarkan
surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang akibat putusan
tersebut.
·
Yang termasuk kesalahan berat ialah:
a. Melakukan
penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;
b. Memberikan
keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
c. Mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
d. Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
e. Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja
atau pengusaha di lingkungan kerja;
f. Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;dengan ceroboh atau sengaja
merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang
menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
g. Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam
keadaan bahaya di tempat kerja;
h. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan
kecuali untuk kepentingan negara;
i. Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
2.
Permohonan PHK oleh
Pekerja
Pekerja juga berhak untuk
mengajukan permohonan PHK ke LPPHI bila pengusaha melakukan perbuatan seperti :
a.
Menganiaya, menghina secara kasar atau
mengancam pekerja
b. Membujuk
dan/atau menyuruh pekerja untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan;
c. Ttidak membayar
upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 bulan berturut-turut atau
lebih
d. Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja;
e. memerintahkan pekerja untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang
diperjanjikan
f.
memberikan pekerjaan yang
membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh
sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.
3.
PHK oleh Hakim
PHK dapat pula terjadi karena putusan hakim. Apabila
hakim memandang hubungan kerja tidak lagi kondusif dan tidak mungkin
dipertahankan maka hakim dapat melakukan PHK yang berlaku sejak putusan
dibacakan.
4.
PHK karena Peraturan Perundang-undangan
Pekerja yang meninggal dunia, Perusahaan yang
pailit, dan force majeure merupakan alasan PHK diluar keinginan para pihak.
Meski begitu dlama praktek force majeure sering dijadikan alasan pengusaha
untuk mem-PHK pekerjanya.
2.4 Mekanisme PHK
Pekerja, pengusaha dan
pemerintah wajib untuk melakukan segala upaya untuk menghindari PHK. Apabila
tidak ada kesepakatan antara pengusaha pekerja/serikatnya, PHK hanya dapat
dilakukan oleh pengusaha setelah memperoleh penetapan Lembaga Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI).
Selain karena pengunduran diri dan hal-hal
tertentu dibawah ini,PHK harus dilakukan melalui penetapan Lembaga Penyelesaian
Hubungan Industrial (LPPHI). Hal-hal tersebut
adalah :
a.
Pekerja masih dalam masa
percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya;
b. Pekerja mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas
kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha,
berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk
pertama kali;
c.
Pekerja mencapai usia
pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan; atau
d. Pekerja
meninggal dunia.
e.
Pekerja ditahan
f.
Pengusaha tidak terbukti
melakukan pelanggaran yang dituduhkan pekerja melakukan permohonan PHK.
Selama belum ada penetapan
dari LPPHI, pekerja dan pengusaha harus tetap melaksanakan segala kewajibannya.
Sambil menunggu
penetapan, pengusaha dapat melakukan skorsing, dengan tetap membayar hak-hak
pekerja.
2.5 Perselisihan PHK
Perselisihan PHK termasuk kategori perselisihan
hubungan industrial bersama perselisihan hak,
perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja. Perselisihan
PHK timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat
antara pekerja dan pengusaha mengenai pengakhiran
hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak. Perselisihan PHK antara lain
mengenai sah atau tidaknya alasan PHK, dan besaran kompensasi atas PHK.
A.
Penyelesaian Perselisihan PHK
1.
Perundingan Biparti
Forum perundingan dua kaki antar pengusaha dan
pekerja atau serikatpe kerja. Kedua belah pihak diharapkan dapat mencapai
kesepakatan dalam penyelesaian masalah mereka, sebagai langkah awal dalam
penyelesaian perselisihan. Dalam perundingan ini, harus dibuat risalah yang
ditandatangai para Pihak. isi risalah diatur dalam Pasal 6 Ayat 2 UU PPHI.
Apabila
tercapai kesepakatan maka Para pihak membuat PerjanjianBersama yang mereka
tandatangani. Kemudian Perjanjian Bersama ini didaftarkan pada PHI wilayah
oleh para pihak ditempat Perjanjian Bersama dilakukan. Perlkunya mendaftarkan
perjanjian bersama, ialah untuk menghindari kemungkinan slah satu
pihak ingkar.
Bila hal ini terjadi,
pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi.Apabila gagal dicapai
kesepakatan, maka pekerja dan pengusaha mungkin
harus menghadapi prosedur penyelesaian
yang panjang melalui Perundingan Tripartit.
2. Perundingan
Tripartit
a.
Mediasi
Forum Mediasi difasilitasi oleh institusi
ketenagakerjaan. Dinas tenagakerja kemudian menunjuk mediator. Mediator
berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya.
Dalam hal tercipta kesepakatan para pihak membuta perjanjian bersama dengan
disaksikan oleh mediator. Bila tidak dicapai kesepakatan, mediator akan
mengeluarkan anjuran.
b.
Konsiliasi
Forum Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang
ditunjuk oleh para pihak. Seperti mediator, Konsiliator berusaha mendamaikan
para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Bila tidak dicapai
kesepakatan, Konsiliator juga mengeluarkan produk berupa anjuran.
c.
Arbitrase
Lain dengan
produk Mediasi dan Konsiliasi yang berupa anjuran dan tidak mengikat, putusan
arbitrase mengikat para pihak. Satu-satunya langkah bagi pihak yang
menolak putusan tersebut ialah
permohonan Pembatalan ke Mahkamah Agung. Karena adanya kewajiban membayar
arbiter, mekanisme arbitrase kurang populer.
3.
Pengadilan Hubungan Industrial
Pihak yang menolak anjuran
mediator/konsiliator, dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan
Industrial (PHI). Pengadilan ini untuk pertamakalinya didirikan di tiap ibukota
provinsi. Nantinya, PHI juga akan didirikan di tiap kabupaten/ kota. Tugas
pengadilan ini antara lain mengadili perkara perselisihan hubungan industrial,
termasuk perselisihan PHK, serta menerima permohonan dan melakukan eksekusi
terhadap Perjanjian Bersama yang dilanggar. Selain mengadili Perselisihan PHK,
Pengadilan Hubungann Industrial (PHI) mengadili jenis
perselisihan lainnya:
a. Perselisihan
yang timbul akibat adanya perselisihan hak,
b. perselisihan
kepentingan
4.
Kasasi (Mahkamah Agung)
Pihak yang menolak Putusan PHI soal
Perselisihan PHK dapat langsung mengajukan kasasi
(tidak melalui banding) atas perkara tersebut ke Mahkamah Agung, untuk diputus.
2.6 Kompensasi PHK
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja,
pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon
(UP) dan
atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang penggantian hak (UPH) yang
seharusnya diterima. UP, UPMK, dan UPH dihitung berdasarkan upah karyawan dan
masa kerjanya.
a.
Perhitungan uang pesangon (UP) paling sedikit
sebagai berikut :
·
Masa Kerja Uang Pesangon
ü Masa kerja
kurang dari 1 tahun, 1 (satu) bulan upah;
ü Masa kerja 1 -
2 tahun, 2 (dua) bulan upah;
ü Masa kerja 2 -
3 tahun, 3 (tiga) bulan upah;
ü Masa kerja 3 -
4 tahun 4 (empat) bulan upah;
ü Masa kerja 4 -
5 tahun 5 (lima) bulan upah;
ü Masa kerja 5 -
6 tahun 6 (enam) bulan upah;
ü Masa kerja 6 -
7 tahun 7 (tujuh) bulan upah.
ü Masa kerja 7 –
8 tahun 8 (delapan) bulan upah;
ü Masa kerja 8
tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
b.
Perhitungan uang penghargaan masa kerja (UPMK)
ditetapkan sebagai berikut :
·
Masa Kerja UPMK
ü Masa kerja 3 -
6 tahun 2 (dua) bulan upah;
ü Masa kerja 6 -
9 tahun 3 (tiga) bulan upah;
ü Masa kerja 9 -
12 tahun 4 (empat) bulan upah;
ü Masa kerja 12 -
15 tahun 5 (lima) bulan upah;
ü Masa kerja 15 -
18 tahun 6 (enam) bulan upah;
ü Masa kerja 18 -
21 tahun 7 (tujuh) bulan upah;
ü Masa kerja 21 -
24 tahun 8 (delapan) bulan upah;
ü Masa kerja 24
tahun atau lebih 10 bulan upah
c.
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima
(UPH) meliputi :
a.
Cuti tahunan yang belum diambil dan belum
gugur;
b.
Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh
dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima
bekerja;
c.
penggantian perumahan serta pengobatan dan
perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa
kerja bagi yang memenuhi syarat;
d.
hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
2.7 Alasan PHK dan Hak Atas Pesangon
Besaran Perkalian pesangon, tergantung alasan
PHKnya. Besaran Pesangon dapat ditambah tapi tidak boleh dikurangi. Besaran
Pesangon tergantung alasan PHK sebagai berikut:
A. Alasan PHK
Besaran Kompensasi
ü Mengundurkan
diri (kemauan sendiri) -Berhak atas UPH
ü Tidak lulus
masa percobaan -Tidak berhak kompensasi
ü Selesainya PKWT
-Tidak Berhak atas Kompensasi
ü Pekerja
melakukan kesalahan berat - Berhak atas UPH
ü Pekerja
melakukan Pelanggaran Perjanjian Kerja, Perjanjian Kerja Bersama, atau
Peraturan Perusahaan- 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
ü Pekerja
mengajukan PHK karena pelanggaran pengusaha - 2 kali UP, 1 kali UPMK,dan UPH
ü Pekerja
menerima PHK meski bukan karena kesalahannya- Tergantung
kesepakatan
ü Pernikahan
antar pekerja (jika diatur oleh perusahaan) - 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
ü PHK Massal
karena perusahaan rugi atau force majeure- 1 kali UP, 1 kali
UPMK, dan UPH
ü PHK Massal
karena Perusahaan melakukan efisiensi. - 2 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
ü Peleburan,
Penggabungan, perubahan status dan Pekerja tidak mau
melanjutkan hubungan kerja- 1 kali UP, 1
kali UPMK, dan UPH
ü Peleburan,
Penggabungan, perubahan status dan Pengusaha tidak mau
melanjutkan hubungan kerja - 2 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
ü Perusahaan
pailit - 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
ü Pekerja
meninggal dunia- 2 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
ü Pekerja sakit
berkepanjangan atau karena kecelakaan kerja (setelah 12 bulan) - 2 kali
UP, 2 kali UPMK, dan UPH
ü Pekerja
memasuki usia pensiun - Sesuai Pasal 167 UU 13/2003
ü Pekerja ditahan
dan tidak dapat melakukan pekerjaan (setelah 6 bulan)- 1 kali UPMK dan UPH
B. Contoh
A yang tinggal di jakarta telah bekerja selama
sepuluh tahun di PT B yang juga berdomisili di Jakarta, dengan upah Rp 3 juta
per bulan. Ia kemudian di PHK perusahaannya karena melakukan pelanggaran
terhadap perjanjian kerja.
Maka, ia berhak atas kompensasi sebesar:
UP =
Rp3.000.000,- x 1x9 = 27.000.000, (3 juta Dikali 1 UP (karena melanggar
Perjanjan kerja) dikalikan dengan 9 bulan upah)
UPMK=
Rp3.000.000 x1x 4= 12.000.000,- (tiga juta kali 4 bulan upah, karena masa kerja
10 tahun
UPH = 15% (uang
penggantian perumahan dan pengobatan) x (27 juta +12 juta)=Rp5.850.000,-
Total
Kompensasi = UP + UPMK + UPH 27.000.000+ 12.000.000 + 5.850.000 = 44.850.000,-
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pemberhentian adalah fungsi operatif terakhir
manajemen sumber daya manusia.Istilah pemberhentian sinonim dengan
separation,pemisahan,atau pemutusan hubungan kerja ( PHK ) karyawan dari suatu
organisasi perusahaan.Fungsi Pemberhentian harus mendapat perhatian yang serius
dari manajer perusahaan,karena telah diatur oleh undang-undang dan memberikan
risiko bagi perusahaan maupun untuk karyawan bersangkutan.Pemberhentian harus
sesuai dengan undang-undang No.12 Tahun 1964 KUHP dan seizin P4D atau P4P
dengan keputusan pengadilan.Pemberhentian juga harus memperhatikan pasal 1630
ayat 1 KUHP yaitu mengenai
“ Tenggang waktu saat dan izin pemberhentian “.
Perusahaan yang melakukan pemberhentian akan mengalami kerugian karena karyawan
yang dilepas membawa biaya penarikan,seleksi,pengembangan,dan proses produksi
berhenti.
Karyawan yang dilepas akan
kehilangan pekerjaan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan biologis,sosiologis,ekonomis,dan
kewajibannya.Manajer dalam melaksanakan pemberhentian harus memperhitungkan
untung dan ruginya,apalagi kalau diingat bahwa saat karyawan diterima adalah
dengan cara baik-baik, sudah selayaknya perusahaan melepas mereka dengan cara
yang baik pula.
Pemberhentian harus didasarkan atas Undang –
undang No. 12 Tahun 1964 KUHP, berperikemanusiaan dan menghargai pengabdian
yang diberikannya kepada perusahaa, misalnya memberikan uang pensiun dan
pesangon.
DAFTAR
PUSTAKA
Hasibuan, Malayu
S.P. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia.Jakarta: Bumi Aksara.
0 komentar: