Stay in touch
Subscribe to our RSS!
Oh c'mon
Bookmark us!
Have a question?
Get an answer!

Makalah Ulumul Qur'an Tentang Ijaz Al-qur'an

0 komentar




BAB I
Pendahuluan


1.1  Latar Belakang
Sebagai umat islam, kita harus menegtahui secara mendalam tentang Al-qur’an. Untuk menghadapi berbagai goncangan yang dari luar, karena orang-orang non muslim ingin menghancurkan umat islam. Diantaranya dengan cara menjeke-jelek el-qur’an. Mereke mengatakan bahwa al-qur’an adalah syair yang dibuat oleh Nabi Muhammad.
Maka dari i itu  kita sebagai umat islam harus mempelajari secara mendalam ilmu tentang al-qur’an, diantaranya Ijaz Al-qur’an. Karena dalam materi ini menjelaskan tentang kemu’jizatan al-qur’an untuk meleumpuhkan/melemahkan kaum kafir yang menjelek-jelekkan al-qur’an.

1.2  Rumusan Masalah

  1. Bagaimana sejarah terjadinya Ijaz al-qur’an?
  2. Apa pengertian I’jaz Al-qr’an?
  3. Ada Berapakah Mu’jizat itu?
  4. Ada berapakah mu’jizat al-qur’an itu?
  5. Apakah fungsi dan Manfaat i’jaz alq-ur’an?



BAB II
I’jaz Al-qur’an

2.1 Sejarah Terjadinya I’jaz Al-qur’an
Dalam sejarah, I’jaz Al-qur’an terjadi sejak zaman Nabi Muhammad Saw. banyak sekali orang yang meragukan eksistensi al-Qur’an sebagai firman Allah. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa al-Qur’an adalah syair, al-Qur’an adalah sihir dan lain sebagainya. Maka dari itu, al-Qur’an mengeluarkan tantangan kepada orang-orang tersebut. Tantangan yang pertama kali dilontarkan adalah:
أَمْ يَقُولُونَ تَقَوَّلَهُ بَلْ لَا يُؤْمِنُونَ  فَلْيَأْتُوا بِحَدِيثٍ مِثْلِهِ إِنْ كَانُوا صَادِقِينَ
Artinya: Ataukah mereka mengatakan: “Dia (Muhammad) membuat-buatnya”. Sebenarnya mereka tidak beriman. Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang sepeti Al Qur’an itu, jika mereka orang-orang yang benar.
Kenyataannya tantangan tersebut tidak bisa mereka penuhi. Namun mereka beralasan bahwa mereka tidak mengetahui sejarah umat terdahulu, maka wajar kalau mereka tidak bisa membuat yang sepadan dengan al-Qur’an. Selanjutnya, karena tantangan tersebut tidak mampu dipenuhi, maka Allah meringankan tantangan tersebut dengan firman-Nya:
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوا بِعَشْرِ سُوَرٍ مِثْلِهِ مُفْتَرَيَاتٍ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Artinya: Bahkan mereka mengatakan: “Muhammad telah membuat-buat Al Qur’an itu”, Katakanlah: “(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surah-surah yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar”. 


Namun kenyataannya tantangan yang kedua ini juga gagal dilayani dengan alasan yang sama, yaitu tidak mengetahui sejarah umat terdahulu yang digunakan sebagai isi dari sepuluh surah tersebut. Maka Allah meringankan tantangannya dengan firman-Nya.
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِثْلِهِ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Artinya: Atau (patutkah) mereka mengatakan: “Muhammad membuat-buatnya.” Katakanlah: “(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.”
Ketiga tantangan tersebut terlontarkan ketika Nabi masih berada di Makkah, masih ditambah tantangan yang keempat yang dikemukakan ketika Nabi sudah berhijrah ke Madinah, yang terabadikan dalam firman Allah sebagai berikut:
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Artinya: Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.
Ayat ini sebenarnya redaksinya mirip dengan ayat yang ada dalam surah Yunus. Namun ayat dalam surah al-Baqarah ini di dalamnya terdapat min yang menurut para pakar menunjukkan arti “kurang lebih”. Akan tetapi tantangan tersebut belum juga terjawab, bahkan sampai sekarang tantangan tersebut masih berlaku dan juga belum ada jawaban atau balasan, karena hal itu tidak mungkin dilakukan oleh seorang manusia.


Pada zaman Nabi Muhammad pernah ada yang mengaku mendapat wahyu dan membuat syair yang menandingi al-Qur’an, namun juga tidak berhasil. Ia adalah Musailamah al-Kadzdzab. Syair yang ia buat adalah sebagai berikut:
الفيل,ما الفيل, وماادرك ماالفيل, له خرطوم طويل, وذنب اثيل, وماذاك من خلق ربنا بقليل.
Artinya: Gajah, Apa itu gajah?, Tahukah engkau apa gajah, Ia mempunyai belalai yang panjang, dan ekor yang mantab. Itu bukanlah bagian dari ciptaan Tuhan kita yang kecil.
Kalimat di atas jika dilihat sekilas, nampaknya dari segi bahasanya teratur. Namun itu hanya berlaku bagi orang yang tidak berilmu, karena setiap orang yang berilmu pasti tahu bahwa kata wa ma adraka itu dipakai untuk menunjukkan sesuatu yang agung dan besar pengaruhnya, bukan dipakai untuk menunjukkan gajah. Apalagi dari segi arti dan makna yang tersurat di dalamnya. Apabila dilihat dari segi makna, maka kalimat di atas hanyalah nyanyian atau lagu anak kecil yang berjudul gajah. Maka dari itu, pada zaman dahulu tantangan untuk membuat yang seperti al-Qur’an belum ada jawaban dan tantangan tersebut tetap eksis dan berlanjut hingga masa sekarang ini.
Pada zaman sekarang atau era modern, tuduhan yang serupa muncul kembali dan itu terlontar dari kaum orientalist. Orientalist melontarkan tuduhan bahwa al-Qur’an bukan wahyu Tuhan dan merupakan karangan Muhammad. Di samping itu, ia juga mengatakan bahwa al-Qur’an merupakan percampuran unsur-unsur perjanjian lama, perjanjian baru, dan sumber-sumber lainnya termasuk pengaruh agama Yahudi. Itu semua merupakan tuduhan klasik yang sejak zaman Nabi Muhammad sudah pernah terlontarkan. Sebenarnya orang yang mengetahui sejarah Islam dengan rentetannya, ia akan tersenyum lebar menanggapi tuduhan tersebut.


2.2 Pengertian I’jaz Al-qur’an
Menurut bahasa I’jaz adalah isim mashdar dari ﻤﻋﺟﺰﺍﺍﻋﺟﺍﺰﺍ - ﻴﻋﺟﺰ -ﺃﻋﺟﺰ (‘ajaza
yu’jizu-i’jazan ). yang mempunyai arti “ketidak berdayaan atau keluputan”. Makna Lainnya adalah “membuat tidak mampu”, seperti dalam contoh a’jaza akhoohu “dia telah membuat saudaranya tidak mamp” manakala dia telah menetapkan ketidakmampuan saudaranya itu dalam suatu hal. Kata i’jaz juga berarti “terwujudnya ketidakmampuan”, seperti dalam contoh: a’jaztu zaidan “aku mendapati Zaid tidak mampu”.
i'jāz atau yang sering disebut juga  (mukjizat atau kemukjizatan), secara istilah (terminologi) memiliki arti:
المعجزة : أمر خارق للعادة مقرون بالتحدى سالم عن المعرضة
Artinya: Mukjizat adalah sesuatu peristiwa yang (sangat) luar biasa, yang disertai tantangan dan selamat (terbebas) dari perlawanan.
Dengan definisi seperti ini, maka dapat dirumuskan bahwa “mukjizat” adalah suatu keluarbiasaan yang terjadi pada diri seorang yang mengaku sebagai nabi atau rasul untuk membuktikan kebenaran misinya, yang disertai unsur tantangan dan tidak dapat dilawan atau ditantang.

2.3 Macam-macam Mu’jizat
Secara umum mu’jizat itu di bagi menjadi dua klasifikasi:
a. Indrawi(hissiyah)
Mu’jizat yang tampak dan dapat di tangkap oleh panca indera, seperti tongkat nabi musa yang dapat berubah menjadi ular dan dapat membelah lautan, mu’jizat nabi nuh membuat perahu yang sangat besar dalam waktu yang cepat dan singkat dan masih banyak yang lainnya.
b. Rasional(aqliyah)
Mu’jizat yang hanya dapat di pahami oleh akal pikiran(rasional) seperti al-qur’an sebagai mukjizat nabi muhammad atas umatnya yaitu dari segi keindahan sastranya tidak ada seorangpun yang dapat menandinginya karena itulah mu’jizat al-qur’an ini bisa abadi sampai hari kiamat.
2.4 Macam-macam Mu’jizat Al-qur’an
Selain Sebagai mukjizat yang terbesar yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Al-qur’an pun memiliki mu’jizat sendiri, yaitu:
a.      Segi bahasa dan susunan redaksinya
Dari segi Bahasa al-Qur’an sungguh mampu membuat orang terpesona serta singkat, padat, dan akurat. Seperti contoh berikut ini:
وَالنَّازِعَاتِ غَرْقًا (1) وَالنَّاشِطَاتِ نَشْطًا (2) وَالسَّابِحَاتِ سَبْحًا (3) فَالسَّابِقَاتِ سَبْقًا (4) فَالْمُدَبِّرَاتِ أَمْرًا (5)
Artinya: Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras, dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah-lembut, dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat, dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang, dan (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan (dunia). (Q.S.al-Nazi’at: 1-5)
Keindahan komposisi bahasa Arab yang berbeda dengan komposisi sastra manapun. gaya bahasa yang digunakan unik dan berbeda dengan gaya bahasa Arab biasa. Sejarah telah menyaksikan bahwa bangsa Arab pada saat turunnya al-Quran telah mencapai tingkat yang belum pernah dicapai oleh bangsa satu pun yang ada didunia ini, baik sebelum dan seudah mereka dalam bidang kefashihan bahasa (balaghah).
Oleh karena bangsa Arab telah mencapai taraf yang begitu jauh dalam bahasa dan seni sastra, karena sebab itulah al-Quran menantang mereka. Padahal mereka memiliki kemampuan bahasa yang tidak bias dicapai orang lain seperti kemahiran dalam berpuaisi, syi’ir atau prosa (natsar), memberikan penjelasan dalam langgam sastra yang tidak sampai oleh selain mereka. Namun walaupun begitu mereka tetap dalam ketidakberdayaan ketika dihadapkan dengan al-Quran.



b.      Segi isyarat ilmiah
Al-Qur’an bukan merupakan kitab atau buku ilmiah, namun al-Qur’an mampu memberikan isyarat ilmiah sebelum manusia menyadari kebenarannya. Contohnya mengenai reproduksi manusia yang diterangkan dalam surah al-Mu’minun:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ (12) ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ (13) ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آَخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ (14)
Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci lah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (Q.S. al-Mu’minun/23:12-14)
Penetapan syari’ah yang sempurna dan melampaui segala hukum ciptaan manusia. Pemaknaan kemukjizatan al-Quran dalam segi ilmiyah adalah dorongan serta stimulasi al-Quran kepada manusia untuk selalu berfikir keras atas dirinya sendiri dan alam semesta yang mengitarinya. Al-Quran memberikan ruangan sebebas-bebasnya pada pergulan pemikiran ilmu pengetahuan sebagaimana halnya tidak ditemukan pada kitab-kitab agama lainnya yang malah cenderung restriktif. Pada khirnya teori ilmu pengetahuan yang telah lulus uji kebenaran ilmiahnya akan selalu koheheren dengan al-Quran.
Al-Quran dalam mengemukakan dalil-dalil, argument serta penjelasan ayat-ayat ilmiah, menyebutkan isyarat-isyarat ilmiah yang sebagaiannya baru terungkap pada zaman atom, planet dan penaklukan angkasa luar sekarang ini. Diantaranya adalah :
  1. “Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala      sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS. Al-Anbiya’: 30). Dalam ayat ini terdapat isyarat ilmiah tentang sejarah tata surya dan asal mulanya yang padu, kemudian terpisah-pisahnya benda-benda langit (planet-planet), sebagian dari yang lain secara gradual. Begitu juga di dalamnya terdapat isyarat tentang asal-usul kehidupan yaitu dari air.
  2. “Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.” (QS. Al-Hijr: 22) ayat ini meberikan isyarat tentang peran angin dalam turunnya hujan begitu juga tentang pembuahan serbuk bunga tumbuh-tumbuhan.
  3. “Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam Keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka,” (QS. Al-Zalzalah: 6) adanyan pemeliharaan dan pengabadian segala macam perbuatan manusia di dunia. Dan jika ini dapat dilakukan manusia, maka pastilah itu jauh lebih mudah bagi Allah
  4. “Bukan demikian, sebenarnya Kami Kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna.” (QS. Al-Qiyamah: 4) dianatara kepelikan penciptaan manusia adalah sidik jarinya. Ayat ini menyebtkan kenyataan ilmiah bahwa tidak ada jari-jari tangan seorang manusia yang bersidik jari yang sama dengan manusia yang lainnya
c.       Segi pemberitaan yang ghaib
Surat-surat dalam al-Quran mencakup banyak berita tentang hal ghaib. Kapabilitas al-Quran dalam memberikan informasi-informasi tentang hal-hal yang ghaib seakan menjadi prasyarat utama penopang eksistensinya sebgai kitab mukjizat. Akan tetapi pemberian informasi akan segala hal yang ghaib tidak memonopoli seuruh aspek kemukjizatan al-Quran itu sendiri. Diantara contohnya adalah:
  1. Keghaiban masa lampau. Al-Quran sangat jelas dan fasih seklai dalam menjelaskan cerita masa lalu seakan-akan menjadi saksi mata yang langsung mengikuti jalannya cerita. Dan tidak ada satupun dari kisah-kisah tersebut yang tidak terbukti kebenarannya. Diantaranya adalah: Kisah nabi Musa: Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina.” mereka berkata: “Apakah kamu hendak menjadikan Kami buah ejekan?” Musa menjawab: “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil”.(QS. Al-baqarah: 67) Kisah Fir’aun : Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun Termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qoshosh: 4)
  2. Keghaiban masa sekarang. Terbukanya niat busuk orang munafik di masa rasulullah.Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, Padahal ia adalah penantang yang paling keras.(QS. Al-Baqoroh: 204)
  3. Keghaiban masa yang akan datang. Ghulibatir ruum. Fii adnal ‘ardhii wahum min ba’di ghalibiin sayaghlibun fi bid’i sinin (QS. Ar-Rum 2-4) dan Kita simak informasi dalam al-Qur’an sebagai berikut:
الم (1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آَمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3) أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ أَنْ يَسْبِقُونَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ (4) مَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ اللَّهِ فَإِنَّ أَجَلَ اللَّهِ لَآَتٍ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (5)


Artinya: Alif Laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Rumawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. (Q.S. Ar-Rum:1-5)

d. Segi petunjuk penetapan hukum syara’
Diantara hal-hal yang mencengangkan akal dan tak mungkin dicari penyebabnya selain bahwa al-Quran adalah wahyu Allah, adalah terkandungnya syari’at paling ideal bagi umat manusia, undang-undang yang paling lurus bagi kehidupan, yang dibawa al-Quran utnuk mengatur kehidupan amanusia yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia.
 Antara lain contohnya :
  1. Keadilan. “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. (QS. An-nahl: 90)
  2. Mencegah pertumpahan darah. “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.”
c.       Pertahanan untuk menghancurkan fitnah dan agresi. “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim. (QS. Al-Baqarah: 193).
2.5 Tujuan I’jaz Al-qur’an
Allah menurunkan Al-qur’anitu memeiliki tujuan yaitu sebagai petunjuk bagi umat islam. Selai itu I’jaz Al-qur’an memiliki tujuan tersendiri, yaitu :
a.       Tujuan Pengi’jazan Al-qur’an
Ø      untuk melemahkan dan mengalahkan usaha orang-orang yang menentang seruan para rasul.
Ø      Mendorong orang berfikir dan membuka pintu-pintu ilmu pengetahuan
Ø      Menyeru dan memanggil untuk memasuki gudang ilmu.
Ø      untuk menyempurnakan ajaran-ajaran kitab fardlu
b.      Fungsi I’jaz Al-Qur’an
Fungsi I’jaz Al-qur’an ialah berdasarkan pengertian dan kedudukan Al-qur’an itu sendiri:
Ø      Al-qur’an kitab yang universal
Al-qur’an tidak menghususkan pembicaraannya kepada bangsa tertentu seperti bangsa arab atau kelompok tertentu, seperti kaum muslimin. Akan tetapi, ia berbicara kepeda seluruh manusia, baik umat islam maupun non islam, termasuk orang-orang kafir, musyrik, yahudi, nasrani, maupun bani israil. Al-qur’an menyatu kepada semua penghuni alam tanpa membedakan setatus dan golongan.

Ø      Al-qur’an kitab yang sempurna
Tujuan al-qur’an akan dapat di capai dengan pandangan realistik terhadap alam dan dengan melaksanakan pokok-pokok akhlak serta hukum-hukum perbuatan.
Ø                  Al-qur’an kitab yang abadi
Al-qur’an adalah kitab yang abadi sepanjang masa. Suatu perkataan yang sepenuhnya benar dan sempurna  maka tidak mungkin ia terbatas oleh zaman
Ø      Al-qur’an mengandung kebenaran
Al-qur’an menjadi bukti kebenran nabi muhammad saw. Bukti kebenaran tersebut dikemukakan dalam bentuk tantangan yang sifatnya bertahap.


BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
I’jaz Al-qur’an telah ada sejak masa Rosulullah, karena untuk melemahkan dan menlumpuhkan celaan orang orang kafir terhadap al-qur’an yang mereka kira sebuah syair yang dibuat-buat oleh Nabu Muhammad Saw, sebagaimana pengertian I’jaz itu sendiri.
Bermacam-macam kemu’jizatan yang terdapat dalam al-qur’an. Diantaranya dari segi Bahasanya, yang indah dan teratur. Menjelaskan sesuatu yang belum tertjadi. Dam masih banyak lagi mu’jijat lainya.
3.2 Saran
Kami mneyadari bahwasannya kaya tulis kami ini sangat jauh dari sempurna, maka dari itu kami mohon saran dan komrntanya bagi para pembaca agar karya tulis yang kami buat akan lebih bagus  kedepannya.
Dan kami berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan untuk kami khususnya..


Daftar Pustaka
Qatthan, Manna’ Khalil, Tarikh al-Tasyri’ al-Islamy: al-Tasyri’ wa al-Fiqh, Riyadh: Maktabah al-Ma’arif li al-Nashr Wa al-Tauzig, 1996.
Shihab, Quraish, Lentera Al-Qur’an: Kisah dan Hikmah Kehidupan, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2008
Ibrahim, Farid Wajdi, Orientalisme dan Sikap Umat Islam, Yogyakarta: Lanarka Publisher, 2006.
Mufidah, Lukluk Nur, “Al-Qur’an Sebagai Sumber Konsep Pendidikan Islam”, dalam Ta’allum Jurnal Pendidikan Islam, Vol.29.No.1.
Manna’ Khalil al Qattan, Mabahits fi Ulum al Qur’an

jalal ,Suyuthi, al bin Abdurrahman, al itqan fi ulum al qur’an





0 komentar:

Makalah Ulumul Qur'an tentang Ayat Makkiyah dan Madaniyah

0 komentar



ULUMUL QUR'AN
 




AYAT MAKKIYAH DAN MADANIYAH


Dosen Pengampu :Abdul Aziz,M.Kn




 













DISUSUN OLEH :

Erni Kusuma Dewi






SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
AS-SHIDDIQIYAH
TAHUN AKADEMIK 2014 /2015
JL. Lintas Timur Km.123 Desa Lubuk Seberuk Kec. Lempuing Jaya Kab. OKI Sum-Sel
30657


KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Ilahi Robbi, yang dengan limpahan rahmat, taufiq, hidayah dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah ‘Ulumul Qur’an yang membahas tentang Ayat-Ayat Makiyah dan Madaniyah dnegna sebaik mungkin.
Dalam upaya penyelesaian makalah ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oelh karena itu penulis ucapkan ribuan terimakasih kepada Bapak Abdul Aziz,M.Kn selaku dosen mata kuliah ‘Ulumul Qur’an dan sahabat-sahabatku tercinta yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari meskipun penulisan makalah ini telah penulis upayakan seoptimal mungkin tentu masih ada kekurangan maupun kekeliruan yang tidak sengaja, untuk itu bagi para pembaca yang budiman sangat penulis harapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan khususnya bagi penulis serta memperoleh ridho Allah semata.
Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Lempung Jaya,  November 2014
                                                                                                                Penulis


DAFTAR ISI
Halaman Depan...................................................................................................... i
Kata Pengantar........................................................................................................ ii
Daftar Isi ................................................................................................................ iii
BAB I Pendahuluan
1.1  Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2   Rumusan Masalah................................................................................. 1
BAB II Pembahansan
2.1   DEFINISI MAKKIYAH DAN MADANIYAH................................................ 2
2.2   Tanda-Tanda Surat Makki-Madani........................................................ 3
2.3   Macam-macam surat Makki-Madani..................................................... 4   
2.4   Urgensi Pengetahuan tentang Makkiyah dan Madaniyah...................... 7
2.5   Relasi Konsep Makiyah Madaniyah Dengan Keuniversalan Al Qur’an.... 7
BAB III PENUTUP
3.1 KESUMPULAN........................................................................................ 9
3.2 Saran..................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 10


BAB I
PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang

Para ulama dan ahli tafsir terdahulu memberikan perhatian yang besar terhadap penyelidikan surat-surat  Al Quran. Mereka meneliti Al Quran ayat demi ayat dan surat demi surat untuk disusun sesuai dengan nuzulnya, dengan memperhatikan waktu, tempat dan pola kalimat. Bahkan lebih dari itu, mereka mengumpulkannya sesuai dengan waktu, tempat dan pola kalimat. Cara demikian merupakan ketentuan cermat yang memberikan gambaran mengenai penyelidikan ilmiah tentang ilmu Makki dan Madani. Perhatian terhadap ilmu Al Quran menjadi bagian terpenting para sahabat dibanding berbagai ilmu yang lain. Termasuk di dalamnya membahas tentang nuzulnya suatu ayat, tempat nuzulnya, urutan turunnya di Mekkah atau di Madinah, tentang yang diturunkan di Mekkah tetapi termasuk kelompok Madani atau ayat yang diturunkan di Madinah tetapi masuk dalam kategori Makki, dan sebagainya.
Pada intinya persoalan ini telah menjadi perhatian urgen pada masa sahabat[1]. Bahkan salah satu tokoh Mufassir pada masa sahabat, misalnya Ibn Abbas pernah menyatakan, “Demi Allah. Tidak Ada Tuhan selain Dia. Tidak diturunkannya satu ayat pun dari kitab Al Quran, kecuali saya mengetahuinya. Di mana diturunkan, jika saya tahu, bahwa ada seseorang yang lebih tahu daripada saya tentang kitab Allah, meskipun misalnya itu disampaikan oleh Onta, niscaya saya akan mengunjunginya”. Pernyataan Ibn Abbas ini, bukan suatu ungkapan kesombongan tetapi merupakan pernyataan betapa besar perhatian Ibn Abbas terhadap Ilmu-ilmu Al Quran. (Al-Qathathan, 1996:72).

1.2   Rumusan Masalah
1.       Apakah Definisi makkiyah dan madaniyah?
2.       Apa Tanda-tanda surat makki-madani?
3.       Bagaimana Macam-macam surat makki-madani?
4.       Bagaimana Urgensi pengetahuan tentang makkiyah dan madaniyah?
5.       Bagaimana Relasi konsep makiyah madaniyah dengan keuniversalan al qur’an?



BAB II
PEMBAHASAN
2.1   DEFINISI MAKKIYAH DAN MADANIYAH
Surat makkiyyah adalah ayat–ayat yang di turunkan di Makkah selama 12 tahun 5 bulan 13 hari, terhitung sejak tanggal 17 Ramadhan tahun ke-14 dari kelahiran Nabi ( 6 Agustus 610 M ) sampao tanggal 1 Rabi’ul Awwal tahun ke-54 dari kelahiran Nabi. Sedangkan surat Madaniyyah adalah ayat-ayat yang di turunkan sesudah Nabi Muhammad hijrah ke Madinah selama 9 tahun 9 bulan 9 hari, terhitung sejak Nabi hijrah ke Madinah sampai tanggal 9 Dzulhijjah tahun 63 dari kelahiran Nabi.

Ada beberapa definisi tentang Makkiyah dan Madaniyah yang berbeda satu sama lain. Perbedaan ini disebabkan oleh berbedanya kriteria yang ditetapkan untuk menetapkan Makkiyah atau Madaniyah sebuah surat atau ayat.
Adapun kriteria tersebut diantaranya :

a.       Berdasarkan tempat turunnya
“ Makkiyah ialah suatu ayat yang diturunkan di Mekkah, sekalipun sesudah hijrah, sedang Madaniyah ialah yang diturunkan di Madinah”.
Berdasarkan rumusan di atas, Makkiyah adalah semua surat atau ayat yang dinuzulkan di wilayah Mekkah dan sekitarnya. Sedangkan Madaniyyah adalah semua surat atau ayat yang dinuzulkan di Madinah. Adapun kelemahan pada rumusan ini karena tidak semua ayat Al Quran dimasukkan dalam kelompok Makkiyah atau Madaniyah. Alasannya ada beberapa ayat Al Quran yang dinuzulkan jauh di luar Mekkah dan Madinah. Bahkan, ada sebagian ulama’ yang mendasarkan penentuan Makkiyah atau madaniyah sebuah surat atau ayat berdasarkan masal nuzul surat atau ayat.[2]
Ada juga yang berpendapat bahwa surah Makkiyah adalah yang turun di Mekah dan sekitarnya, seperti Mina, Arafah dan Hudaibiyah. Dan surah Madaniyah ialah yang turun di Madani dan sekitarnya seperti Uhud, Quba dan Sili’.

b.      Berdasarkan waktu turunnya
“ Makkiyyah ialah ayat yang diturunkan sebelum Nabi hijrah ke Madinah, sekalipun turunnya di luar Mekkah, sedang Madaniyah ialah yang diturunkan sesudah Nabi hijrah, sekalipun turunnya di Mekkah”.
Dibanding dua rumusan sebelumnya, tampaknya rumusan ini lebih populer karena di anggap tuntas dan memenuhi unsur penyusunan ta’rif (definisi).



c.       Berdasarkan obyek atau sasarannya
“Makkiyah ialah ayat yang khittabnya/panggilannya ditujukan kepada penduduk Mekkah, sedang Madaniyah ialah yang khittabnya ditujukan kepada penduduk Madinah”
Berdasarkan rumusan di atas, para ulama menyatakan bahwa setiap ayat atau surat yang dimulai dengan redaksi يا أيها الناس (wahai sekalian manusia) dikategorikan Makkiyah, karena pada masa itu penduduk Mekkah pada umumnya masih kufur. Sedangkan ayat atau surat yang dimulai dengan يا أيها الذين أمنوا  (wahai orang-orang yang beriman) dikategorikan Madaniyah, karena penduduk Madinah pada waktu itu telah tumbuh benih-benih iman di dada mereka. Namun, pada kenyataannya tidak semua ayat Al Quran didahului oleh kata-kata tersebut. Misalnya surat Al-Baqarah ayat 2 termasuk kategori Madaniyah, padahal di dalamnya ada salah satu, yaitu ayat 21 dan 168 yang dimulai dengan lafadz  يا أيها الناس
d.      Berdasarkan bahan pembicaraannya
Makkiyah adalah ayat atau surat yang memuat cerita umat dan para Nabi terdahulu. Sedang ayat atau surat Madaniyah berisi tentang hukum hudud, faraid, dan sebagainya.[3] ( Subhi Salih, Mabahith fi Ulum.,168. Abdul Djalal, Ulumul Qur’an.Hlm.86)

Kriteria ini didasarkan pada riwayat Hisyam dari ayahnya,al-Hakim.[4]
“semua surat yang memuat aturan-aturan,ketentuan-ketentuan, maka ia termasuk surat Madaniyah, dan semua surat yang memuat tentang peristiwa masa lampau, maka ia termasuk kategori Makkiyah”.( Az-Zarkasyi,al-Burhan fi Ulum.Hlm. 1:241)
Kelebihan teori ini adalah kriterianya jelas, sehingga mudah difahami dari segi pembicaraannya. Sedang kelemahan teori ini adalah dari sisi pelaksanaan pembedaan antara Makkiyah dan Madaniyah yang tidak praktis, karena harus mempelajari isi kandungan di dalam ayat atau surat Al Quran.

2.2   Tanda-Tanda Surat Makki-Madani
Ayat-ayat Makkiyah memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
·         Ayat Makkiyyah umumnya pendek-pendek.
·         Dalam surat Makkiyyah terdapat perkataan “ya ayyuhan nas ( hai sekalian manusia)”.
·         Ayat-ayat Makkiyyah umumnya mengandung hal-hal yang berhubungan dengan  akidah ( keimanan ).
·         Mengesakan Allah.
·         Mengajak ke khittah islam.
·         Tentang hari kiamat.
·         Serta memuat kisah-kisah tentang para nabi terdahulu.
·         Surat-surat Makkiyah mencapai 2/3 satu mushaf al-Quran.



Sedangkan ciri-ciri surat Madaniyyah adalah sebagai berikut :
·         Pada umumnya ayat-ayatnya panjang.
·         Menjelaskan hukum-hukum waris.
·         Pembatasan atau peraturan pada agama.
·         Hak-hak yang diperoleh kaum muslim.
·         Menjelaskan tentang Jihad fi sabilillah.
·         Dalam surat Madaniyyah menggunakan kalimat ya ayyuhal lazina amanu ( hai orang-orang yang beriman ).
·         Umumnya mengandung hal-hal yang berhubungan dengan syari’ah.

KH. Quraish Syihab juga mencirikan secara detail tentang surah-surah Makkiyah dan Madaniyahnya sebagai berikut :

Ciri-ciri khusus Makkiyah sebagai berikut :
·         Mengandung ayat Sajadah
·         Terdapat lafaz Kalla.
·         Terdapat seruan ayuhannas dan tidak terdapat ya-ayyuhallazina amannuu, terkecuali dalam surah al-Hajj yang diakhirnya terdapat ya Ayyuhalladzinina aamannu irka’u wasjudu (ayat 77 s.22). kebanyakan ulama mengatakan bahwa surat itu Makkiyah. Surat-surat yang dikecualikan ialah surat al-Baqarah (ayat 21 nya diawali dengan ya ayyuhannas dan ayat 168) dan surah an-Nissa ayat 33.
·         Mengandung kisah nabi-nabi dan umat yang telah lalu, terkecuali surah al-baqarah.
·         Terdapat kisah Adam dan Idris, terkecuali surah al-Baqarah.
·         Surat-suratnya dimulai dengan huruf at-Tahajji, terkecuali surah al-Baqarah dan Ali imran.

Ciri-ciri khusus surat Madaniyah :
·         Di dalamnya terdapat izin berperang, atau ada penerangan tentang hal perang dan penjelasan tentang hukum-hukumnya.
·         Di dalamnya terdapat penjelasan bagi hukuman-hukuman tindak pidana, faraid hak-hak perdata, peraturan-peraturan yang bersangkut paut dengan bidang keperdataan, kemasyarakatan, dan kenegaraan.
·         Di dalamnya tersebut tentang orang-orang munafik, kecuali surat al-Ankabut yang diturunkan di mekkah.
·         Di dalamnya didebat para ahli kitab dan mereka diajak tidak berlebih-lebihan dalam beragama, seperti kita dapati dalam surah al-Baqarah, An-Nissa, Ali Imran, Attaubah, dll.

2.3   Macam-macam surat Makki-Madani
Berikut merupakan surat-surat yang tergolong Makkiyah dan Maddaniyah.
Surat-surat al-makky : Al-Fatehah, Al-An’aam, Al-A’raaf, Yunus,Huud,Yusuf, Ibrahim, Al-Hijr, An-Nahl, Al-Isroo’, Al-Kahfi, Maryam, Thaha, Al-Anbiya’, Al-Mu’minuun, Al-Furqaan, Asy-Syu’aro’, An-Naml, Al-Qashash, Al-Ankabuut, Ar-Ruum, Luqman, As-Sajdah, Sabaa, Al-Faathir, Yaasiin, Ash-Shaffaat, Shaad, Az-Zumar, Ghaafir, Fushshilat, Asy-Syuuroo, Az-Zukhruf, Ad-Dukhoon, Al-Jaatsiyah, Al-Ahqaaf, Qaaf, Adz-Dzaariyaat, Ath-Thuur, An-Najm, Al-Qamar, Al-Waaqi’ah, Al-Mulk, Al-Qalam, Al-Haaqqah, Al-Ma’aarij, Nuuh, Al-Jin, Al-Muzzammil, Al-Muddatstsir, Al-Qiyaamah, Al-Muraasalaat, An-Naba’, An-Naazi’aat ,Abasa,At-Takwiir, Al-Infithaar, Al-Muthaffifiin, Al-Insyiqaaq,Al-Buruuj, Ath-Thaariq, Al-A’laa, Al-Ghaasyiyah, Al-Fajr,Al-Balad, Asy-Syams, Al-Lail, Adh-Dhuhaa, Al-’Ashr, At-Tiyn,Al-’Alaq, Al-Qadr, Al-’Aadiyaat, Al-Qaari’ah, At-Takatsur, Al-Ashr,Al-Humazah, Al-Fiyl, Quraisy, Al-Maa’uun, Al-Kautsar, Al-Kaafiruun,Al-Masad, Al-Ikhlaash, Al-Falaq, An-Naas.

Surat-surat al-madany : Al-Baqarah,Ali Imran,An-Nisaa’,Al-Maa`idah,Al-Anfaal,At-Taubah, Ar-Ra’d, Al-Hajj, An-Nuur,Al-Ahzaab, Muhammad, Al-Fat-h, Al-Hujuroot, Ar-Rahman, Al-Hadiid, Al-Mujaadalah, Al-Hasyr, Al-Mumtahanah, Ash-Shaf, Al-Jumu’ah, Al-Munaafiquun, At-Taghaabun, Ath-Thalaaq, At-Tahriim, Al-Insaan, Al-Bayyinah, Al-Zalzalah, An-Nashr.

Surat yang Diperselisihkan :

1.      Al Fatihah
7. Al Qadr
2.      Ar Ra’d
8. Al Bayyinah
3.      Ar Rahman
9. Al Zilzalah
4.      Ash Shaf
10. Al Ikhlash
5.      At Taghabun
11. Al Falaq
6.      At Tathfif
12. An Naas[5][5]
  ( Fahd Bin Abdurrahman, Ulumul Quran: Studi Kompleksitas Al-Qur’an ...  hal  166-167)


1.       Ayat-ayat Makkiyah dalam Surah Madaniyah
Dari sekian contoh-contoh dalam surat Madaniyah, ialah surat al-Anfal adalah Madaniyah, tetapi banyak ulama mengecualikan ayat :

øŒÎ)ur ãä3ôJtƒ y7Î/ z`ƒÏ%©!$# (#rãxÿx. x8qçGÎ6ø[ãŠÏ9 ÷rr& x8qè=çGø)tƒ ÷rr& x8qã_̍øƒä 4 tbrãä3ôJtƒur ãä3ôJtƒur ª!$# ( ª!$#ur çŽöyz tûï̍Å6»yJø9$# ÇÌÉÈ
 
 “Dan (ingatlah) ketika orang kafir (quraisy) membuat  maker terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka membuat maker, tetapi Allah mengagalkan makar mereka. Dan Allah sebaik-baik pembalas makar”. (al-Anfal :30)

Mengenai ayat ini Muqatil mengatakan ”Ayat ini diturunkan di Mekah, zahirnya menunjukan demikian sebab ia mengandung makna apa yang dilakukan oleh orang-orang musrik di ”Darun Nadwah ketika mereka merencanakan makar tehadap Rasulullah sebelum Hijrah.

2.       Ayat-ayat Madaniyah dalam surah Makkiyah
Surah al-Hajj adalah Makkiyah. Tetapi ada tiga ayat yang madaniyah, yaitu ayat 19-21.
* Èb#x»yd Èb$yJóÁyz (#qßJ|ÁtG÷z$# Îû öNÍkÍh5u ( tûïÏ%©!$$sù (#rãxÿŸ2 ôMyèÏeÜè% öNçlm; Ò>$uŠÏO `ÏiB 9$¯R =|Áム`ÏB É-öqsù ãNÍkŝrâäâ ãNÏJptø:$# ÇÊÒÈ   ãygóÁム¾ÏmÎ/ $tB Îû öNÍkÍXqäÜç/ ߊqè=ègø:$#ur ÇËÉÈ   Nçlm;ur ßìÏJ»s)¨B ô`ÏB 7ƒÏtn ÇËÊÈ




3.       Madaniyah mirip Makkiyah
Yang dimaksund oleh para ulama di sini ialah ayat-ayat yang terdapat dalam surat Madaniyah tetapi mempunyai gaya bahasa dan ciri-ciri umum seperti surat Makkiyah. Contohnya di dalam firman Allah dalm surah Al-Anfal yang madaniyah:
ŒÎ)ur (#qä9$s% ¢Oßg¯=9$# bÎ) šc%x. #x»yd uqèd ¨,ysø9$# ô`ÏB x8ÏZÏã öÏÜøBr'sù $uZøŠn=tã Zou$yfÏm z`ÏiB Ïä!$yJ¡¡9$# Írr& $oYÏKø$# A>#xyèÎ 5OŠÏ9r& ÇÌËÈ  
”Dan (ingatlah) ketika mereka golongan musrik-berkata, ”Ya Allah, Jika benar Al-Quran ini dari Engkau, Hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.” (Al-Anfal:32)
Hal ini dikarenakan permintaan kaum musyrikin untuk disegerakan azab adalah di Mekah.

4.       Makkiyah mirip Madaniyah
Yang dimaksud oleh apara ulama, ialah kebalikan dari yang sebelumnya. Mereka memberi contoh dengan firman Allah dalam surah An-Najm:
tûïÏ%©!$ tbqç7Ï^tGøgs uŽÈµ¯»t6x. ÉOøOM}$# |·Ïmºuqxÿø9$#ur žwÎ) zNuH©>9$# 4 ¨bÎ) y7­u ßìźur ÍotÏÿøóyJø9$# 4 uqèd ÞOn=÷ær& öä3Î øŒÎ) ä.r't±Sr& šÆÏiB ÇÚöF{$# øŒÎ)ur óOçFRr& ×p¨ZÅ_r& Îû ÈbqäÜç öNä3ÏG»yg¨Bé& ( Ÿxsù (#þq.tè? öNä3|¡àÿRr& ( uqèd ÞOn=÷ær& Ç`yJÎ #s+¨?$# ÇÌËÈ  
 “Yaitu mereka yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji selain kesalahan-kesalahan kecil”. (an-Najm :32)
Menurut As-Suthi, perbuatan keji ialah setiap dosa yang ada sangsinya. Dosa-dosa besar ialah setiap dosa yang mengakibatkan siksa neraka. Dan kesalahan-kesalahan kecil ialah apa yang terdapat diantara kedua batas dosa-dosa di atas. Sementara itu di Mekah belum ada sangsi yang serupa dengannya.

5.       Ayat yang turun di Mekah dan hukumnya Madaniyah

a.       Ayat 13 surat Al-Hujurat
Ayat tersebut turun pada waktu fathu Mekah. Ayat ini dinyatakan ayat Madaniyah karena turun sesudah hijrah.
b.      Ayat 3 sampai dengan 5 surat Al-Maidah.
Ayat tersebut turun pada hari jumat. Kala itu umat Islam tengah berwukuf di Padang Arafah dalam peristiwa Haji Wada’. Haji ini dilaksanakan Rasulullah saw. setelah beliau berhijrah. Maka ketiga ayat di atas diklasifikasikan sebagai ayat Madaniyah kendati turun di Arafah, dan seperti diketahui Arafah adalah kawasan di sekitar Mekah.

6.       Ayat-ayat yang turun di Madinah, hukumnya Makkiyah

a.       Al-Mumtahanah
Surat ini turun ketika Rasulullah hendak berangkat menuju Mekah menjelang Futuh Mekah. Ini artinya terjadi setelah hijrah. Kisahnya demikian: mengetahui Rasulullah hendak berangkat ke Mekah, seseorang bernama Hattab bin Abi Balta’ah menulis surat untuk disampaikan kepada orang Quraisy di Mekah. Isinya menginformasikan rencana Rasulullah dan kaum muslimin yang akan berangkat ke kota yang disebut paling terakhir.
Al-Zarkasyi mengklasifikasikan ayat ini sebagai Makkiyah. Ia tak menjelaskan alasannya. Ada kemungkingan penulis kitab Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Quran ini sepakat dengan pendapat yang mengatakan ayat Makkiyah adalah ayat-ayat yang khithab-nya ditujukan kepada penduduk Mekah.

b.      Ayat 41 surat An-Nahl
Mulai awal surat At-taubah (bara’ah) sampai dengan ayat 28. Ayat-ayat ini sesungguhnya Madaniyah, tetapi Khitab-nya ditujukan kepada penduduk Mekah.[6][6]( Abdul Djalal, Ulumul Qur’an... hal. 98)

2.4   Urgensi Pengetahuan tentang Makkiyah dan Madaniyah
a.         Membantu dalam menafsirkan Al-Quran
Dengan mengetahui tempat-tempat turun ayat dapat membantu untuk memahami ayat dan menafsirkannya. Jika ada pelajaran yang dapat diambil daripadanya itu berbentuk lafaz umum bukan dengan menentukan sebab. Orang yang menafsirkannya itu sanggup memberikan penjelasan ketika terjadi pertentangan makna ketika pada dua ayat, supaya berbeda antra nasikh dan mansukh. Jika yang belakangan itu nasikh supaya ditempatkan di depan.

b.         Pedoman bagi langkah-langkah dakwah

Setiap kondisi tentu saja memerlukan ungkapan-ungkapan yang relevan. Ungkapan-ungkapan dan intonasi berbeda yang digunakan ayat-ayat Makiyyah dan ayat-ayat Madaniyah memberikan informasi metodologi bagi cara-cara menyampaikan dakwah agar relevan dengan orang yang diserunya. Oleh karena itu dakwah Islam berhasil mengetuk hati dan menyembuhkan segala penyakit rohani orang-orang yang diserunya. Disamping itu, setiap langkah-langkah dakwah memiliki objek kajian dan metode-metode tertentu, seiring dengan perpedaan kondisi sosio-kultural manusia. Periodesasi Makkiyah dan Madaniyah telah memberikan contoh untuk itu.

c.          Memberikan informasi tentang Sirah Kenabian
Penahapan turunnya wahyu seiring dengan perjalanan dakwah Nabi, baik di Mekah dan Madinah, dimulai sejak diturunkannya wahyu pertama sampai diturunkannya wahyu terakhir. Dengan demikian Al-Quran adalah pedoman bagi perjalanan dakwah Nabi yang informasinya tidak diragukan lagi.[7][7]( Al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an,...  hlm. 81)

2.5   Relasi Konsep Makiyah Madaniyah Dengan Keuniversalan Al Qur’an
Para ulama membagi turunnya al-quran dalam dua periode, yaitu periode mekkah dan periode madinah. Di lihat dari segi kondisi masyarakat serta tuntunan al-qur’an terhadap mereka, maka turunya al-Quran di bagi menjadi dua bagian yaitu:
1.         Yang turun tanpa adanya sesuatu factor atau sebab yang melatarbelakanginya. Dalam hal ini ayat itu turun sebagai wahyu Allah SWT yang merupakan hidayah bagi umat manusia.
2.         Yang turunnya dengan suatu sebab tertentu, baik berupa pertanyaan ataupun peristiwa yang memerlukan pemecahan yang mendesak.
Dengan kedua cara itulah al-qur’an turun secara berangsur-angsur, terkadang 5 ayat, atau 10 ayat dan adakalanya juga berupa satu surat yang panjang.  Subhi ash-Shalih  menjelaskan bahwa turunnya al-Quran dengan cara berangsur-angsur itu mempunyai hikmah yaitu:
1.         Sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat
2.         Memberikan jawaban dan penyelesaian masalah yang tepat pada saat yang diperlukan.
3.         Penerapan hukum dan pemberian beban kewajiban secara bertahap.
Al-Qur’an adalah kitab suci yang merupakan penutup berbagai kitab suci sebelumnya, sehingga isinya berlaku secara umum dan abadi, baik dari segi waktu, tempat, maupun umat yang menerima risalahnya. Adapun tanda-tanda keuniversalan al-Qur’an itu antara lain:
1.         Keaslian teks  Orang-orang beriman yakin bahwa ayat-ayat al-Qur’an yang ada sekarang adalah sama dengan yang diucapkan oleh Nabi Muhaammad, karena setiap kali Rasulullah menerima wahyu, beliau segera menyampaikannya kepada para sahabat.
2.         Bahasa Al-Quran tetap dapat dipahami yaitu menggunakan bahasa arab.
3.         Isi kandungan Al-Qur’an.[8][8] (Dr. H. Imam Muchlas MA.1995. Al-Qur’an Berbicara,(Jogjakarta: Pustaka Progresif.)




BAB III
PENUTUP
3.1   KESUMPULAN
Para ulama sangat memperhatikan Qur’an dengan cermat. Mereka menertibkan surah-surah sesuai dengan tempat turunya. Mereka mengatakan misalnya: “Surah ini diturunkan setelah surah itu.” Dan bahkan lebih cermat lagi sehingga mereka membedakan antara yang diturunkan malam hari dan diturunkan siang hari, antara yang diturunkan musim panas dan yang diturunkan musim dingin, antara yang diturunkan di wakti sedamh berada dirimah dengan yang diturunkan saat bepergianAda beberapa teori dalam menetukan kriteria suatu ayat apakah ayat terkait itu Makkiyah atau Madaniyah.
·           Surat Makkiyah di turunkan di Makkah, sedangkan surat Maddaniyah di turunkan sesudah Nabi Muhammad hijrah ke Madinah.
·           Ayat dalam surat Makiyyah umumnya pendek, sedangkan ayat dalam surat Madaniyyah umumnya panjang-panjang.
·           Surat Makkiyyah mengandung keterangan dan penjelasan tentang keimanan, perbuatan baik dan jahat, pahala bagi orang beriman dan beramal shaleh, siksa bagi orang kafir dan durhaka, kisah para rosul dan nabi, cerita umat terdahulu, dan berbagai perumpamaan untuk di jadikan teladan dan ibarat. Madaniyyah pada umumnya menjelaskan hal yang berhubungan erat dengan hidup kemasyarakatan atau masalah muamalah.

Para ulama membaginya menjadi empat teori, yaitu:
·         Teori Mulaahazhatu Makaanin Nuzuli (Teori Geografis)
·         Teori Mulaahazhatu Mukhaathabiina Fin Nuzuuli (Teori Subjektif)
·         Teori Mulaahazhatu Zamaanin Nuzuuli (Teori Historis)
·         Teori Mulaahazhatu Ma Tadhammanat as Suuratu (Teori Content Analysis)

Diantara manfaat mengetahui Ilmu Makkiyah dan Madaniyah adalah :
o   Membantu dalam menafsirkan Al-Quran
o   Pedoman bagi langkah-langkah dakwah
o   Memberikan informasi tentang Sirah Kenabian

Al-Qur’an adalah kitab suci yang merupakan penutup berbagai kitab suci sebelumnya, sehingga isinya berlaku secara umum dan abadi, baik dari segi waktu, tempat, maupun umat yang menerima risalahnya. Adapun tanda-tanda keuniversalan al-Qur’an itu antara lain:
a.       Keaslian teks  Orang-orang beriman yakin bahwa ayat-ayat al-Qur’an yang ada sekarang adalah sama dengan yang diucapkan oleh Nabi Muhaammad, karena setiap kali Rasulullah menerima wahyu, beliau segera menyampaikannya kepada para sahabat.
b.      Bahasa Al-Quran tetap dapat dipahami yaitu menggunakan bahasa arab.
c.       Isi kandungan Al-Qur’an
3.2   Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami buat, sebagai manusia biasa kita menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.



DAFTAR PUSTAKA

http://justucup.blogspot.com/2010/08/bab-i-pendahuluan-i.html&q=perbedaan+Makkiyah+dan+madaniyah&sa=x&ei=e1SUUqnFGYmQrQfE_4DYDA&ved=0CCAQFJAA selasa,20 November, 2013 14.45 WIB
Chalik, Chaerudji Abd. 2007. ‘Ulumul Qur’an. Jakarta. Diadit Media
Syaifullah. 2004. ‘Ulumul Qur’an. Ponorogo. Prodial Pratama Sejati Press.
Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an
Al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an,(Bogor:Litera Antar Nusa,2006), 
Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000),
Fahd Bin Abdurrahman, Ulumul Quran: Studi Kompleksitas Al-Qur’an ( Yogyakarta: Titian Ilahi, 1999),
Dr. H. Imam Muchlas MA.1995. Al-Qur’an Berbicara,(Jogjakarta: Pustaka Pro



[1] (Al-Qathathan, 1996:72).
[2] Muhammad Abd al Azhi al Zarqaniy, Manahil al ‘Irfan fii ‘Ulum Al Quran, jilid ke-1 (Beirut: Dar al-Fikr,1998),hlm.193. Muhammad bin Muhammad Abu Syuhbah, al-Madhal li Dirasah A-Qur’an Al-Karim (Cet. ke-1; Kairo : Dar al-Sunnah,1992), hlm.199. Muhammad Ali As-Sayyis, Tarikh al Fiqh al-Islamiy (Cet. ke-1; Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyyah,1990), hlm.28. Bandingkan dengan redaksi yang dikemukakan al-Zarkasyi dalam al-Burhan fii Ulum Al Quran jilid 1 ke-1 (Cet. ke-1; Beirut : Dar al- Fikr,1998), hlm.239.

Dalam hal itu, ada ulama yang memberikan rumusan al-Makiy dan al-Madaniy di dasarkan pada 3 teori. Pertama, teori geografis (mulahazhah makan nuzulih), yaitu teori yang berorientasi kepada tempat nuzul ayat. Kedua, teori subjectif (mulahazhah mukhathabina fii nuzulih), teori yang berorientasi pada subyek siapa yang di seru dalam ayat itu. Ketiga, teori historis (mulahazhah zaman nuzulih) yaitu yang berorientasi pada sejarah waktu nuzul Al Quran. Jadi standar teori ini adalah waktu hijrah nabi.
[3] Subhi Salih, Mabahith fi Ulum.,168. Abdul Djalal, Ulumul Qur’an.,86
[4] Az-Zarkasyi,al-Burhan fi Ulum., 1:241
[5][5]  Fahd Bin Abdurrahman, Ulumul Quran: Studi Kompleksitas Al-Qur’an ...  hal  166-167
[6][6]  Abdul Djalal, Ulumul Qur’an... hal. 98
[7][7]  Al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an,...  hlm. 81
[8][8]  Dr. H. Imam Muchlas MA.1995. Al-Qur’an Berbicara,(Jogjakarta: Pustaka Progresif.

0 komentar: