MAKALAH ULUMUL QURAN MUNASABAH AL-QURAN
MAKALAH
ULUMUL
QUR’AN
“MUNASABAH
AL-QUR’AN”
Disusun oleh:
TUTUS RETNO
DOSEN
PENGAMPU : ABDUL AZIZ,M.Kn
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM
AS-SHIDDIQIYAH
LEMPUING
JAYA KAB. OKI
SUM-SEL
TAHUN
AKADEMIK 2014 / 2015
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Puji
syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Ilahi Robbi, yang dengan
limpahan rahmat, taufiq, hidayah dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah mata kuliah ‘Ulumul Qur’an yang membahas tentang MUNASABAH AL-QUR’
sebaik mungkin.
Dalam
upaya penyelesaian makalah ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oelh karena itu penulis ucapkan ribuan
terimakasih kepada Bapak Abdul Aziz,M.Kn selaku dosen mata kuliah ‘Ulumul
Qur’an dan sahabat-sahabatku tercinta yang telah membantu dalam penyelesaian
makalah ini.
Penulis
menyadari meskipun penulisan makalah ini telah penulis upayakan seoptimal
mungkin tentu masih ada kekurangan maupun kekeliruan yang tidak sengaja, untuk
itu bagi para pembaca yang budiman sangat penulis harapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan khususnya bagi penulis
serta memperoleh ridho Allah semata. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Lempung Jaya, Desember 2014
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN
DEPAN..................................................................................... i
KATA
PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR
ISI.................................................................................................. iii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang............................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah........................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN
2.1
Definisi Munasabah........................................................................ 2
2.2 Macam-Macam Munasabah............................................................ 4
2.3 Urgensi Dan
Kegunaan Mempelajari Munasabah.......................... 8
BAB
III KESIMPULAN............................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Al-Qur’an adalah
kitab suci bagi semua umat manusia di dunia ini -yang diturunkan Allah SWT
dengan jalan mutawattir kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mukjazat
kerasulannya, yang berisi Wahyu Allah untuk memberi petunjuk kepada manusia
kearah yang terang dan jalan yang lurus- agar manusia beriman kepada Allah SWT
sebagai pencipta Alam semesta sehingga mustahil untuk meyakini tuhan
selain-Nya, juga meyakini bahwa Allah SWT mengutus seorang rasul untuk
menjelaskan pesan yang terkandung dalam wahyu-Nya tersebut sehingga tidak ada
yang umat yang mempertanyakan apakah petunjuk Allah telah datang sehingga kami
mendapat siksa? dan sesunguhnya Allah tidak akan menyalahi janji-Nya.
Setiap ayat yang turun Nabi SAW langsung menjelaskan kandungannya,
dan setiap peristiwa mendapatkan jawaban dari wahyu yang turun kepadanya
–sahabat bertanya Nabi menjawab, tidak menurut hawa nafsunya tetapi apa yang
diwahyukan Allah- dan maha benar Allah dengan segala firman-Nya. Memang benar
ketika masa Nabi SAW semua ketidaktahuan sahabat terhadap ayat Al-Qu’an bisa
langsung ditanyakan pada Nabi SAW tentang maksudnya, tetapi untuk masa setelah
wafatnya Nabi SAW tidak ada lagi penjelasan oleh nabi, hanya tinggal Hadits,
khabar, Atsar yang diyakini asli dari nabi yang dapat dijadikan rujukan.
Seperti penjelasan atau penafsiran Ayat Al-Qur’an dengan Hadits yang
menerangkan Asbabun Nuzul mengenai turunnya ayat tersebut, akan tetapi
permasalahan selanjutnya timbul, bagaimana dengan ayat yang tidak ada Asbabun
Nuzulnya? Sebagian ulama memasukkan sebuah ilmu yang termasuk dalam
kategori ulumul qur’an yaitu Munasabah Al-qur’an.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa Definisi
Munasabah?
2. Apa Macam-Macam
Munasabah?
3. Bagaimana Urgensi Dan
Kegunaan Mempelajari Munasabah?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
DEFINISI MUNASABAH
Kata Munasabah
secara etimologi, menurut Manna’ Khalil Al-Qattan ialah Al-Muqabarah artinya
kedekatan[1]. Dalam pengertian ini
As-Suyuthi menambahkan al-Musyakalah dan Al-Muqabarah artinya
kedekatan dan keserupaan[2]. Az-Zarkasyi memberi
contoh sebagai berikut : Fulan Yunasib Fulan, berarti si Fulan mempunyai
hubungan dekat dengan si fulan itu dan menyerupainya. Dan dari kata itu lahir
pula kata an-Nasib, berarti kerabat yang mempunyai hubungan dekat
seperti dua orang bersaudara. Istilah munasabah digunakan dalam ‘iIlat
hukum dalam bab Qiyas yang berarti Al-Wasf Al-Muqarib Li Al-Hukm (gambaran/sifat
yang berdekatan atau berhubungan dengan hukum.
Secara terminologi,
pengertian Munasabah dapat diartikan sebagai berikut menurut berbagai
tokoh, yaitu:
1.
Menurut Az-Zarkasyi, adalah :
المـناسبة
أمر
معـقـولٌ
إذاعُــِرِض
عـلى
الـمـقـول
تـلـقّــتـه
بــاالـقـبـُول.
Artinya :
“Munasabah
adalah suatu hal yang dapat dipahami, tatkala dihadapkan kepada akal, akal itu
pasti menerimanya”.
2.
Menurut Ibn Al-Arabi :
إرتـبــاط
أيّ
الـقـرأن
بعـضـها
بـبـعـض
حـتى
تـكون
كا
الكـلمـة
الـواحـدةِ
مـتّـسقــةِ
المعـاني
مـنتـظـمـةِ
المـبــــاني
,عـلمٌ
عـظـيـــمٌ
Artinya :
“Munasabah
adalah keterikatan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan suatu
ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah
merupakan ilmu yang sangat agung”.
3.
Menurut Manna’ Khalil Qattan :
وجـهُ
الإرتـبــاطِ
بـين
الجـمـلـةِ
والجـمـلـةِ
فى
الأيـةِ
الـواحــدة
أوبـين
الأيـة
والأيــة
فـي
الأيــة
الـمـتـعــددةِ
أو
بــينَ
الســورة
والســـورة.
Artinya :
“Munasabah
adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan dalam satu ayat, atau antar
ayat pada beberapa ayat atau antar surat
didalam Al-Qur’an”.
4.
Menurut Al-Biqa’i, yaitu :
“Munasabah adalah
suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan di balik susunan atau urutan
bagian-bagian Al-Qur’an, baik ayat dengan ayat, atau surat
dengan surat”.
Jadi, dalam konteks
‘Ulum Al-Qur’an, Munasabah berarti menjelaskan korelasi makna antar ayat
atau antar surat, baik korelasi itu bersifat umum atau khusus; rasional (‘aqli),
persepsi (hassiy), atau imajinatif (khayali) ; atau korelasi
berupa sebab akibat, ‘illat dan ma’lul, perbandingan, dan perlawanan.[3]
Pada dasarnya
pengetahuan tentang munasabah atau hubungan antara ayat-ayat itu bukan tauqifi
(tak dapat diganggu gugat karena telah ditetapkan Rasul), tetapi didasarkan
pada ijtihadi seorang mufassir dan tingkat penghayatannya terhadap kemukjizatan
Al-Qur’an, rahasia retorika, dan segi keterangannya yang mandiri.[4]
Seperti halnya
pengetahuan tentang Asbabun Nuzul yang mempunyai pengaruh dalam
memahami makna dan menafsirkan ayat, maka pengetahuan tentang munasabah atau
korelasi antar ayat dengan ayat dan surat dengan
surat juga
membantu dalam pentakwilan dan pemahaman ayat dengan baik dan cermat.
Oleh sebab itu sebagian ulama menghususkan diri untuk menulis buku mengenai
pembahasan ini[5].
Tetapi dalam pendapat lain dikemukakan atas dasar perbedaan pendapat tentang
sistematika (perbedaan urutan surat dalam Al-Qur’an) adalah wajar jika teori Munasabah
Al-Qur’an kurang mendapat perhatian dari para ulama yang menekuni ‘Ulum
Al-Qur’an[6] walaupun keadaan
sebenarnya Munasabah ini masih terus dibahas oleh para mufassir yang
menganggap Al-Qur’an adalah Mukjizat secara keseluruhan baik Redaksi maupun
pesan ilahi-Nya (Peny.)
Ilmu Munasabah ini
dapat berperan mengganti ilmu Asbabun Nuzul, apabila seseorang tidak
dapat mengetahui sebab turunnya suatu ayat, tapi seseorang dapat mengetahui
relevansi / hubungan ayat itu dengan ayat lainnya. Ada beberapa pendapat
di kalangan ulama tenteng ilmu Tanasubul Ayat
Was-Suwar ini. Diantanranya ada yang berpendapat, bahwa setiap ayat atau surat selalu ada relevansinya atau hubungannya
dengan ayat atau surat
lain. Sementara ulama yang lain berpendapat, bahwa hubungan itu tidak selalu
ada. Hanya memang sebagian besar ayat-ayat dan surat-surat ada hubungannya
satu sama lain. Selain itu adapula yang berpendapat, bahwa mudah mencari
hubungan antara suatu ayat dengan ayat lain, tapi sukar sekali mencari hubungan
antara suatu surat dengan surat lain[7]. Hal yang
demikian ini tidak berarti bahw seorang mufassir harus
mencari kesesuaian bagi setiap ayat, karena Al-Qur’anul Karim turun secar
bertahap sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Oleh karena itu,
terkadang seorang mufassir menemukan keterkaitan suatu ayat dengan yang lainnya
dan terkadang tidak. Ketika tidak menemukan keterkaitan itu, ia tidak
diperkenankan memaksakan diri, sebab jika memaksakannya juga akan menghasilkan
kesesuaian yang dibuat-buat dan hal ini tidak disukai, pernyataan ini
senada dengan pendapat Syaikh ‘Izz Ibn Abdus-Salam.[8]
2.2
MACAM-MACAM MUNASABAH
Dalam pembagian munasabah
ini, para ulama juga berbeda pendapat mengenai pengelompokkan munasabah
dan jumlahnya, hal ini dipengaruhi bagaimana seorang ulama tersebut
memandang suatu ayat, dari segi berbeda. Menurut Drs. H. A. Chaerudji Abd.
Chalik dalam ‘Ulum Al-Qur’an (Jakarta
: Diadit Media, 2007), munasabah dapat dilihat dari dua segi, antara
lain :
1.
Dilihat dari segi sifatnya,
terbagi menjadi dua, yaitu :
a.
ظـاهـرالإرتــبــــاط
(persesuaian yang nyata), atau persesuaian yang tampak jelas, karena kaitan
kalimat yang satu dengan yang lain erat sekali, sehingga yang satu tidak bisa
menjadi kalimat yang sempurna bila dipisahkan dengan kalimat lainnya,
seolah-olah ayat tersebut merupakan satu kesatuan yang sama[9].
b.
الإرتــبــــاط
خــفـي (Persesuaian yang
tidak jelas) atau samarnya persesuaian antara ayat yang satu dengan ayat lain,
sehingga tidak tampak adanya hubungan antara keduanya, bahkan seolah-olah
masing-masing ayat/surat itu berdiri sendiri-sendiri, baik karena ayat yang
satu itu di’Athafkan kepada yang lain, maupun karena yang satu
bertentangan dengan yang lain[10].
2.
Dilihat dari segi materinya[11],
yaitu :
a.
Munasabah antar ayat, yaitu munasabah
antara ayat yang satu dengan ayat yang lain, berbentuk
persambungan-persambungan ayat, meliputi, pertama diathafkan ayat yang
satu kepada ayat yang lain, kedua tidak di’athafkan, ketiga Digabungkannya
dua hal yang sama, keempat dikumpulkannya dua hal yang kontradiksi, kelima
Dipindahkannya satu pembicaraan kepembicaraan yang lain.
b.
Munasabah antar surat, yaitu munasabah
atau persambungan antara surat yang satu dengan surat yang lain. Meliputi : pertama
kesamaan materi pada dua surat yang berbeda namun salah satu darinya
bersifat umum dan satunya khusus dan terperinci, kedua persesuaian
permulaan surat dengan penutup surat sebelumya, ketiga persesuaian
pembukaan surat dan akhir ayat suatu surat.
Dalam pembahasan ini
juga Manna’ Khalil Qattan bependapat bahwa apabila korelasi itu halus maknanya,
harmonis konteknya dan sesuai dengan asas-asas kebahasaan dalam ilmu-ilmu
bahasa arab, maka korelasi tersebut dapat diterima. Menurutnya munasabah terbagi
kedalam tiga kategori, yaitu:
- Munasabah terletak pada perhatiannya terhadap keadaan lawan bicara, seperti firman Allah SWT dalam surat Al-Ghasyiyah ayat17 – 20,
xsùr& tbrãÝàYt n<Î) È@Î/M}$# y#ø2 ôMs)Î=äz ÇÊÐÈ n<Î)ur Ïä!$uK¡¡9$# y#ø2 ôMyèÏùâ ÇÊÑÈ n<Î)ur ÉA$t6Ågø:$# y#øx. ôMt6ÅÁçR ÇÊÒÈ n<Î)ur ÇÚöF{$# y#øx. ôMysÏÜß ÇËÉÈ
“Maka
apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, dan langit,
bagaimana ia ditinggikan, dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan, dan bmi bagaimana
ia dihamparkan”.(QS. Al-Ghasyiyah :17 – 20)
Penggabungan Unta,
Langit, Gunung-gunung dan bumi berkaitan erat dengan adat dan kebiasaan hidup
yang berlaku di kalangan lawan bicara yang tinggal di padang pasir, dimana kehidupan mereka
bergantung pada unta sehingga mereka amat memperhatikannya. Namaun keadaan
demikian pun tidak mungkin berlangsung kecuali bila ada air yang dapat
menumbuhkan rumput di tempat gembalaan dan diminum unta. Keadaan ini terjadi
bila hujan turun, dan inilah yang menjadi sebab mengapa wajah mereka selalu
menengadah ke langit. Kemudian mereka juga membutuhkan tempat berlindung, dan
tidak ada tempat berlindung yang lebih baik dari pada gunung-gunung. Mereka
memerlukan rerumputan dan air, sehingga meninggalkan suatu daerah dan turun ke
daerah lain, dan berpindah dari tempat gembala yang tandus menuju tempat
gembala yang subur. Maka apabila penghuni padang
pasir mendengar ayat-ayat diatas, hati mereka merasa menyatu dengan apa yang
mereka saksikan sendiri yang senantiasa tidak lepas dari benak mereka.
- Munasabah antara saatu surat dengan surat yang lain, misalnya pembukaan surat Al-Hadid yang diawali dengan Tasbih :
yx¬7y
¬!
$tB
Îû
ÏNºuq»uK¡¡9$#
ÇÚöF{$#ur
(
uqèdur
âÍyèø9$#
ãLìÅ3ptø:$#
ÇÊÈ .
“Semua
yang berada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah, dan Dialah yang
Mahaperkasa lagi Mahabijaksana”. (Al-Hadid [57] : 1)
Pembukaan surat ini
sesuai dengan akhir surat sebelumnya – Al-Waqi’ah- yang memerintahkan bertasbih
:
ôxÎm7|¡sù
ËLô$$Î/
y7În/u
ËLìÏàyèø9$#
ÇÒÏÈ
“Maka
bertasbihlah dengan menyebut Nama Tuhammu yang Mahabesar”. (Al-Waqi’ah
[56]: 96)
Demikian juga
hubungan antara surat Quraisy dengan surat Al-Fiil. Ini karena
kebinasaan tentara gajah, mengakibatkan orang Quraisy dapat mengadakan
perjalanan pada musim dingin dan musim panas, sehingga Al-Akhfasy menyatakan
bahwa hubungan antara kedua surat tersebut termasuk hubungan sebab akibat,
seperti dalam firman Allah SWT :
tA$s% Ï9ºs ÓÍ_øt/ y7uZ÷t/ur ( $yJr& Èû÷,s#y_F{$# àMøÒs% xsù cºurôãã ¥n?tã ( ª!$#ur 4n?tã $tB ãAqà)tR ×@Å2ur ÇËÑÈ
“Maka
dipungutlah ia (Musa) oleh keluarga fir’aun yang akibatnya ia menjadi musuh dan
kesedihan bagi mereka”.(QS. Al-Qashash [28] :
- Munasabah antara awal surat dengan akhir surat. Misalnya, apa yang terdapat dalam surat Al-Qashash [28].
Surat ini dimulai dengan menceritakan
nabi Musa, menjelaskan langkah awal dan pertolongan yang diperolehnya, kemudian
menceritakan perlakuannya ketika ia mendapatkan dua orang laki-laki yang sedang
berkelahi.
Kemudian Musa berdo’a ” Ya Tuhanku,
demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, aku sekali-kali tidak akan
menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa”[12].
Kemudian surat ini diakhiri dengan menghibur
Nabi Muhammad SAW, bahwa ia akan keluar dari Mekah dan dijanjikan akan kembali
lagi ke Mekah, serta melarangnya menjadi penolong bagi orang-orang kafir[13].
2.3 URGENSI DAN
KEGUNAAN MEMPELAJARI MUNASABAH
Sebagaimana Asbabun
Nuzul, Munasabah dapat berperan dalam memahami Al-Qur’an. Muhammad Abdullah
Darraz berkata : ”Sekalipun permasalahan yang diungkapkan oleh surat-surat itu
banyak, semuanya merupakan satu kesatuan pembicaraan yang awal dan akhirnya
saling berkaitan. Maka bagi orang yang hendak memahami sistematika surat
semestinyalah ia memperhatikan keseluruhannya, sebagaimana juga memperhatikan
permasalahannya”.[14]
Maka, dalam
mempelajari Munasabah ini banyak sekali terkandung Faedah dan
kegunaannya, sebagaimana diuraikan dibawah ini :
1. Dapat mengembangkan
bagian anggapan orang bahwa tema-tema Al-Qur’an kehilangan Relevansi antara
satu bagian dan bagian yang lainnya.[15]
2.
Mengetahui persambungan /hubungan antara
bagian Al-Quran, baik antara kalimat atau antar ayat maupun antar surat,
sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab Al-Qur’an
sehingga memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.(Abdul
Djalal, H.A, 1998: 165).[16]
3.
Dapat membantu dalam menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur’an. Bila tidak ditemukan Asbabun Nuzilnya. Setelah diketahui
hubungan suatu kalimat atau suatu ayat dengan kalimat atau ayat yang lain,
dimungkinkan seseorang akan mudah mengistimbathkan hukum-hukum atau isi
kandungannya.[17]
4. Untuk memahami
keutuhan, keindahan, dan kehalusan bahasa, (mutu dan tingkat balaghah Al-Qur’an
)-peny-. serta dapat membantu dalam memahami keutuhan makna Al-Qur’an itu
sendiri.[18]
Selain kaguanaan
mempelajari munasabah dianggap penting, maka seseorang yang ingin
menemukan korelasi/hubungan antar ayat atau antar surat, sangat diperlukan
kejernihan rohani dan rasio, agar terhindar dari kesalahan penafsiran (Muhammad
Chirzin, 1998 : 58)[19]. Serta membaca secara
cermat kitab-kitab tafsir tentu akan membantu menemukan berbagai segi
kesesuaian (munasabah) tersebut.[20]
BAB III
KESIMPULAN
Munasabah secara etimologi,
menurut Manna’ Khalil Al-Qattan ialah Al-Muqabarah artinya kedekatan. Dalam konteks ‘Ulum Al-Qur’an, Munasabah berarti menjelaskan
korelasi makna antar ayat atau antar surat,
baik korelasi itu bersifat umum atau khusus; rasional (‘aqli), persepsi (hassiy),
atau imajinatif (khayali) ; atau korelasi berupa sebab akibat,
‘illat dan ma’lul, perbandingan, dan perlawanan
Pembagian munasabah:
A. Dilihat dari segi
sifatnya, terbagi menjadi dua, yaitu :
1.
ظـاهـرالإرتــبــــاط
(persesuaian yang nyata), atau persesuaian yang tampak jelas,
2.
الإرتــبــــاط
خــفـي (Persesuaian yang
tidak jelas) atau samarnya
B. Dilihat dari segi
materinya, yaitu :
1.
Munasabah antar ayat, yaitu munasabah
antara ayat yang satu dengan ayat yang lain
2.
Munasabah antar surat, yaitu munasabah
atau persambungan antara surat yang satu dengan surat yang lain.
Dalam mempelajari Munasabah
ini banyak sekali terkandung Faedah dan kegunaannya, sebagaimana diuraikan
dibawah ini :
1. Dapat mengembangkan
bagian anggapan orang bahwa tema-tema Al-Qur’an kehilangan Relevansi antara
satu bagian dan bagian yang lainnya
2. Mengetahui
persambungan /hubungan antara bagian Al-Quran, baik antara kalimat atau antar
ayat maupun antar surat, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan
terhadap kitab Al-Qur’an sehingga memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan
kemukjizatannya
3. Dapat membantu dalam
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Bila tidak ditemukan Asbabun Nuzilnya. Setelah
diketahui hubungan suatu kalimat atau suatu ayat dengan kalimat atau ayat yang
lain, dimungkinkan seseorang akan mudah mengistimbathkan hukum-hukum atau
isi kandungannya
4. Untuk memahami
keutuhan, keindahan, dan kehalusan bahasa, (mutu dan tingkat balaghah Al-Qur’an
)- serta dapat membantu dalam memahami keutuhan makna Al-Qur’an itu sendiri
DAFTAR PUSTAKA
Chalik, Drs. H.A.
Chaerudji Abd., ‘Ulum Al-qur’an, Jakarta : Diadit Media,
2007.
Anwar, Dr. Rosihan, Ulum Al-Qur’an, Bandung : Pustaka Setia,
2008, cet. I.
Al-Qattan, Manna’
Khalil, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an (terj. Mabahis fi
‘Ulumil Qur’an oleh Drs. Mudzakir AS, Bogor
: Litera Antar Nusa, 2009).
Ichwan, Muhammad
Nor, Memasuki Dunia Al-Qur’an, Semarang : Lubuk Raya, 2001.
[1] Manna’ Khalil
Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (terj. Mabahis Fi ‘Ulumil Qur’an oleh
Mudzakir AS, Bogor : Litera Antar Nusa, 2009), Cet. 12, hal. 137.
[2] Dr. Rosihan Anwar, Op Cit, hal. 82. mengutip dari jalaluddin
As-Suyuthi, Al-Itqan Fi ‘Ulumil Qur’an, Daar Al-Fikr, Beirut, t.t, Jilid
I, hal. 108.
[5] Ulama yang pertama
kali menekuni dan menaruh perhatian pada masalah ini, menurut As-Suyuthi,
adalah Syaikh Abu Bakar An-Naisaburi (324 H), kemudian disusul beberapa ahli
tafsir seperti Abu Ja’far bin Jubair dalam kitabnya Tartib
Suwaril Qur’an. Dan Syaikh Burhanudin Al-Biqa’i mengarang kitab
yang diberi judul Nudzumud Durar fi Tanasubil Ayat
was-Suwar. Naskah kitab ini terdapat di Darul Kutub Al-Misriyyah dalam bentuk
manuskrip. As-Suyuti sendiri dalam kitabnya Asrar
Al-Tartib Al-Qur’an. Diantara ulama lain yang menulis dalam bidang
ini adalah Abu Ja’far Ahmad bin Ibrahim Ibn Zubair Al-Andalusi An-Nahwi
Al-Hafiz yang wafat pada 807 H. kitabnya berjudul Al-Burhan
Fi Minasabati Tartibi Suwari Qur’an. Dalam konteks ini, tafsir Al-Kabir yang ditulis oleh Fakhru Razi merupakan
sebuah kitab tafsir yang banyak mengemukakan sisi Munasabah
dalam
Al-Qur’an.
[8] Nama lengkapnya ialah Abdul ‘Aziz bin Abdus-Salam, terkenal dengan
nama Al-’Izz, seorang ulama, mujahid dan ahli Wara’ wafat 660 H.
dikutip dari Manna’ Khalil Qattan, Op it, hal. 139.
[9] Cermati surat Al-Isra’ ayat 1 dan 2, munasabah dalam kedua ayat
tersebut tampak jelas, yaitu kedua-duanya Nabi Muhammad dan Nabi musa diangkat
oleh Allah SWT sebagai nabi dan Rasul, dan keduanya diIsra’kan. Nabi Muhammad
dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, sedang Nabi Musa dari Mesir, ketika ia
keluar dari negeri tersebut dalam keadaan ketakutan menuju Madyan.
[10] Lihat surat
Al-Baqarah ayat 189 dan 190. munasabahnya ialah ketika waktu
haji umat islam dilarang perang, tetapi jika umat islam diserang lebih dulu,
maka serangan musuh itu harus dibalas, walupun pada musim haji.
[14] Dr. Rosihan Anwar, Op
Cit, hal. 96. mengutip dari Abdullah Ad-Darraz, An-Naba’
Al-’Adzim, (Mesir : Dar Al-’Urubah, 1974), hal. 159.
Izin copy .... makalahnya sangat bermanfaat dalam memahami Al Qur'an
BalasHapus