Stay in touch
Subscribe to our RSS!
Oh c'mon
Bookmark us!
Have a question?
Get an answer!

PROPOSAL SEKRIPSI PENERAPAN AKAD MUSAQAH PADA PETANI KARET DI DESA RIMBA JAYA KEC. AIR KUMBANG KAB. BANYUASIN

0 komentar


PENERAPAN AKAD MUSAQAH
PADA PETANI KARET  DI DESA RIMBA JAYA
 KEC. AIR KUMBANG KAB. BANYUASIN
PROPOSAL

Diajukan Kepada
Sekolah Tinggi Agama Islam As – Shiddiqiyah Lubuk Seberuk
Lempuing Jaya OKI
Untuk Menyelesaikan Skripsi
Program Sarjana Hukum Ekonomi Syari’ah
Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: D:\logon\as.jpg






Oleh :
ABU HARANG
NIM : 2012 21 0001


JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH
STAI AS – SHIDDIQIYAH
LUBUK SEBERUK LEMPUING JAYA
KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR
TAHUN 2016


BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang Penelitian
Perlu diketahui bahwa Allah menjadikan manusia dengan saling membutuhkan satu sama lain, supaya mereka saling menolong, tukar menukar keperluan dalam segala urusan yang menyangkut kepentingan hidup masingmasing, baik dengan jalan jual beli, sewa-menyewa, bercocok tanam, atau perusahaan dan lain-lain, baik dalam urusan kepentingan sendiri maupun untuk kemaslahatan umum. Dengan cara demikian kehidupan masyarakat menjadi teratur, pertalian antara yang satu dengan yang lain menjadi baik. Sistem perilaku tersebut dalam Islam disebut istilah muamalah.[1]
Sesuai deskripsi di atas, yang dimaksud dengan muamalah dalam perspekif Islam adalah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditentukan seperti jual beli, sewa-menyewa, upahmengupah, pinjam-meminjam, bercocok tanam, berserikat dan usaha-usaha lainnya.[2]
Bagi hasil adalah suatu sistem perjanjian pengelolaan tanah dengan upah sebagian dari hasil yang diperoleh dari pengelolaan tanah itu. Menurut Undang-undang no. 2 tahun 1960 Tentang Pertanahan dalam pasal 1 dinyatakan bahwa: Perjanjian bagi hasil adalah perjanjian dengan nama apapun yang diadakan antara pemilik pada sesuatu dan seorang atau badan hukum pada pihak lain yang dalam Undang-undang ini disebut penggarap berdasarkan mana penggarap diperkenankan oleh pemilik tersebut untuk menyelenggarakan usaha pertanian di atas tanah pemilik, dengan pembagian hasilnya antara kedua belah pihak. Dalam pasal 1431 KUHPI dijelaskan bahwa kerjasama dalam lahan pertanian adalah suatu bentuk kerjasama (syirkah) di mana satu pihak menyediakan lahan pertanian dan lainnya sebagai penggarap, bersedia menggarap (mengolah) tanah dengan ketentuan hasil produksinya, dibagi di antara mereka.[3]
Kerjasama pengelolaan sawah antara petani dan pemilik sawah tidak terdapat suatu hubungan yang mengikat, hubungan kerjasamanya hanya terbatas pada pekerjaan dan bagi hasil, baik terhadap petaninya sendiri maupun pemilik tanah. Dalam praktek kerjasama pengelolaan sawah, perjanjian di antara petani dan pemilik tanah/sawah dilakukan secara lisan, meskipun hal tersebut kurang mempunyai kekuatan hukum sehingga tidak ada bukti yang kuat bahwa perjanjian tersebut telah terjadi. Cara pembagian keuntungan atau pertanian akan dibagi, petani akan mendapatkan dari seluruh penghasilan setelah diambil untuk biaya perawatan, sedang bagian yang lain untuk pemilik sawah yang biasanya mendapatkan setengah bagian.
 Petani dalam pandangan Islam adalah sebagai manusia yang merdeka memiliki kemuliaan dan kehormatan diri, mempunyai kepribadian dan keahlian yang layak dan harus dihormati. Petani sama sekali tidak ada hubungannya dengan tanah yang disitu ia bekerja, kalau tanah itu memang bukan miliknya. Yang ada ialah bahwa petani ada ikatan secara bebas dan merdeka dengan pekerjaan apapun yang dapat disetujui dengan orang manapun.
Syariat islam telah memberikan pokok-pokok aturan di dalam melaksanakan hubungan kerja yang baik, saling menolong, saling menguntungkan dan tanpa merugikan antara satu dengan lainnya. Dengan demikian maka cara pembagian yang menjadi konsekuensinyapun harus demikian adanya. Artinya bagian yang diterima si petani itu harus sesuai dengan pengorbanannya dan sesuai dengan pekerjaannya. Tenaga merupakan satu-satunya modal bagi petani untuk mencari kebutuhan hidup, apalagi keringatnya harus benar-benar dihargai. Sebagaimana hadits Nabi SAW :
Artinya : “Berilah pada pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya”.
Kemudian jumlah bagian atau imbalan yang harus diberikan kepada pekerja (petani penggarap) adalah sesuai dengan perjanjian. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 1 : 4
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qèù÷rr& ÏŠqà)ãèø9$$Î/

 Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad (perjanjian-perjanjian) itu”.
Dimasyarakat perktek pengelolaan tanah semacam ini sudah sering dilakukan yaitu dengan cara bagi hasil. Namun pada umumnya  di Idonesia hukum adat / kebiasaan setiap daerah memilki istilah berbeda-beda. Di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur serta Yokyakarta  disebut dengan istilah Maro atau Mertelu. Dijawa barat disebut dengan Nengah atau Jejuron.  Dan masih banyak lagi istilah yang digunakan untuk kerjasama bagi hasl tersebut.
Didalam Islam kerjasama tentang pertanian atau perkebuan tesebut  terbagi beberapa bagian diantaranya musaqah, didalam akad musaqah ini terdapat pihak yang mengikrarkan menyerahkan kebunnya kepada pihak lain untuk dikelola sedangkan pihak lain menyatakan bersedia mengelolanya.
Di dalam Islam bentuk kerjasama tersebut merupakan salah satu bentuk kerjasama dalam lapangan ekonomi yaitu bentuk pemberian harta dari seseorang pada orang lain sebagai modal usaha di mana keuntungan yang diperoleh akan dibagi di antara mereka berdua sesuai dengan kesepakatan. Dalam hukum Islam, praktek kerjasama bagi hasil pengelolaan sawah termasuk dalam katagori Muzara’ah. Dalam kerjasama ini terdapat dua belah pihak yang satu sebagai pemilik modal, sedangkan dipihak lain sebagai pelaksana usaha. Keduanya mempunyai kesepakatan untuk kerjasama, kemudian hasilnya akan dibagi sesuai dengan kesepakatan. Seperti halnya mudharabah, merupakan bentuk kontrak yang melibatkan antara dua kelompok yakni, pemilik modal (shahih al maal) yang mempercayakan modalnya kepada pengelola usaha (mudharib) dengan tujuan untuk mencapai keuntungan (profit) yang dibagi di antara mereka berdasarkan proporsi yang telah disetujui bersama.
Di Desa Rimba Jaya Kec. Air Kumbang Kab. Banyuasin kerjasama seperti ini sering dilakukan. Namun masih banyak hal yang perlu di perhatikan misalnya dalam hal perjanjiannya belum terdapat suatu hukaum yang kuat.dikarenakan uudah menjadi kebiasaan dan kagiatan turun menurun didaerah tersebut hingga tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi di kemudian hari.
Contohnya jika terjadi sengketa mereka belum dapat menyelesaikan secara hukum yang berlaku, dan atuhal lagi ketika harga karet menurun seperti saat ini perubahan akad yang mereka lakukan tidak sesuai dengan hukum Islam.
Dimasyarakat Desa Rimba Jaya Kec. Air Kumbang Kab. Banyuasin sering terjadi kerjasama pengelolaan kebun karet, pada dasarnya mereka masih banyak yang awam dan belum mengetahui bagaimana kerjasama yang baik menurut Islam. Oleh kerena  bagi penulis ini sangat menarik untuk dibahas, terutama pada saat kondisi karet saat ini menurun drastis, akad yang mulanya bagi hasinya 1/3 dan ada yang 1/4 setelah harga karet menurun  kini menjadi   dibagi 1/2. Itupun banyak yang tidak mau.
Demikian pelaksanaan kerjasama yang dilakukan oleh masyarakat Desa Rimba Jaya Kec. Air Kumbang Kab. Banyuasin ya itu atas dasar kekeluargaan dan kepercayaan masing-masing pihak, dan menurut masyarakat setempat, akat yang dilakukan secara lisan dan tanpa saksi-saksi dan prosedur hukum yang mendukung. Pelaksaaan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum sehingga tidak ada bukti nyang kuat bahwa telah terjadi perjanjian antara kedua belah pihak.
Hal inilah yang menyebabkan sering terjadinya pelanggaran dalam perjajian sehigga terjadi sengketa dan merugkan salah satu pihak. Oleh karena itu bagi penulis hal tersebut menarik untuk diteliti sehingga penulis mengambil judul “Penerapan Akad Musaqah Pada Petani Karet Di Desa Rimba Jaya Kec. Air Kumbang Kab. Banyuasin”
Dari judul tersebut terdapat banyak permaslahan-permasalahan yang dapat diteliti sebagai acuan penulisan tugas akhir perkuliahan ini. Sebagaimana terdapat dalam rumusan maslah dibawah ini.

B.            Rumusan Masalah
Berdasarkan  latar  belakang  diatas  maka  pokok  permasalahan  dari penelitian  ini  adalah :
1.             Bagaimanakah bentuk kerjasama petani karet Di Desa Rimba Jaya Kec. Air Kumbang Kab. Banyuasin?
2.             Apakah kerjasama pengelolaan petani karet Di Desa Rimba Jaya Kec. Air Kumbang Kab. Banyuasin sudah memenuhi syarat dan rukun sahnya akad musaqah?
3.             Apa Kendala-kendala penerapan akad musaqah Di Desa Rimba Jaya Kec. Air Kumbang Kab. Banyuasin?


C.           Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1.             Tujuan Penelitian
Penelitian  Tugas  Akhir  ini  dibuat  untuk  mengetahui  jawaban  dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul di atas, dengan tujuan:
1.              Untuk mengetahui bagaimana bentuk kerjasama yang dilalkukan petani karet Di Desa Rimba Jaya Kec. Air Kumbang Kab. Banyuasin.
2.             Untuk mengetahui apakah kerjasama akad musaqah Di Desa Rimba Jaya Kec. Air Kumbang Kab. Banyuasin sudah memenuhi syarat dan rukunnya?
3.             Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam mereapkan akad musaqah Di Desa Rimba Jaya Kec. Air Kumbang Kab. Banyuasin.

2.             Manfaat Penelitian
Selain memiliki tujuan-tujuan yang telah disebutkan di atas, penulis juga mengharapkan adanya manfaat dalam penulisan tugas akhir ini, baik  bagi mahasiswa, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) As-Shiddiqiyah, maupun bagi pembaca. Adapun manfaanya antara lain sebagai berikut :
a.             Kegunaan Teoritis
Menambah pengetahuan dan wawasan dalam bidang Hukum Ekonomi Syariah, khususnya  tentang Akad kerjasama Musaqah.
b.             Kegunaan Praktis
1.             Secara praktis dapat memberikan acuan kepada masyarakat yang hendak melakukan kerjasama musaqah.
2.             Memberikan informasi bagi aparat desa dan masyarakat tentang Akad Pejanjian Kerjasama Musaqah..
1.             Bagi penulis
a.              Untuk prasarat kelulusan Sarjana S1 pada  Program  Studi   Hukum Ekonomi Syari’ah di STAI As-Shiddiqiyah.
b.             Memberikan pengetahuan dan informasi dari dunia praktis yang sangat berguna untuk disinkronkan dengan pengetahuan teori yang didapat di bangku kuliah.
2.             Bagi STAI As-Shiddiqiyah
a.              Memperkenalkan STAI As-Shiddiqiyah kepada masyarakat luar khususnya Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah.
b.             Sebagai tambahan referensi literatur serta informasi khususnya bagi mahasiswa STAI As-Shiddiqiyah Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah.
3.             Bagi Pembaca
Sebagai  tambahan  wawasan  tentang  bagaimana cara kerjasama yang baik sesuai Hukum Islam dan keteentuan hukum Indonesia tentang perjanian kerjasama demi kemaslahahan bersama.

D.           Batasan Masalah
1)             Batasan Judul
Batasan masalah berisi batasan pembahasan masalah terhadap tinjauan pustaka yang akan  dibahas. Masalah yang akan dibahas pada tinjauan pustaka dibatasi seputar hal– hal yang berhubungan dengan judul proposal yag dialmbil oleh penulis  Skripsi/Tugas Akhir. Agar penelitian ini sesuai dengan yang direncanakan, serta lebih jelas dan terarah kerangka analisanya maka perlu dibuat batasan masalah sebagai berikut:
a)             Pengertian Musaqah
b)            Dasar Hukum Musāqāh
c)             Rukun Dan Syarat-Syarat Musāqāh
d)            Macam- Macam Musāqāh,
e)             Berakhirnya Akad Musāqāh

2)             Lokasi Penelitian
Penelitian tugas ini dilakukan  oleh  mahasiswa Jurusan Hukum Ekonomi Syariah  STAI As-shiddiqiyah  dan akan dilakukan pada Petani Karet  Di Desa Rimba Jaya Kec. Air Kumbang Kab. Banyuasin. mengenai kaad kerjasama Musaqah di lingkungan masyarakat Desa Rimba Jaya Kec. Air Kumbang Kab. Banyuasin.

3)             Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk memenuhui tugas semester akhir (Sekripsi) junusan Hukum Ekonomi Syariah STAI As-shiddiqiyah tahun akademik 2015 / 2016. Penelitian yang akan dilakukan biasanya memakan waktu cukup lama. Agar penelitian dapat dilakukan secara efisien dan efektif, maka jadwal penelitian harus direncanakan terlebih dahulu. Penelitian yang akan penulis lakukan akan  terjadwal dalam beberapa tahap dan disertai dengan lama waktu penelitian yang dibutuhkan.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.           Penelitian Terdahulu
Dalam skripsi Slamet Widodo yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil Perkebunan Salak Di Desa Sewokan, Kec. Dukun, Kab. Magelang”. Dalam skripsinya membahas kasusbagi hasil dalam bidang pertanian yang mana kedua belah pihak (Pengelola dan Pemilik Tanah) ikut andil dalam modal perkebunan salak tanah.[4]
Skirpsi Epi Yuliana berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil Penggarapan Kebun Karet Di Desa Bukit Selabu Kab. Musi Bayuasin Sumatera Selatan” Dalam sekripsinya ia mnyebutkan, bagi hasil penggarapan kebun karet di Desa Bukit Selabu adalah aplikasi dari kerjasama dalam bidang pertanian musaqah dan pembagian hasil dilaksanakan menurut adat kebiasaan yang telah menjadi ketentuan hukum adat dan telah disetujui serta dijalankan oleh masyarakat di Desa Bukit Selabu. Menurutnya pelaksanaan kerjasama bagi hasil tersebut telah sesuai dengan hukum islam. Dengan pembagian hasilnya ½, 1/3 dan ¼ sesuai dengan kesepakatan masing-masing pihak yang bekerjasama.[5]
Pembeda antara skripsi terdahulu dengan yang akan penulis telti adalah peraktek kerjasamanya dan penyelesainya sengketa jika dusuatu hari terjadi permsalahan atau konflik antara  orang yang melakukan bekerjasama.

B.            Pengertian Musaqah
Menurut bahasa musaqah diambil dari kata al-saqah, yaitu seseorang bekerja pada pohon tamar, anggur (mengurusnya). Atau pohon-pohon yang lainnya yang mendatangkan kemaslahatan dan mendapatkan bagian tertentu dari hasil yang diurus sebagai imbalan.[6]
Menurut terminologi musaqah adalah akad untuk pemeliharaan tanaman (pertanian) dan yang lainnyaa dengan syarat-syarat tertentu. Menurut Malikiyah, al-musaqah ialah Sesuatu yang tumbuh ditanah. Yaitu dibagi menjadi lima macam:
1.             Pohon-pohon tersebut berakar kuat (tetap) dan berbuah. Buah itu dipetik serta pohon tersebut tetap ada dengan waktu yang lama, misalnya pohon anggur dan zaitun.
2.             Pohon-pohon tersebut berakar tetap, tetapi tidak berbuah seperti pohon kayu keras, karet, dan jati.
3.             Pohon-pohon tersebut tidak berakar kuat, tetapi berbuah dan dapat dipetik.
4.             Pohon-pohon tersebut tidak berakar kuat dan tidak ada buahnya yang dapat dipetik, tetapi memilikiki kembang yang bermanfaat, seperti bunga mawar.
5.             Pohon-pohon yang diambil hijau dan basahnya sebagai suatu manfaat, bukan buahnya, seperti tanaman hias yang ditanam di halaman rumah dan di tempat lainnya.[7]
Dengan demikian musāqāh adalah sebuah bentuk kerjasama petani pemilik kebun dengan petani penggarap dengan tujuan agar kebun itu dipelihara dan dirawat sehingga memberikan hasil yang maksimal. Kemudian segala sesuatu yang dihasilkan pihak kedua adalah merupakan hak bersama antara pemilik dan penggarap sesuai dengan kesepakatan
yang mereka buat.[8]
Penggarap disebut musāqi. Dan pihak lain disebut pemilik pohon. Yang disebut kata pohon dalam masalah ini adalah: Semua yang ditanam agar dapat bertahan selama satu tahun keatas, untuk waktu yang tidak ada ketentuannya dan akhinya dalam pemotongan / penebangan. Baik pohon itu berbuah atau tidak.
Musaqah ialah pemilik kebun yang memberikan kebunnya kepada tukang kebun agar dipeliharanya, dan penghasilan yang didapat dari kebun itu dibagi antara keduanya, menurut perjanjian keduaanyab saat akad. [9]
Kerjasama dalam bentuk musāqāh ini berbeda dengan mengupah tukang kebun untuk merawat tanaman, karena hasil yang diterimanya adalah upah yang telah pasti ukurannya dan bukan dari hasilnya yang belum tentu.

C.           Dasar Hukum Musāqāh
Dalam menentukan keabsahan akad musāqah dari segi syara’, terdapat perbedaan ulama fiqh. Imam Abu Hanifah dan Zufar ibn Huzail mereka berpendirian bahwa akad al-musāqāh dengan ketentuan petani penggarap mendapatkan sebagian hasil kerjasama ini adalah tidak sah,
karena musāqāh seperti ini termasuk mengupah seseorang dengan imbalan sebagian hasil yang akan dipanen dari kebun itu.6 Akan tetapi menurut kebanyakan ulama, hukum musāqāh itu boleh atau mubah, berdasarkan sabda Rasulullah saw :

Artinya : “Dari Ibnu Umar, sesungguhnya Nabi saw telah memberikan kebun beliau kepada penduduk Khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian: mereka akan memperoleh dari penghasilannya, baik dari buah-buahan maupun hasil tanaman”. (HR.Muslim)

Musāqāh juga didasarkan atas ijma’ (kesepakatan para ulama), karena sudah merupakan suatu transaksi yang amat dibutuhkan oleh umat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan sebagai bentuk social antara sesama manusia dengan jalan memberi pekerjaan kepada mereka yang kurang mampu. hal ini sesuai dengan Firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 2, yaitu:[10]
……..¢ (#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ  
Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”. (Q.S. al-Māidah: 2).

Ayat diatas menjelaskan tentang perintah Allah kepada hambahambanya yang beriman untuk saling tolong-menolong dalam perbuatan baik dan meninggalkan kemungkaran. Dengan wujud saling tolongmenolong orang berilmu membantu orang dengan ilmunya, orang kaya membantu dengan kekayaannya. Dan hendaknya kaum Muslimin menjadi satu tangan dalam membantu orang yang membutuhkan.

D.           Rukun Dan Syarat-Syarat Musāqāh
Terdapat beberapa perbedaan dikalangan ulama fiqh terhadap rukun-rukun musāqāh. Ulama Hanafiyah berpendirian bahwa yang menjadi rukun dalam akad adalah ijāb dari pemilik tanah perkebunan dan qabūl dari petani penggarap, dan pekerjaan dari pihak petani penggarap.[11]
Jumhur ulama yang terdiri atas ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah berpendiriran bahwa transaksi musāqāh harus memenuhi lima rukun, yaitu:
a)             Sighāt (ungkapan) ijāb dan qābūl.
b)            Dua orang/pihak yang melakukan transaksi;
c)             Tanah yang dijadikan objek musāqāh;
d)            Jenis usaha yang akan dilakukan petani penggarap;
e)             Ketentuan mengenai pembagian hasil musāqāh.[12]

Menurut Ulama Syafi’iyah ada beberapa syarat yang harus dipenuhi
dalam rukun-rukun musāqāh, sebagai berikut :
1.             Sighāt, ijāb qabūl yang kadang-kadang berupa terang-terangan dan
kadang mendekati terang (sindiran).
2.             Dua orang yang bekerjasama (aqidaini) sebab perjanjian kerjasama musāqāh tak bisa berwujud kecuali dengan adanya pemilik tanah dengan penggarap yang keduanya disyaratkan agar benar-benar memiliki kelayakan kerjasama, karena kerjasama ini tidak sah dilakukan dengan orang gila, anak kecil sebagaimana yang dijelaskan di bab Jual Beli.
3.             Ada sasaran penggarapan yaitu pohonnya, sebab kerjasama musāqāh tidak akan terwujud kecuali dengan adanya pohon tersebut.
4.             Adanya pekerjaan dan pengolahan, sebab kerjasama musāqāh tidak
akan terwujud tanpa adanya pekerjaan yang akan dimulai dari
penggarapan sampai masa panen.

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh masing-masing
rukun adalah:
a)             Kedua belah pihak yang melakukan transaksi harus orang yang cakap bertindak hukum, yakni dewasa (akil baligh) dan berakal.
b)            Objek musāqāh
Objek musāqāh menurut ulama Hanafiah adalah pohonpohon yang berbuah, seperti kurma. Akan tetapi, menurut sebagian ulama Hanafiyah muta’akhkhirin menyatakan musāqāh juga berlaku atas pohon yang tidak mempunyai buah, jika hal itu dibutuhkan masyarakat.[13]
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa objek musāqāh adalah tanaman keras dan palawija, seperti anggur, kurma, dan lain-lain, dengan dua syarat:
1)             Akad dilakukan sebelum buah itu layak dipanen;
2)             Tenggang waktu yang ditentukan jelas;
3)             Akadnya dilakukan setelah tanaman itu tumbuh;
4)             Pemilik perkebunan tidak mampu untuk mengolah dan memelihara tanaman itu. [14]
Objek musāqāh menurut ulama Hanabilah bahwa musāqāh dimaksudkan pada pohon-pohon berbuah yang dapat dimakan. Oleh sebab itu, musāqāh tidak berlaku terhadap tanaman yang tidak memeiliki buah.
Sedangkan ulama Syafi'iyah berpendapat bahwa yang boleh dijadikan obyek akad musāqāh adalah kurma dan anggur saja. Kurma didasarkan pada perbuatan Rasulullah saw terhadap orang Khaibar.
c)             Hasil yang dihasilkan dari kebun itu merupakan hak mereka bersama, sesuai dengan kesepakatan yang mereka buat, baik dibagi dua, tiga dan sebagainya.
d)            Shighat dapat dilakukan dengan jelas (shārih) dan dengan samara (kināyah).  Disyariatkan shighāt dengan lāfaẓ dan tidak cukup dengan perbuatan saja. [15]
Selain itu di dalam melakukan musāqāh disyaratkan terpenuhinya hal-hal sebagai berikut:
1.             Bahwa pohon yang di-musāqāh-kan diketahui dengan jalan melihat, atau memperkenalkan sifat-sifat yang tidak bertentangan dengan kenyataan pohonnya. Karena akad dinyatakan tidak sah, untuk sesuatu yang tidak diketahui dengan jelas.
2.             Bahwa masa yang diperlukan itu diketahui dengan jelas.Karena musāqāh adalah akad lazim yang menyerupai akad sewa-menyewa. Dengan kejelasan ini akan tidak ada unsur gharār.18
3.             Abu Yusuf dan Muhammad berpendapat bahwa menjelaskan masa lamanya, bukanlah merupakan syarat dalam musāqāh, tetapi sunnah, yang berpendapat tidak diperlukannya syarat ini adalah ẓāhiriyah.
4.             Menurut mazhab Hanafi bahwa manakala masa musāqāh telah berakhir sebelum masaknya buah, pohon wajib ditinggalkan/dibiarkan ada di tangan penggarap, agar ia terus menggarap (tetapi) tanpa imbalan, sampai pohon itu berbuah masak.
5.             Bahwa akad itu dilangsungkan sebelum nampak baiknya buah/hasil. Karena dalam keadaan seperti ini, pohon memerlukan penggarapan. Adapun sesudah kelihatan hasilnya, menurut sebagian Ahli Fiqih adalah bahwa musāqāh tidak dibolehkan.
Karena tidak lagj membutuhkan hal itu, kalaupun tetap dilangsungkan namanya ijarah (sewa-menyewa), bukan lagi musāqāh. Namun, ada pula yang membolehkannya sekalipun dalam keadaan seperti ini. Sebab jika hal itu boleh berlangsung sebelum Allah menciptakan buah, masa sesudah itu tentu lebih utama.
6.             Bahwa imbalan yang diterima oleh penggarap berupa buah itu diketahui dengan jelas. Misalnya separuh atau sepertiga. Kalau dalam perjanjian ini disyaratkan untuk si penggarap atau si pemilik pohon mengambil hasil dari pohon-pohon tertentu saja, atau kadar tertentu, maka musāqāh tidak sah.
7.             Apabila satu syarat dan syarat-syarat ini tidak terpenuhi, akad dinyatakan fāsakh dan musāqāh menjadi fāsad .[16]

E.            Macam- Macam Musāqāh,
Hukum-hukum yang Terkait dengan Musāqāh dan Berakhirnya Akad Musāqāh.
1.             Macam- macam musāqāh
a)             Musāqāh yang bertitik pada manfaatnya, yaitu pada hasilnya berarti pemilik tanah (tanaman) sudah menyerahkan kepada yang mengerjakan segala upaya agar tanah (tanaman) itu membawa hasil yang baik. Kalau demikian orang yang mengerjakan berkewajiban mencari air, termasuk membuat sumur, parit ataupun bendungan yang membawa air, jadi pemilik hanya mengetahui hasilnya.
b)            Musāqāh yang bertitik tolak pada asalnya, yaitu untuk mengairi saja, tanpa ada tanggung jawab untuk mencari air. Maka pemiliknyalah yang berkewajiban mencarikan jalan air, baik yang menggali sumur, membuat parit atau usaha-usaha yang lain. Musāqāh yang pertama harus diulang-ulang setiap tahunnya (setiap tahun harus ada penegasan lagi). [17]
2.             Hukum-hukum yang terkait dengan musāqāh
Hukum-hukum yang terkait dengan akad musāqāh yang şāhih adalah:
a)             Seluruh pekerjaan yang berkaitan dengan pemeliharaan tanaman, pengairan kebun, dan segala yang dibutuhkan untuk kebaikan tanaman itu, merupakan tanggung jawab petani penggarap.
b)            Seluruh hasil panen dari tanaman itu menjadi milik kedua belah pihak (pemilik dan petani).
c)             Jika kebun itu tidak menghasilkan apapun (gagal panen), maka masing-masing pihak tidak akan mendapatkan apa-apa.
d)            Akad musāqāh yang telah disepakati mengikat kedua belah pihak, sehingga masing-masing pihak tidak boleh membatalkan akad itu, kecuali ada uzur (halangan) yang membuat tidak mungkin untuk melanjutkan akad yang telah disetujui itu. Atas dasar itu, pemilik perkebunan berrhak untuk memaksa petani untuk bekerja, kecuali ada uzur pada diri petani itu.
e)             Petani penggarap tidak boleh melakukan akad musāqāh lain dengan pihak ketiga, kecuali atas keizinan dari pemilik perkebunan (pihak pertama).[18]
Selain hukum-hukum yang berkaitan dengan akad musāqāh yang şāhih, terdapat pula hukum-hukum yang berkaitan dengan akad musāqāh yang fāsid. Adapun akad musāqāh yang bersifat fāsid apabila:
1)            Seluruh hasil panen disyaratkan menjadi milik salah satu pihak yang berakad, sehingga makna serikat tidak ada dalam akad.
2)            Mensyaratkan jumlah tertentu dari hasil panen bagi salah satu pihak, misalnya seperdua dan sebagiannya, atau bagian petani misalnya dalam bentuk uang, sehingga makna musāqāh sebagai serikat dalam hasil panen tidak ada lagi.
3)            Disyaratkan pemilik kebun juga ikut bekerja di kebun, bukan petani penggarap saja.
4)            Disyaraktan bahwa mencangkul tanah menjadi kewajiban petani penggarap, karena dalam akad musāqāh pekerjaan sejenis ini bukan pekerjaan petani, karena perserikatan dilakukan hanyalah untuk memelihara dan mengairi tanaman, bukan untuk memulai tanaman.
5)            Mensyaratkan seluruh pekerjaan yang bukan merupakan kewajiban petani atau pemilik.
6)            Melakukan kesepakatan terhadap tenggang waktu, sementara dalam tenggang waktu yang disepakati tanaman boleh dipanen, menurut adat kebiasaan setempat dan adat kebiasaan tanaman yang dipilih.

F.            Berakhirnya Akad Musāqāh
Menurut ulama fiqh, akad musāqāh berakhir apabila:
a)             Tenggang waktu yang disepakati dalam akad telah habis.
b)            Salah satu pihak meninggal dunia.
c)             Dan uzur yang membuat salah satu pihak tidak boleh melanjutkan akad.[19]
Uzur yang mereka maksudkan dalam hal ini di antaranya adalah petani penggarap itu terkenal sebagai seorang pencuri hasil tanaman dan petani penggarap sakit yang tidak memungkinkan dia untuk bekerja. Jika petani yang wafat, maka ahli warisnya boleh melanjutkan akad itu jika tanaman itu belum dipanen, sedangkan jika pemilik perkebunan yang wafat, maka pekerjaan petani harus dilanjutkan. Jika kedua boleh pihak yang berakad meninggal dunia, kedua belah pihak ahli waris boleh memilih antara meneruskan akad atau menghentikannya.



BAB III
METODE PENELITIAN

Metode Penelitian merupakan tatacara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan.[20] Penulis akan menguraikan berbagai hal terkait dengan penelitian yang telah dilakukan, sebagai berikut:

A.           Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang obyeknya mengenai gejala-gejala atau peristiwa yang terjadi pada praktek Kerjasama Musaqah di Desa Rimba Jaya Kec. Air Kumbang Kab. Banyuasin pada masyarakat dan dipadukan dengan kepustakaan yang mana penelitian ini dilakukan di praktek Kerjasama Musaqah di Desa Rimba Jaya Kec. Air Kumbang Kab. Banyuasin, kemudian dapat mengetahui tata cara  kerjasam yang dilakukan di Desa Rimba Jaya Kec. Air Kumbang Kab. Banyuasin.

B.            Jenis Data
1.             Data Primer
Data primer adalah yang diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian atau objek penelitian.[21]
Data ini berupa data yang diperoleh melalui wawancara secara langsung dari Masyarakat di Desa Rimba Jaya Kec. Air Kumbang Kab. Banyuasin.
2.             Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber kedua dari data yang kita butuhkan atau data primer yang telah diolah menjadi suatu kerangka yang sistematis.[22]
Dalam hal ini data sekunder diperoleh dari sumber lain yang digunakan sebagai penunjang bagi data primer . Yang diantaranya diperoleh dari buku-buku yang ada relevansinya dengan kajian penelitian, seperti buku tentang Perbankan Syariah yang membahas mengenai akad pembiayaan dan penyelesaian pembiayaan bermasalah pada bank syari’ah.

C.           Teknik pengumpulan data
1.             Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematik terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki.[23]
Pengumpulan data ini adalah observasi non partisipan yaitu peneliti berada diluar subyek yang diteliti atau diamati dan tidak ikut dalam kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan. Dengan demikian, pengamat akan lebih mudah mengamati kemunculan tingkah laku yang diharapkan. Dalam penelitian ini, penulis mengamati bagaimana prekterk Kerjasama Musaqah di Desa Rimba Jaya Kec. Air Kumbang Kab. Banyuasin.
2.             Wawancara (interview)
Wawancara adalah pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung oleh peneliti kepada responden. Wawancara ini dilakukan secara terbuka, artinya peneliti hanya menyediakan daftar pertanyaan sedangkan responden diberikan keleluasaan dalam memberikan jawabannya.[24]
3.             Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal yang sama hubungannya dengan masalah yang hendak penulis kaji, yang berupa buku-buku, majalah, dokumen, peraturanperaturan, notulen rapat, brosur dan lain sebagainya.[25]

D.           Metode Analisis data
Dalam penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif analisis, yaitu data yang diperoleh tidak dituangkan dalam bentuk bilangan angka statistik, melainkan tetap dalam bentuk kualitatif yang memiliki arti lebih kaya dari sekedar angka atau frekuensi, peneliti melakukan analisis data dengan member pernapasan gambaran mengenai situasi yang diteliti dalam bentuk uraian naratif.[26]
E.            Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian kualitatif, kehadiran peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Kehadiran peneliti mutlak diperlukan, karena disamping itu kehadiran peneliti juga sebagai pengumpul data. Sebagaimana salah satu ciri penelitian kualitatif dalam pengumpulan data dilakukan sendiri oleh peneliti. Sedangkan kehadiran peneliti dalam penelitian ini sebagai pengamat partisipan/berperanserta, artinya dalam proses pengumpulan data peneliti mengadakan pengamatan dan mendengarkan secermat mungkin sampai pada yang sekecil-kecilnya sekalipun.[27]

F.            Tahapan-Tahapan Penelitian
Bagian ini menguraikann proses pelaksanaan penelitian mulai dari penelitian pendahuluan, pengembangan desain, penelitian sebenarnya, sampai pada penulisan laporan. Selanjutnya peneliti melaporkan penelitan dan bahan yang digunakan untuk penelitian dan dilaporkan kepada pembimbing untuk diperiksa oleh pembimbing.



DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Bungin, M. Burhan.2006.Metodologi Penelitian Kuantitatif, Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet. Ke 2,
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Diponegoro, 2010)
Fatah Idris, Abdul Kifayatul Akhyar, Terj Ringkas Fiqh Islam Lengkap, Surabaya: Nur Amalia
Hadi, Sutrisno.2002. Metode Research, Yogyakarta: Andi Offset, Haroen, Nasrun 2000. Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama
Hasan, M. Iqbal, 2002. Pokok-pokok Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Jakarta: Ghalia Indonesia, Cet. ke-1
Narbuko, Cholid. 1986. Metodologi Riset, Semarang: Pustaka Rizqi Putra
Rasyid, Sulaiman.2009. “ Fiqh IslamBandung: Sinar Baru Algen Sindo, Cet. 43
Rahman Ghazali, Abdul 2010. Fiqh Muamalah,Jakarta : Kencana
Sutojo, Siswanto. 2000. Menangani Kredit Bermasalah Konsep, Teknik dan Kasus. Jakarta : Damar Mulia Pustaka
Suhendi, Hendi.2005. Fiqh Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Syafe’i, Rachmat.2004. Fiqh Muamalah, (Bandung: CV. Pustaka Setia
Umar, Husein. 2002. Metode Riset Komunikasi Organisasi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, Cet. Ke-1,

SKRIPSI TERDAHULU :
Skripsi Slamet Widodo yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil Perkebunan Salak Di Desa Sewokan, Kec. Dukun, Kab. Magelang” UIN Sunan Kalijaga Fakultas Syariah 2004. Tidak daterbitkan
Skripsi Epi Yuliana “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil Penggarapan Kebun Karet Di Desa Bukit Selabu Kab. Musi Bayuasin Sumatera Selatan” UIN Sunan Kalijaga. Fakultas Syariah. 2008 Tidak diterbitkan














LAMPIRAN


Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: D:\logon\as.jpgSEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
AS-SHIDDIQIYAH
SK. DRIJEN PENDIS NO. 303 TAHUN 2014
JL.Lintas Timur Km. 123 Lubuk Seberuk Kec. Lempuing Jaya Kab. OKI 30657
BERITA ACARA KONSULTASI PROPOSAL SEKRIPSI
NAMA                        : ABU HARANG
NIM                            : 2012 21 0001
JURUSAN                  : Syariah
PEMBIMBING I       : SUEN HERIEF,SH.,M.Kn

NO
KONSULTASI
PEMBAHASAN
PARAF
Ke
Tanggal
1
I



2
II



3
III



4
IV



5
V



6
VI



7
VII



8
VIII








Ogan Komering Ilir,    2016
Mengetahui,
Pembimbing I




SUEN HERIEF,SH.,M.Kn

Pembimbing II




WAHIDIN, MM


Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: D:\logon\as.jpgSEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
AS-SHIDDIQIYAH
SK. DRIJEN PENDIS NO. 303 TAHUN 2014
JL.Lintas Timur Km. 123 Lubuk Seberuk Kec. Lempuing Jaya Kab. OKI 30657
BERITA ACARA KONSULTASI PROPOSAL SEKRIPSI
NAMA                        : ABU HARANG
NIM                            : 2012 21 0001
JURUSAN                  : Syariah
PEMBIMBING II      : WAHIDIN, S.E

NO
KONSULTASI
PEMBAHASAN
PARAF
Ke
Tanggal
1
I



2
II



3
III



4
IV



5
V



6
VI



7
VII



8
VIII








Ogan Komering Ilir,    2016
Mengetahui,
Pembimbing II





WAHIDIN,S.E
Pembimbing I





SUEN HERIEF,SH.,M.Kn



[1] Tentang perkembangan muamalah (ekonomi) syariah tidak memberikan ketentuan
definitif akan tetapi ketentuan umunya telah diatur di dalamnya, sehingga memerlukan kreatifitas berfikir untuk dapat menerjemahkan ketentuan-ketentuan hukum itu sesuai dengan kebutuhan yang terjadi dalam kehidupan manusia. Lihat M. Abdul Mannan., Islamic Econimics Theory and Practice, Terj. M. Nastangin, “Teori dan Praktek Ekonomi Islam”, Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Wakaf, 1997, hlm. 27.
[2] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung : PT. Sinar Baru Algensindo, 1998, cet. Ke-32, hlm. 278.
[3] Djazuli, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Islam, Bandung : Kiblat Umat Press,
cet. Ke-I, 2002, hlm. 334.
[4] Skripsi Slamet Widodo yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil Perkebunan Salak Di Desa Sewokan, Kec. Dukun, Kab. Magelang” UIN Sunan Kalijaga Fakultas Syariah 2004. Tidak daterbitkan
[5] Skripsi Epi Yuliana “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil Penggarapan Kebun Karet Di Desa Bukit Selabu Kab. Musi Bayuasin Sumatera Selatan” UIN Sunan Kalijaga. Fakultas Syariah. 2008 Tidak diterbitkan
[6] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), Hlm. 145.
[7] Ibid. 145
[8] Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), Hlm. 282.
[9] H. Sulaiman Rasyid “ Fiqh Islam,(Bandung: Sinar Baru Algen Sindo,2009) Cet. 43 hlm. 300
[10] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Diponegoro, 2010), 106.
[11] Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), Hlm. 283.
[12] Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Muamalah, (Jakarta : Kencana, 2010), 110.
[13] Opcit.  Hlm. 284
[14] Opcit .111
[15] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), Hlm. 148.
[16] Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2004), 217
[17] Abdul Fatah Idris, Kifayatul Akhyar, Terj Ringkas Fiqh Islam Lengkap, (Surabaya: Nur Amalia), 170.
[18] Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), Hlm. 286.
[19] Ibid, 287-288.
[20] M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Jakarta: Ghalia Indonesia, Cet. ke-1, 2002, hlm. 21.
[21] M. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet. Ke 2, 2006, hlm. 122.
[22] Husein Umar, Metode Riset Komunikasi Organisasi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, Cet. Ke-1, 2002, hlm. 82.
[23] Sutrisno Hadi, Metode Research, Yogyakarta: Andi Offset, Cet. Ke-27, 2002, hlm.136.
[24] Ibid. hlm.193.
[25] Suharsini Arikunto, Ibid., hlm. 132.
[26] Cholid Narbuko, Metodologi Riset, Semarang: Pustaka Rizqi Putra, 1986, hlm. 90.
[27] Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. ( Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002), h. 117.

0 komentar: